Introspeksi Indeks Kemerdekaan Pers Lampung: Apa Kita Bisa Perbaiki!

Oleh: Ilwadi Perkasa

 

Teman sejawat pers yang terhormat. Sebentar lagi kita akan memasuki tahun baru 2020, sebuah tahun dengan deretan angka-angka yang cantik: Double 20. Semoga di tahun yang cantik itu, kita semua diberikan kesehatan dan limpahan rezeki yang banyak. Silakan diaminkan!

Namun ada baiknya kita  kembali membuka sejenak catatan atau dokumentasi berita yang pernah kita turunkan di media kita masing-masing. Yakni tentang rendahnya Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Lampung.

Seperti  kita ketahui, IKP Lampung tahun 2019 berada pada posisi kedua terendah atau ke-33, dari 34 provinsi di Indonesia. Skor IKP 2019 Lampung di bawah angka 70 (67,92) dari rata-rata nasional 73,71. IKP terendah berada di Papua dan tertinggi Sulawesi Tenggara (84,84).

Tak ada kehebohan dari perengkingan IKP yang dirilis Dewan Pers tersebut. Tidak ada keterkejutan atau luapan kekecewaan (ungkapan rasa malu karena seharsunya kita malu). Pun nyaris tak ada yang merasa tertampar lalu berusaha menawarkan solusi untuk memperbaiki IKP yang memalukan tersebut. Kalau pun ada, nyaris tak menimbulkan “ledakan”.

Kita semua seperti “tahu sama tahu”, bahwa raihan IKP yang sangat buruk tersebut adalah karena ulah atau prilaku pers di Lampung sendiri. Untuk paragraf ini, jika dirasa terlalu keras, saya mohon maaf kepada rekan sejawat semua.

Beruntung, mantan Ketua Dewan Per periode 2013-2016 Bagir Manan tidak menertawakan pers di sini. Pak Bagir, dengan kebesaran jiwanya meminta praktisi pers di Lampung tak perlu menangisi hasil yang buruk tersebut.

“Itu hal biasa saja. Ini hanya persepsi dari sebuah hasil survey, yang dapat diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya. Jadi, tolong ini ditingkatkan,” ujar Prof. Bagir Manan, pada acara Sosialisasi Hasil Indeks Kemerdekaan Pers yang digelar Dewan Pers, Kamis (28/11) di Hotel Horison, Bandarlampung.

Menurut Bagir Manan, praktisi pers perlu memahami bahwa kemerdekaan pers tak melulu terancam oleh faktor-faktor eksternal. Sebab, ancaman kemerdekaan pers juga bisa terbentuk dari faktor internal, bahkan oleh prilaku pers itu sendiri.

“Ancaman dari faktor internal ini seharusnya bisa diperbaiki dengan melakukan langkah-langkah pembenahan. Beda dengan eksternal, kita hanya bisa mengimbau,” ujar Bagir Manan.

Lebih jauh Bagir Manan menyatakan, indeks kemerdekaan pers sangat terkait dengan pengetahuan dan karakter (kualitas). “Pers yang miskin dan terbelakang tidak mungkin merdeka,” tegasnya.

Pers yang miskin dan terbelakang rentan tak merdeka, karena akan sangat bergantung pada kepentingan kelompok seperti kepada pemerintah daerah.

Menyimak pernyataan Pak Bagir di atas, saya jadi ingat beliau pernah menyatakan atau lebih tepatnya menyarankan agar pers tidak melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah. Sebab, hal demikian bisa menyandera kebebasan dan kemerdekaan pers itu sendiri. Inilah, barangkali yang dimaksud dengan ancaman internal yang sebenarnya bisa kita perbaiki sendiri.

Apa kita bisa!

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *