Pesawaran (SL)-Masyarakat Kecamatan Kedondong meminta pemerintah segera menghentikan aktifiats tiga perusahaan tambang emas, yang hingga kini masih beroperasi. Warga minta tambang tambang emas itu dikembalikan kepada masyarakat. Sesuai aksi unjukrasa warga di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung, Senin (18/2/2019) lalu.
Puluhan warga sebagai utusan masyarajag mendatangi rumah Sutan Marga Way Lima Kedondong Sebastian, atas nama masyarakat perwakilan dari desa Babakan Loak, Desa Sinar Harapan, dan Desa Harapan Jaya dan ketiga desa berada di Kecamatan Kedondong lain tetap menuntut pemberhentian perusahana-perusahaan tambang yang masih saja beroperasi, yaitu PT KBU (Karya Bukit Utama, PT NUP (Napal Urban Picung), PT LSB (Lampung Sejahtera Bersama).
Mawan kordinator dari masyarakat mengataka masyarakat meminta agar tambang-tambang yang di kuasai oleh perusahaan dikembalikan kepada masyarakat untuk dikelola demi kesejahteraan masyarakat mereka dan menjadi tambang masyarakat.
“Tiga perusahaan tambang itu masih beraktifitas, berarti aksi kami di kantor dewan Provinsi Lampung tidak digubris, di KBU dan NUP malah mendatangkan eksapator untuk menggali tanah lagi, dan melewati kampung kami. Bahkan perusahan justru menambah personil dan memperketat penjagaan security, dan mereka menggunakan aparat dari Brimob dan Marinir sekarang,” tambah Mawan.
Setelah berembuk dengan Sebastian, Minggu depan masyarakat akan mendatangi Dinas Pertambangan ESDM, Bupati Pesawaran dan Ketua DPRD Pesawaran untuk dibuatkan peraturan daerah (perda) penutupan tambang emas yang di kelola oleh perusahaan.
“Masyarakat masih bisa mengelola tambang yang berada di kecamatan kedondong, yang saat ini perusahaan masih mendatangkan pekerja asing dari cina untuk mengelola tambang,” katanya.
Selain pengelolaan, masyarakat menuntut pengambil alihan tambang ini juga, untuk kesejahteraan masyarakat yang keberada dimana tambang itu. “Selama ini masyarakat penambang dipersilahkan menambang dengan syarat membayar lokasi tambang kepada pihak perusahaan dengan jumlah 300 ribu rupiah per hektar, alasan perusahaan mengambil bayaran untuk bayar pajak ke pemerintah,” katanya.
Menurut informasi khusus PT. KBU ini sudah diberhentikan sementara seluruh aktifitas usaha pertambangannya selama 1 tahun, dan sanksi itu diberikan oleh Dinas ESDM Provinsi Lampung setelah adanya inspeksi lapangan dari Inspektur Tambang Direktorat Teknik Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM pada 12 Mei 2018. Namun sanksi tersebut tidak diindahkan oleh mereka.
Selain tidak memperdulikan sanksi dari Kementerian ESDM, PT. KBU juga tidak membayarkan landgren (iuran tetap) dan royalti kepada Pemerintah Provinsi Lampung, yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejak tahun 2014. (*/red)
Tinggalkan Balasan