Pemilu Serentak 2019 Role Model Pemilu Masa Mendatang

Oleh : Ardiansyah

Pesta demokrasi terakbar yang dilaksanakan Bangsa Indonesia setiap lima tahun sekali untuk memilih anggota legislatif di setiap tingkatan serta memilih orang nomor satu di negeri yang popular dengan sebutan Gemah Ripah Loh Jinawi ini diwujudkan dalam bentuk Pemilihan Umum (Pemilu).

Ada yang berbeda dalam pelaksanaan Pemilu pada tahun 2019 ini. Yakni, gelaran pemilihan anggota legislatif untuk tingkat DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi, maupun Pusat, dan pemilihan anggota DPD RI dibarengi dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI secara serentak.

Menyikapi hal tersebut, tentunya, diperlukan perangkat penyelenggara Pemilu yang memiliki kapabilitas, kredibilitas, dedikasi, kinerja, serta mobilitas yang ekstra tinggi guna mewujudkan Pemilu yang aman, damai, dan bermartabat.

Diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017, tentang Pemilihan Umum, penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh tiga badan penyelenggara yang saling terintegrasi, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

Ketiga badan penyelenggara Pemilu yang disetujui melalui Rapat Paripurna DPR-RI, medio 21 Juli 2017 lalu dan disahkan Pemerintah RI, pada 15 Agustus 2017, memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda, meskipun dilindungi dalam payung hukum yang sama, yakni UU No. 7/2017.

KPU menjadi badan penyelenggara teknis tahapan kepemiluan. Sementara Bawaslu, dikonsentrasikan pada pengawasan tahapan penyelenggaraan kepemiluan. Guna mengawasi dan mengimbangi (check and balance) kinerja dari dua badan penyelenggara yang disebutkan terdahulu, KPU dan Bawaslu, merupakan tupoksi dari DKPP.

Dalam hal mengatasi permasalahan persengketaan kepemiluan yang mengarah pada tindak pidana Pemilu, pemerintah membentuk Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), dengan mengintegrasikan Bawaslu, Kejaksaan, dan Kepolisian. Keberadaan Sentra Gakkumdu ini dimaksudkan untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu.

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia berlandaskan pada asas Jujur dan Adil (Jurdil), serta Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia (LUBER), seperti diamanatkan dalam undang-undang.

Ada penyelenggara, tentu juga ada kontestan. Dalam hal penyelenggaraan Pemilu, yang menjadi kontestan dan/atau peserta Pemilu, seperti diatur dalam undang-undang kepemiluan, ialah partai politik yang lolos verifikasi, calon anggota legislatif di setiap tingkatan, calon anggota dewan perwakilan daerah, serta pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang kesemuanya ditetapkan melalui Peraturan KPU.

Dalam setiap tahapan yang wajib dilalui kontestan peserta Pemilu, ada indikator penting yang tidak boleh luput dari perhatian dan pengawasan. Yaitu, indeks kerawanan tempat pemilihan suara (TPS) yang berdampak pada terhambatnya visi dan misi Pemilu aman, damai, serta bermartabat dengan berlandaskan asas pelaksanaan yang LUBER dan JURDlL.

Indikator kerawanan tersebut ditimbulkan dari adanya kemungkinan praktik politik uang; keterlibatan aparatur sipil negara (ASN), TNI dan Polri yang memobilisasi massa serta memfasilitasi kontestan peserta Pemilu; kampanye terselubung yang dilakukan kontestan dalam masa tenang; pendistribusian logistik di wilayah terpencil dan jauh dari jangkauan serta pemantauan; hingga manipulasi data pemilih dalam penghitungan suara. Indeks kerawanan Pemilu ini sangat berpotensi terjadi di TPS.

Untuk itu, langkah antisipasi guna memutus mata rantai indeks kerawanan Pemilu menjadi tugas dan kewajiban khusus badan penyelenggara, dalam hal ini Bawaslu. Guna memperpendek rentang kendali pengawasan Pemilu di TPS, Bawaslu mengambil langkah dengan melegalisasi relawan independen pemantau Pemilu serta jaringan masyarakat yang turut serta mengawasi mekanisme dan tahapan pelaksanaan pemilihan umum, dengan sebelumnya lolos verifikasi KPU.

Pada Pemilu Serentak 2019 ini, tercatat lembaga independen pemantau Pemilu yang melibatkan komunitas masyarakat, diantaranya Masyarakat Pers Pemantau Pemilu (MAPPILU), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Laskar Anti Korupsi Indonesia, dan Pijar Keadilan, serta Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI).

Dengan sinergisitas seluruh badan penyelenggara Pemilu beserta lembaga independen yang melibatkan masyarakat untuk melakukan pengawasan, tentu akan mempersempit ruang dan gerak kontestan peserta Pemilu yang dimotori mesin partai beserta simpatisan tim pemenangannya yang hendak berperilaku curang dengan indikator indeks kerawanan Pemilu.

Dengan demikian, Pemilu Serentak yang akan dilaksanakan pada 17 April 2019 nanti dapat terselenggara dengan mengedepankan prinsip kemandirian, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. Harapan mewujudkan pesta demokrasi yang adil, aman, dan bermartabat, pada Pemilu Serentak 2019, dapat terealisasi dan dijadikan rujukan sebagai role model (contoh dan panutan) pelaksanaan Pemilu di masa mendatang.  17 April 2019, Ayo ke TPS !

penulis adalah wartawan Media Siber Sinarlampung.com Biro Lampung Utara

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *