Buruknya Kualitas Pekerjaan Proyek Gedung DPRD Lampung Akibat Mengabaikan Transparansi

Bandarlampung (SL) – Proyek “amburadul” rehab Gedung DPRD Lampung disinyalir akibat ketidak transparanan proses anggaran dan realisasi tender, serta pelaksana kegiatan. Hingga kini, masyarakat bahkan dilingkungan Aparatur sendiri tak tahu tentang anggaran yang digelontorkan untuk rehabilitasi gedung DPRD Provinsi Lampung itu.

Mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung, Juniardi SIP MH, menilai proyek amburadul di gedung DPRD Lampung, apabila dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah apalagi gedung wakil rakyat ada yang mengabaikan peraturan yang berlaku.

Jika terbukti melakukan pelanggaran terhadap proses tender, pekerjaan, atau anggarannya, maka sanksi berat sudah menanti. “Ada sangsi Mulai dari sanksi adiministrasi hingga denda. Bukankah juga bisa melakukan pembatalan atau melakukan proses ulang, dan di proses hukum,” kata Juniardi, saat diminta tanggapan soal dugaan amburadulnya proyek rehab gedung DPRD Lampung, Minggu (10/6/2018).

Juniardi juga mengingatkan agar Sekretariat DPRD Provinsi Lampung dan satker terkait bersikap terbuka terhadap pelaksanaan tender tender proyek pembangunan atau rehab rehab kantor gedung wakil rakyat itu. “Meski rehab bangunan itu adalah proyek pemerintah, namun tidak bisa dibiarkan jika terjadi pelanggaran aturan, termasuk penentuan rekayasa pemenang,” katanya.

Keterbukaan, kata alumni magister hukum Unila ini, adalah sangat penting karena melalui keterbukaan bisa dihindari adanya tangan kekuasaan yang ikut bermain dalam proses tender tersebut. “Transparansi penting dan itu yang perlu ditindaklanjuti. Kalau tidak sesuai dengan aturan dan tidak ada transparansi, sebaiknya batalkan saja sejak proses, laporkan penegak hukum,” bebernya.

Juniardi juga mendorong sistem yang transparan dan akuntabilitas dalam pembahasan atau implementasi proyek-proyek pemerintah di Lampung baik Provinsi dan Kabupaten Kota. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran anggaran negara.

“Kuncinya hanya satu, bangun sistem transparansi dan akuntabilitas dalam pembahasan anggaran negara sehingga lebih terbuka dan bisa dikontrol publik,” ujar Juniardi di Bandarlampung.

Juniardi menilai sejumlah korupsi terjadi karena sistem pembahasan anggaran negara dan proyek-proyek pemerintah dengan DPR dilakukan di ruang tertutup.

“Dalam ruang tertutup ini, terjadi tawar-menawar dan suap-menyuap. Karena itu, perlu transparansi dalam proses pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan implementasi proyek negara sehingga dapat diinformasikan ke publik, dan publik dapat mengontrolnya,” jelas dia.

Dirinya mengakui bahwa dari segi regulasi, sistem transparansi ini sudah ada. Namun, yang dibutuhkan adalah tataran implementasinya.

“Hal ini menjadi tanggung jawab kementerian dan lembaga untuk menjalankan. Karena jelas dalam Nawa Cita kedua Presiden itu yakni mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Pimpinan kementerian hingga pemetintah daerah dan lembaga harus bisa menerjemahkan hal ini,” katanya. (TIM)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *