Cilegon (SL)-Orangtua calon praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Bandung, Badia Sinaga (42) mempersoalkan sistem seleksi penerimaan di tahun ajaran 2019, yang diduga terdapat unsur kecurangan oleh oknum panitia.

Demikian diungkapkan Badia, saat menjelasakan 3 hal yang dianggap menjadi dasar upaya kecurangan yang dilakukan dan diketahui pasca pengumuman pada Sabtu (31/8/2019) lalu. Diantaranya soal tinggi badan, kesehatan yang mengada-ada dan tidak masuk warning.
“Pertama, tinggi badan anak saya saat pengukuran di Banten 162 cm, namun ketika pengumaman terakhir menjadi 158 cm. Ketika Saya minta ukur ulang ke panitia, mereka tidak mau dengan alasan sudah rapat pleno. Kalau saya tahu tingginya 158 gak mungkin saya dorong ke sana,”ungkapnya.
Kedua, lanjut Badia, saat anak saya menjalani medical chek up di daerah tidak muncul penyakit bronkitis. Tiba-tiba dikatakan anak saya punya penyakit penyakit bronkitis. Kemudian ketiga, anak saya tidak diberi warning, artinya waspada peringatan. Padahal, ada 6 anak di Banten yang diberi warning, yakni 2 orang anak perempuan dan 4 laki-laki. “Kenapa anak saya tidak?,” ujarnya.
Menurut Badia, jadwal pemberian warning diberikan pada Jum’at (30/8/2019), namun anaknya tidak diberikan warning tersebut. Sehingga tiba-tiba sehari kemudian pada saat pengumuman anaknya yang merupakan utusan Kota Cilegon dinyatakan gagal.
“Kuota Provinsi Banten ada 32, sedangkan peserta yang dikirim hasil seleksi di daerah sebanyak 35. Dua utusan dari Kota Cilegon dinyatakan gagal semua, sedangkan yang bukan, anak saya dapat warning itu,” jelasnya.
Untuk itu, Badia berupaya menemui perwakilan rektor 3 IPDN, Hyronimus Rowa untuk mempertanyakan tiga hal yang merupakan kejanggalan yang diterima anaknya tersebut.
“Tapi rektor 3 hanya mengatakan kalau itu kewenangan tim seleksi. Namun ia berjanji akan mempertemukan saya dengan tim seleksi, tapi dia kabur. Kan gak jelas, masa pendidik calon pejabat pemerintahan macam itu,” tegasnya.
Badia berharap ada penjelasan secara resmi dari pihak IPDN Jatinangor soal kejanggalan hasil pengumaman yang membuat anakanya dinyatakan gagal.
“Saya hanya butuh penjelasan, ukur ulang tinggi badan anak saya dengan 32 perwakilan Banten lainnya, termasuk kenapa anak saya gak dapat warning. Dan lakukan cek kesehatan ulang, benar tidaknya penyakit bronkitis itu. Saya tahu anak saya berprestasi, tapi kalau gagal karena sistem yang gak jelas ini akan saya ungkap dan usut terus,” tandasnya. (Suryadi)
Tinggalkan Balasan