Awal 2019 Pembeli Gas Elpiji 3 Kg Harus Tunjukkan KTP

Bandarlampung (SL) – Masyarakat harus menyiapkan foto kopi kartu tanda penduduk (KTP) jika ingin membeli gas liquefied petroleium gas (LPG) atau elpiji seberat tiga kilogram mulai awal tahun depan. Meski di beberapa daerah masih pro dan kontra, Pem prov Lampung telah menyiapkan rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) tentang Tata Niaga dan Pengawasan Pendistribusian LPG Tabung Tiga Kilogram.

Dinas ESDM Lampung juga masih menyosialisasi syarat rapergub memperlihatkan KTP untuk membeli gas elpiji bersubsidi yang dianggap sebagian masyarakat sulit diterapkan di lapangan.

Menurut Kabid Energi Dinas ESDM Lampung Jefry Aldi, Selasa (27/11), rapergub tersebut agar pendistribusian gas elpiji tiga kilogram yang juga disebut gasa melon lebih tertib, tepat sasaran, efektif, efisien. Rapergub tentang hal tersebut memperkuat kebijakan pemerintah lewat Pertamina yang memberlakukan persyaratan KTP bagi konsumen pembeli gas elpiji.

Aturan ini menuai polemik dan diprotes masyarakat.  Sejak beberapa tahun silam, pemerintah melempar wacana persyaratan KTP bagi konsumen elpiji. Ketika gas langka dan harga bergulir liar, wacana harus pakai foto kopi KTP untuk membeli gas melon digulirkan.

Pemerintah beralasan syarat itu bertujuan agar gas melon bersubsidi betul-betul jatuh ke tangan warga miskin. Namun aturan tersebut menuai penolakan masyarakat karena selain memicu masalah baru, tujuannya juga tidak jelas.

Kalau tujuannya supaya gas tiga kilogram betul-betul dinikmati rumah tangga miskin, ini jadi pertanyaan baru, “apa parameter yang dipakai untuk menentukan miskin, menengah dan kaya??”

Lalu apakah pemerintah punya data kelompok-kelompok tersebut dan bagaimana mekanisme pengawasannya. Membeli gas dengan syarat fotokopi KTP, juga menimbulkan kesan ‘lucu’ karena kartu tanda penduduk tidak mencantumkan tingkat ekonomi seseorang, kaya atau miskin. Tujuan pemerintah membatasi subsidi hanya untuk warga tak mampu, bertujuan supaya subsidi hanya dinikmati oleh warga yang berhak.

Gas ukuran 3 kilogram bukan untuk restoran besar, atau orang kaya. Tetapi pemerintah sampai kini tidak siap menyusun mekanisme serta kriteria siapa yang berhak membeli gas bersubsidi.

Akhirnya gas bersubsidi dinikmati oleh semua kalangan, dan ini realita yang terjadi. Muncul persoalan baru, gas 3 kilogram sering menghilang akibat ditimbun oleh spekulan.

Selain itu, bermunculan bisnis haram penyuntikan dan pengoplosan gas. Akibatnya terjadi kekacauan karena gas langka dan harganya melambung tinggi. (Rml)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *