Polres Pesawaran Kena Praperadilan Digugat Rp11 Miliar

Pesawaran (SL)-Seorang Ibu rumah tangga, Mini Astuti, melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan prapradilan ke Pengadilan Negeri Gedong Tataan, dengan tergugat Kapolres Pesawaran atas dugaan salah tangkap dan proses upaya paksa, hingga proses hukum anak kandungnya, Parijal Latif. Gugatan diajukan sejak Senin, 9 Desember 2019, dengan perkara Nomor:1/PID.Pra/2019/PN.Gdt, dengan jumlah kerugian Rp11 miliar.

Tiga hal yang menjadi dasar pengajuan praperadilan, diantaranya penetapan tersangka dan melakukan upaya paksa tanpa prosedural yang benar, yaitu tanpa memeriksa terduga pelaku terlebih dahulu, baik sebagai terperiksa, status sebagai saksi, dan sebagai tersangka. “Klien kami langsung ditangkap, meski bukan tertangkap tangan, dan tidak pernah sebagai terlapor,” kata kuasa hukum Mini Astuti, David Sihombing, Sabtu (14/12/2019)

Hal kedua, kata David, sebagai alasan diajukan gugatan karena pengumpulan bukti Termohon Polres diduga hanya berbentuk karangan saja pada tahap penyelidikan, dan setelah Parijal Latif ditangkap, kemudian diduga dipaksakan penciptaan bukti, karena tersangka Parijal Latif tidak pernah sebagai terlapor, dan pada saat kejadian, Parijal Latif tidak di TKP.

Hal terakhir rujukan dasar pengajuan gugatan disebabkan tidak ada permulaan yang cukup sebagai alat bukti dan tidak ada barang bukti physical evidence/real evidence menetapkan tersangka sesuai pasal yang disangkakan “Sesuai Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU–XII/2014 jo Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana,“bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP harus dimaknai “minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal184,” katanya.

“Yang tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence yang tentunya tidak dapat terlepas dari pasal yang disangkakan,” jelas David Sihombing.

Mini Astuti mengatakan anaknya baru selesai dioperasi tidak mungkin sebagai pelaku, dan tidak mungkin ciri-ciri pelaku sama dengan anaknya, karena waktu yang dianggap persis kejadian, anaknya tidak keluar rumah dari sore hingga pagi hari.

“Anak saya bersama saya tanggal 20 September 2019 hingga 21 September 2019 pagi hari, malah malam 20 September 2019 anak saya tidak keluar rumah. Anak saya tidur bersebelahan dengan tempat tidur saya dan bapaknya, hanya pembatas lemari, rumah kami kecil, jadi tidak mungkin anak saya pelaku, apalagi rumah saya dengan pondok itu sangat jauh,” kata Mini Astuti.

Menanggapi gugatan itu, Kapolres Pesawaran, AKBP Popon Ardianto Sunggoro, menyatakan berterimakasih atas adanya kontrol dari luar. Dirinya telah meminta penjelasan Kasat Reskrim, bahwa tindakan penyidik sudah prosedural. “Insya Allah, kita amanah, dan tidak Zholim, “ ujar Kapolres kepada wartawan.

Parijal Latif ditanglap atas dugaan kasus pidana pencurian dengan pemberatan dan perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur sekira pukul 02 WIB tanggal 21 September 2019. Kejadian dianggap terjadi di dalam ruangan tempat tidur Asrama Perempuan Pondok Pesantren Muhammad Daud. Empat orang siswi yang masih dibawah umur sebagai korban cabul malam itu.

Ruangan tempat tidur Korban dimasuki orang tak dikenal, dan pada saat mereka tidur lelap, celana dalam mereka digunting hingga lepas serta pelaku bebas berbuat cabul malam subuh itu. Sesuai surat penangkapan tanggal 23 November 2019, Tersangka diancam pasal 82 Ayat (1) Perpu Nomor 1 Tahun 2016 jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak joPasal 363 Ayat (1) KUHP. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *