Jual Kursi Fakultas Kedokteran Dengan Mahar Rp 350 Juta, Oknum Dosen Unila Diseret ke Pengadilan

Bandarlampung (SL) – Widya Krulinasari (32), oknum dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Selasa, 30 Oktober 2018. Widya terjerat kasus dugaan praktik jual beli bangku kuliah.

Persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Syamsudin ini diagendakan dengan pemanggilan saksi-saksi. Adapun saksi yang dihadirkan yakni Richard Parlindungan Sagala, Daniel R Simbolon, Francis Simanulang, Anita Nofalina Sagala, dan Nisa.

Dalam persidangan, Anita memberi kesaksian bahwa keluarganya rela menggelontorkan ratusan juta agar adiknya, YS, bisa diterima di Fakultas Kedokteran Unila. “Kami yakin karena dia (terdakwa) berani bertaruh jabatannya sebagai PNS. Kalau tidak masuk, uang dikembalikan 100 persen dan bisa dilaporkan,” ungkap Anita saat memberi kesaksian.

Sementara ayah korban, Richard, mengaku membayar mahar Rp 350 juta kepada terdakwa agar diterima di Fakultas Kedokteran Unila. Duit tersebut dibayar secara bertahap sebanyak tiga kali. “Pertama Rp 55 juta, kemudian Rp 120 juta, dan terakhir berbentuk buku tabungan sebesar Rp 175 juta. Itu tahun 2017. Tapi, ternyata tidak masuk. Baru dikembalikan buku rekening isi Rp 175 juta dan uang Rp 65 juta yang dibayar tiga kali,” tandasnya.

Dalam dakwaan sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Rita Susanti menyebutkan bahwa terdakwa telah melakukan aksi menguntungkan diri sendiri dengan melakukan penipuan.

JPU menuturkan, peristiwa bermula pada Mei 2017. Saat itu Richard meminta bantuan kepada Francis, keponakannya, untuk mencarikan ”orang dalam” agar YS bisa diterima di FK Unila. “Tujuannya untuk membantu agar anaknya bisa lulus SBMPTN 2017 di Kedokteran Unila. Francis kemudian menghubungi terdakwa yang juga dosen Unila,” bebernya.

Saat diminta bantuan inilah, lanjut JPU, terdakwa menyanggupi dengan syarat adanya mahar sebesar Rp 350 juta. Awalnya ia meminta uang panjar sebesar Rp 2 juta. “Kemudian tanggal 8 Mei 2017, Richard pun mentransfer uang DP tersebut. Tiga hari kemudian terdakwa meminta lagi uang Rp 3,5 juta sebagai tanda jadi,” terangnya.

Selanjutnya pada 12 Mei 2017, terdakwa meminta Francis membawa keluarga korban. Tujuannya untuk meyakinkan bahwa terdakwa adalah dosen Unila dan bisa menjamin korban lulus SBMPTN 2017. “Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Rektor Unila 186/UN26/DT/2017, terdakwa tidak memiliki wewenang atas penerimaan mahasiwa baru Unila tahun 2017. Tapi, terdakwa bisa meyakinkan, bisa meluluskan anak korban,” bebernya.

Kemudian, korban menyerahkan uang sebesar Rp 350 juta sebagai syarat bisa diterima.Namun, ternyata setelah selesai tes SBMPTN pada 13 Juli 2017, nama YS tak ada dalam daftar mahasiswa yang diterima di Fakultas Kedokteran Unila. Anehnya, YS malah diterima di Fakutas Pertanian Unila.

Informasi yang beredar, nyaris mayoritas mahasiswa yang ingin masuk Fakultas Kedokteran harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Umumnya, mereka yang berduit yang mampu sekolah di fakultas kedokteran. (Tribunlampung)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *