Menilik Prinsip Dasar Pengadaan Barang Jasa Pemerintah

Oleh: Agung Sugenta

Pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 telah mengamanatkan bahwa salah satu tugas pokok pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa adalah menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dimulai, pakta integritas sendiri adalah surat yang berisikan ikrar untuk mencegah dan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme(KKN) dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

Oleh sebab itu pengadaan barang dan jasa perlu dilakukan secara transparan dan objektif sehingga akan menghasilkan seleksi yang terbaik dan hasil yang terbaik. Transparasi atau keterbukaan informasi merupakan komponen penting dalam mengurangi terjadinya korupsi. Sementara, selama ini kesannya panitia bekerja secara tertutup dan tidak adil, buktinya dalam menjalankan tugasnya panitia tidak pernah melakukan desiminasi informasi yang diperlukan oleh masyarakat termasuk pemerhati.

Perlunya keterbukaan tentang pengalaman dalam melaksanakan proyek yang bersifat spesifik, nama baik perusahaan, serta nama baik direktur dan pemilik perusahaan. Sehingga dapat diyakinkan pelaksanaan proyek tersebut adalah perusahaan yang terbaik, yang dapat memberikan kualitas produk/jasa yang terbaik dan dapat mengurangi kecurangan, kolusi dan korupsi.

Pada proyek konstruksi misalnya perlu ada suatu kegiatan evaluasi pengadaan, di mana analisis harga satuan merupakan salah satu bagian yang dinilai perlu perhatian bagi penyedia untuk mewujudkan produk atau item pekerjaan terkait tata cara pengukuran hasil kerja, karena di dalamnya berkaitan erat dengan dokumen tender, apabila kurang cermat maka akan dapat menimbulkan kesalahan dan menimbulkan “suatu kerugian”.

Menjadi perhatian berbagai penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa publik:

1. Lelang tertutup, meskipun lelang terbuka, proses tersebut sebenarnya bersifat “Tertutup”, dengan persyaratan tender yang sudah diarahkan kepada penyedia barang tertentu. Panitia memberikan memberikan keistimewahan pada kelompok tertentu.

2. Mark-up harga, harga yang ditawarkan seharusnya berupa estimasi penawaran berdasarkan rincian teknis pengadaan, namun harga dimanipulasi, baik oleh si penyedia barang maupun pejabat publik untuk meningkatkan keutungan yang diperoleh penyedia barang. Dapat dilihat harga penawaran mendekati HPS bahkan menggunakan harga satuan yang tidak standar, Panitia dikendalikan oleh pihak tertentu.

3. Tidak efisien karena perencanaan yang buruk, perencanaan proyek sengaja dibuat dengan kualitas yang diprediksi akan mengalami kerusakan dalam waktu yang lebih cepat.

4. Suap, tender dimenangkan oleh satu penawar dan memberi hadiah atau “success fee”.

Dampak akibat korupsi dalam pengadaan barang dan jasa 

1. Dampak finansial pembebanan atas biaya pembelanjaan dan perbaikan kepada pemerintah

2. Dampak ekonomi dengan tinggi biaya pelaksanaan akibat tinggi korupsi dapat mengancam pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja.

3. Turunnya kepercayaan kepada pemerintah, masyarakay akan menilai bahwa pemerintah tidak dapat dipercaya.

4. Korupsi membuat kurangnya kompetisi yang akhirnya mengarah kepada kurangnya daya inovasi, perusahaan-perusahaan yang bergantung pada hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber dayanya untuk melakukan inovasi.

5. Mutu pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan harapan, rata-rata pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan tidak mempunyai umur yang panjang, terutama pada sektor konstruksi. Hal ini diakibatkan karena pengusaha mengejar keuntungan yang cukup besar.

Pecegahan Praktek Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa 

Yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan praktek korupsi pengadadaan barang dan jasa pemerintah adalah:

1. Adanya peningkatan transparasi dalam proses pengadaan barang dan jasa misalnya melalui pengumuman kepada masyarakat melalui papan informasi melalui internet atau melalui penyelenggaraan dengar pendapat (sesuai dengan kebutuhan daerah).

2. Pelaksanaan proses pemantauan membentuk tim pemantau independen yang diakui secara formal oleh institusi publik.

3. Memberikan peningkatan kapasitas(capacity building), bagi para kontraktor lokal dengan berbagai program pelatihan dan sosialisasi mengenai kompetensi teknis dan manajemen.

4. Masyarakat pemerhati mengiatkan diri pada aksi peniup pluit (whisstleblower) atau watchdog. Karena masyarakat yang akan menjadi user dari hasil pekerjaan yang dilaksanakan, maka secara moral masyarakat dituntut keperduliannya untuk melakukan pengawasan. Pemerintah dituntut pula untuk memberi akses yang luas kepada masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai proyek pengadaan barang dan jasa.

Sebaiknya pula masayarakat diberi sosialisasi mengenai proyek yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat sendiri menjadi safequarding bagi keberhasilan proyek pengadaan barang dan jasa.

Sebagi komitmen menuju tata pemerintahan yang baik, menyehatkan sistem pengadaan barang dan jasa adalah tawaran mutlak, tidak ada kata wait and see. Akhirnya kita harus selalu mengingat satu judul lagu dari scorpion “The wind of change” dimana kita harus meniupkan angin perubahan pada sektor pengadaan barang dan jasa. **

Penulis adalah wartawan sinarlampung.com biro Pesawaran

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *