KI Tanpa Perwakilan Perempuan dan Wartawan

Oleh: Wirahadikusumah

Saya mendapatkan informasi. Kemarin pagi (26/1/2020). Tentang nama-nama yang akan menjabat komisioner. Di Komisi Informasi (KI) Lampung. Periode 2020-2024.

Tentu saya belum percaya 100 persen. Dengan informasi itu. Tentang kelima nama calon komisioner KI itu. Yang rumornya sudah diputuskan Komisi I DPRD Lampung itu.

Sebab, hingga saat ini, belum ada pengumuman resminya. Meskipun memang, sudah beberapa orang yang menyatakan kebenaran informasi itu. Kepada saya. Terkait lima nama itu.

Jika informasi lima nama calon KI yang beredar itu benar, jujur saya kecewa. Mungkin yang lainnya juga. Terutama kalangan perempuan. Juga wartawan.

Sebab, dari kelima nama yang beredar itu, tak satupun ada keterwakilan perempuan dan wartawan.

Memang tidak ada syarat mutlak, komisioner KI harus ada keterwakilan keduanya. Kendati begitu, menurut saya, idealnya komisioner KI ada keterwakilan perempuan dan wartawan.

Kenapa harus ada perempuan?

Karena saya melihat komposisi lembaga publik yang ada di negara ini. Banyak yang menyediakan kuota perempuan dalam keanggotaannya.

Tengoklah KI Pusat. Ada keterwakilan perempuannya. Atau KPU Lampung, Bawaslu Lampung. Juga lainnya.

Bahkan, partai saja disyaratkan menyediakan kuota 30 persen. Untuk keterwakilan kaum perempuan.

Karena itulah, keterwakilan perempuan juga menurut saya harus dipertimbangkan. Jangan sampai ada kesan bias gender di KI nantinya.

Lalu kenapa harus ada keterwakilan wartawan?

Tentu karena saya wartawan. Yang tahu kompetensinya. Terlebih, empat nama wartawan yang lolos 15 besar calon KI itu, tak saya ragukan kemampuannya. Mereka semua senior saya.

Jika ada wartawan Lampung yang tidak tahu dengan empat senior saya itu, maka saya simpulkan mainnya kurang jauh. Pulangnya juga kurang malam.

Nah, mengapa di KI idealnya harus ada komisioner berbasis wartawan? Itu karena wartawan memiliki kemampuan dalam menginformasikan terkait kinerja KI. Kepada publik.

Tengok saja selama ini, apa yang dilakukan KI belum tersebar luas di publik. Mulai dari kapan ada sidang sengketa informasi, hingga kegiatan lainnya di KI, apakah sudah massif informasinya tersebar?

Saya menduga, itu terjadi karena tidak ada keterwakilan komisioner yang bisa meng-hire KI ke publik.

Padahal, sebagai lembaga publik, KI harus transparan dalam informasi. Harus terbuka terhadap publik.

Jangan malah kesannya KI menuntut lembaga publik terbuka, tetapi KI-nya sendiri tidak.

Misal, ada sengketa informasi. Jika laporan masyarakat itu ditolak, harus dijelaskan kepada publik. Pun jika prosesnya berlanjut ke persidangan. Informasikan!

Jangan malah diam saja. Atau hanya mengerjakan rutinitas saja. KI harus memberi contoh kepada publik. Sebagai lembaga yang terbuka terhadap publik. Tarnsparan terhadap informasi.

Nah, profesi yang bisa meng-hire KI untuk itu adalah wartawan. Itulah mengapa saya berharap ada komisioner KI nantinya yang berbasis wartawan.

Saya ingat zaman KI Lampung periode pertama. Yang kala itu ketuanya adalah Juniardi. Mantan wartawan Lampung Post. Yang kini menjadi Pemimpin Redaksi media online Sinar Lampung.

Kala itu, minimal sekali dalam sepekan, Juniardi membuat release tentang KI. Yang di-share olehnya ke semua media. Menginformasikan apa saja yang dilakukan KI. Sehingga informasinya menyebar luas ke publik.

Apa yang dilakukan Juniardi itu harus juga dilakukan KI. Karenanya, komisoner KI nanti haruslah yang memiliki kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman, untuk lembaga publik ini.

Terlebih, salah satu fungsi KI adalah hakim. Dalam memutus sengketa informasi. Karenanya, butuh orang yang berwibawa dan bermartabat untuk menjadi komisionernya.

Saya juga melihat, pertaruhan kinerja KI Lampung ke depan ada di komisioner yang terpilih nanti. Karenanya, saya berharap, apa yang saya jabarkan tadi tidak terlupakan.

Semoga saja lima nama yang saya dapat itu hanya rumor belaka.

**Wirahadikusumah adalah Pimred Rilis Lampung

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *