Puluhan Nelayan RT 9 Panjang Selatan Terancam Kehilangan Pekerjaan

Bandarlampung (SL)-Puluhan Nelayan, warga RT 9 Kelurahan Panjang Selatan, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung, nasibnya tak menentu. Penghasilan melaut mereka sejak berbulan bulan terakhir menurun drastis, bahkan nyaris tak ada hasil. Selain laut mereka yang sudah sudah kotor akibat sambah, juga akibat limbah industri, mereka juga tidak pernah dapat bantuan pemerintah.

“Kami di RT 9 saja ada sekitar 50-an orang yang menggantungkan hidup dengan melaut menjadi nelayan. Sekarang ini paling memancing, atau menyewakan perahu bagi pemancing. Itupun harus menjauh, laut Panjang tidak hanya kotor sampah, tapi juga limbah bang,” kata Dayo (30), salah seorang nelayan.

Bocah bocah di Kampung Pantai Harapan, Panjang Selatan, Bandar Lampung, tak lagi terlihat berenang di Pantai, airnya hitam dan kotor. Sesekali nelayan yang menggunakan kapal kecil dengan mesin diesel berkekuatan 2 PK melintas.

Mereka tak bisa lagi mencari kerang, rajungan, udang, atau ikan di pantai. Mereka harus lebih jauh ke tengah laut atau bahkan ke sekitar Pulau Pulau Teluk Lampung untuk melaut. “Dulu nelayan dengan bahan bakar setengah liter sudah cukup mencari ke situ (pantai). Sekarang bisa ngehabisin dua sampai tiga setengah liter. Dulu pakai dayung mah bisa,” ucap Ivan, mantan Ketua RT 09, kepada sinarlampung.com, Minggu (26/8).

Nelayan mencari ikan di laut Banyak reklamasi atau penimbunan Pantai untuk pembangunan dermaga, dan limbah industri telah merugikan nelayan. dan merusak mata pencaharian nelayan

Dengan menghabiskan bahan bakar yang berlipat-lipat itu pun, perahu nelayan masih harus memutari wilayah industri yang melakukan reklamasi pantai. Budi daya kerang hijau, rajungan, tidak ada lagi. Biasanya dipanen sekitar 3-4 bulan, kini sering gagal total akibat dasar laut yang berlumpur campur limbah. “Dulu cari uang Rp100 ribu gampang. Sekarang, ya, mungkin nggak menjerit tuh nelayan,” ucap Ivan.

Pendapatan Ivan saat ini juga hanya tergantung pada Kapal Tongkang, yang melakukan bongkar muat. Karena hasil laut tak lagi menjanjikan. Cari kerang hanya bisa beberapa karung, itupun harus menyelam, dan tempatnya ke pulau. “Ada juga kawan lain nggak ada hasil sama sekali. Jadi isinya lumpur akibat air keruh dari pengurukan, ikanya kedukang,” katanya.

Warga lainnya, mengatakan, akibat limbah industri, dan pembangunan dermaga dermaga sepanjang Pelabuhan Panjang, hingga perbatasan Lampung Selatan, membuat perairan laut makin tercemar. Sebelumnya, laut sudah tercemar limbah dari sejumlah pabrik di kawasan industri Panjang, dan Srengsem. “Yang menyebabkan beberapa biota laut tertimbun dan mati teracuni. Jadi bibit-bibit pun nggak ada. Dari sisi ekosistem saja nelayan sudah dirugikan,” kata Ivan.

Warga merasakan, banjir rob yang sering melanda perkampungan nelayan dan warga di Kampung Pantai, makin tak terkendali. Kini banjir rob bisa sewaktu-waktu datang. Padahal, sebelum ada reklamasi, banjir rob datang bila tanggal muda atau bulan purnama. “Karena kan laut juga diuruk, di daratnya nggak ada penampungnya. Kalau di sini kan dulu pantai, sekarang sudah nggak ada lagi, ada juga pinggir laut,” tambah Dayo.

Dayo, dan Ivan, masih berharap pemerintah atau Dinas Kelautan, bisa memikirkan nasib mereka. Minimal kelompok mereka, di RT 9, Panjang Selatan,. “Denger denger ada bantuan kapal nelayan. Tapi kami tidak pernah dapat. Kalo nelayan banyak om, tapi Rt kami saja 50an orang. Kalo ada bantuan mau juga, jadi bisa cari ikan ketengah lebih cepat. Kapal perahu kami sudah banyak usang, jadi takut terbalik, dan hancur,” katanya berharap. (Juniardi)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *