Menkopolkam Aja Ditusuk Apalagi Wartawan?

Oleh: Juniardi SIP, MH

KABAR Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM Jenderal TNI (Pur) Wiranto mengalami penyerangan menggunakan senjata tajam, di wilayah Menes, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019) siang yang vidio perstiwa itu dengan cepat beredar luas. Berbagai pandangan simpati hingga Nyinyir pun bergayung sambut.

Mantan Panglima TNI itu diserang oleh 2 orang pelaku masing-masing berinisial SA dan FA disebut menggunakan senjata tajam yang terkonfirmasi sebagai kunai, sejenis pisau kecil dengan ujung lancip dan tajam di kedua sisinya. Konon akibat serangan itu, sang jenderal itu mengalami luka tusuk yang cukup serius hingga membuatnya harus dirujuk ke RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta, setelah mendapatkan perawatan darurat di RS Berkah, Pandeglang.

Kabar penyerangan terhadap pejabat negara yang sudah eksis sejak jaman kepemimpinan Presiden Soeharto ini, masyarakat banyak yang tidak bersimpati, bahkan menyebutnya sebagai kejadian yang direkayasa (kompas.com). Salah satunya disampaikan oleh akun @Nazar81019243 di Twitter. “Enggak percaya. Di situ ada TNI dan orang-orang dekat Pak Wiranto, kok kayak tidak ada reaksi terhadap pelaku,” tulisnya.

Komentar lain juga menyoroti soal Wiranto yang dikabarkan kehilangan darah sebanyak 3,5 liter. “Mungkin Pak Wiranto termasuk manusia super. Enggak kebayang kehilangan 3,5 liter darah masih hidup. Sungguh manusia super, super ngibul,” kata @FahmiFaqih_ID.

Psikolog Sosial Hening Widyastuti, menyebutkan kesinisan masyarakat akan musibah yang dialami oleh Wiranto disebabkan oleh jabatan politiknya sebagai Menko Polhukam yang banyak dikaitkan dengan banyaknya kekacauan di tanah air. Mulai dari demo mahasiswa, kericuhan di Wamena, dan lain sebagainya.

Sementara menurut Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada Koentjoro kesinisan ini disebut sebagai agresivitas yang terpendam. Jadi begitu ada kabar, itu meledak sebagai suatu kegembiraan. Ini semuanya adalah dampak dari yang kemarin-kemarin, pemilu kemarin. Ini hubungan dari, kalau istilah saya, terjadi echo chambering yang kemudian membuat bias kognitif.

Kepolisian mengeluarkan sanggahan dan menolak jika peristiwa yang dikabarkan melukai 3 orang itu disebut sebagai rekayasa. Tidak mungkin, tidak mungkin ya ada pihak-pihak yang rekayasa. Jaringannya (kelompok terorisme) cukup banyak, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Yang kemudian Pihak keamanan Negara (Polri) menutup dengan berburu teroris.

Presiden Joko Widodo bersama kabinenya, langsung menyerukan masyarakat untuk bersama-sama memerangi radikalisme dan terorisme menyusul insiden penusukan yang menimpa Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10). Presiden mengajak bersama-sama untuk memerangi radikalisme dan terorisme di tanah air.

Jokowi juga meminta aparat membongkar jaringan yang terkait dengan peristiwa tersebut.Jokowi telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BIN Budi Gunawan dengan dukungan TNI untuk mengusut tuntas dan menindak tegas para pelaku.

Penyerangan Menkopolkam diserang di tempat umum, ini tidak lazim. Pemerintah dan Kabinet Presiden Jokowi kompak menyebut serangan kelompok radikal. Bahkan kini terkait pelakupun simpang siur statusnya, dai jaringan JAD hingga orang stress. Luka Pak Wiranto-pun berbagai ragam, dari hingga operasi usus yang di potong, hingga hanya luka jari kelingking.

Terlepas dari hal itu semua, saya hanya menyoroti soal jaminan keamanan. Padahal, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, begitulah bunyi pasal 28 G ayat 1 UUD 1945 kita.

Didalam pasal itu terdapat penjaminan bahwa seluruh warga negara akan mendapatkan perlindungan dan kebebasan atas rasa aman dan seluruh kepemilikan atas dirinya. Namun jika ditinjau dari segi realita, semua ini masih jauh dari kenyataan. Masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang menjauh dari bunyi pasal tersebut dan belum tercipta kamanan di dalam kehidupan berbangsa bernegara.

Terlebih lagi jika dipandang dari segi kepemilikan, masih banyak kejadian-kejadian yang belum menunjukkan adanya penjaminan kepemilikan seseorang. Masih banyak perampokan, penodongan, penjambretan, pemerkosaan, dan lain-lainnya. Itulah diantaranya yang terjadi di dalam kenyataan masyarakat kita.

Diperlukan petinggi negara yang lebih tegas dalam menjalankan konstitusi dan menegakkan semuanya agar tercipta keamanan bagi seluruh rakyat. Karena Negara harus hadir dalam memberikan jaminan pada setiap orang, jaminan keamanan, kenyamanan, dan kebebasan hingga seterusnya agar kehidupan dapat berjalan dengan normal, perekonomian lancar, sehingga semua berjalan baik-baik saja.

Negara juga harus bertanggung jawab atas rasa keamanan dan kenyamanan seluruh masyarakatnya, meski untuk mencapai itu dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Membayangkan sekelas Menkopolkam diserang di tempat umum. Tetanggaku bilang “Sekelah Menkopolkam aja diserang, apalagi cuma kamu Wartawan, dan kami rakyat biasa??. ***

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *