Bandarlampung (SL)-Dinas Kesehatan Provinsi Lampung diduga “sunat” anggaran adventorial dengan media. Total potongan, mencapai 30%, dari total tanda tangang SPJ Rp750 ribu, yang diterima hanya Rp500 ribu. Itu untuk yang media dianggap tidak masuk hitungan. Karena kabarnya, nilai adventorial disesuaikan dengan kedekatan.
Dugaan itu sempat dilangsir media online suryaandalas.com, yang juga mendapatkan adventorial Rp750 ribu, terima Rp500 ribu untuk satu kali satu tahun. Disebutkan dalam berita suryaandalas.com, bahwa Dinas Kesehatan Lampung mengucurkan dana puluhan juta Rupiah untuk biaya Public Service Announcement (PSA) berupa publikasi kegiatan iklan layanan masyarakat (ILM) media sebagai bentuk terjalinnya kemitraan.
Namun kemitraan yang terjalin dinodai oknum di Dinkes Lampung, pasalnya di Sekretariatan Sekretariat Dinkes ditengarai bekerja tidak tulus, mereka meminta imbalan. Tak tanggung-tanggung imbalan yang diminta mereka amat timpang, media seperti di anak tirikan demi mendapat PSA.
PSA sejatinya telah ada dari tahun ke tahun dan memang harus dianggarkan karena masuk dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA), tak sedikit anggaran untuk PSA, bahkan di tiap daerah PSA dianggarkan bisa mencapai Miliaran. Namun, di Dinkes Lampung sendiri, untuk 1 kali penerbitan PSA, setidaknya ada sekitar 30-ab media cetak dan online yang dilibatkan. Pun baru-baru ini media mendapat 2 PSA untuk satu kali tayang (terbit)
Di Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang dibubuhi tandatangan mereka bernilai Rp750 ribu untuk 1 PSA per tayang (publikasi) untuk ILM Dinkes selama 5 hari. Tak ada yang salah dengan itu, dan tak ada masalah dengan SPJ itu, namun yang salah karena media diduga hanya mendapat Rp 500 ribu. Pun sudah berjalan dari tahun ke tahun.
Menyikapi dugaan Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan Sekretariat Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung terkait pemotongan dana publikasi kegiatan Iklan Layanan Masyarakat (ILM), Ketua Forum Wartawan Hukum (Forwakum) Provinsi Lampung, Aan Ansori, mengharapkan pihak terkait mengambil sikap guna mengungkap dugaan tersebut.
Menurut Aan Ansori, bahwa pemotongan dana yang sudah dianggarkan dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) tersebut, sebagai bentuk pelanggaran Aparat Sipil Negara (ASN) dalam pengelolaan dana negara. “ASN yang mengelola anggaran tersebut, tidak boleh melakukan pemotongan dengan alasan apapun. Kalau bicara biaya administrasi, sesuai ketentuan dalam RKA, sudah pasti ada anggarannya,” ujar Aan, Senin (12/11/2018).
Terkait pemotongan dana Public Service Announcement (PSA), kata Aan, jika memang sudah jelas dana yang dianggarkan untuk Public Service Announcement (PSA) tertuang dalam RKA dan terjadi pemotongan oleh oknum ASN, itu pelanggaran. “Kalau ASN main potong dengan berbagai alasan, sementara dana anggaran yang harus dikucurkan sudah jelas tertuang dalam RKA, sama saja pungli. Kalau juga terjadi Konspirasi secara terstruktur, itu bisa lebih bermasalah dan terindikasi Korupsi,” ungkapnya.
Dilangsir suryaandalas.com, Humas Dinkes Lampung, Asih Hendrastuti mengaku, jika uang ‘potongan’ Rp 250 ribu itu untuk pajak dan uang administrasi seperti membeli materai. “Kan pajak kita yang bayar. Terus buat administrasi juga. Bayar design iklan,” kata Asih, Jum’at (09/11/2018).
Jika diasumsikan uang potongan sebesar Rp250 ribu dikalikan 30 media menjadi Rp 7,5 juta. Cukup besar untuk pembelian materai, jasa design iklan dan pajak. “Enggak gitu ngitungnya. Buat bayar yang design iklan aja bisa 8 kali. Ada sekitar 30 media yang dapat iklan,” imbuhnya. (sry/nt/jun).
Tinggalkan Balasan