Bandar Lampung (SL)-Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung berjanji akan menelusuri kembali berkas perkara dugaan korupsi PT Perkebunan Nusantara (PTPN VII), yang merugikan negara sebesar Rp40 Miliar. Kasus itu raib dari pantauan publik. Kasus dugaan tipikor pada pengadaan Instalasi Unit Gantry Crane Kapasitas Siklus 84 T/J dan unit Side Carrier sebagai Alat Transportasi Penghubung Cane Feeding Table Existing pada Areal Cane Yard 30 x 70 Meter sampai dengan Kommisioning dan Siap Dioperasikan di Pabrik Gula Bungamayang 2013-2014.
Kasusnya sempat di proses Kejati Lampung tahun 2016. Dan kini Kajati Lampung berdalih masih masih mencari berkas kasusnya untuk di telaah ulang. Kasipenkum Kejati Lampung, Ari Wibowo, mengatakan data dugaan tindak pidana korupsi pada Proyek Gantri tahun anggaran 2013 sampai 2014 senilai Rp40 miliar dimaksud sedang dicari karena belum diketemukan.
“Jika data terkait sudah ditemukan tanggapan Kejati Lampung akan segera disampaikan, kami mohon bersabar, dalam waktu dekat ini akan kita beri informasi. Apabila sudah ditemukan nanti akan kita telaah kembali perkaranya,” kata Ari Wibowo, kepada wartawan, Rabu (29/1)
Kegiatan pengadaan instalasi unit Gantry Crane kapasitas siklus 84 T/J dan unit Side Carrier sebagai alat transportasi penghubung Cane Feeding Table Existing pada areal Cane Yard 30×70 meter sampai dengan Kommisioning dan siap di oprasionalkan di pabrik gula Bungamayang, Lampung Utara itu terindikasi menyimpang.
Dalam proses awal lelang, adanya dugaan pengaturan dan kongkalingkong antara pihak institusi dan pihak ketiga yang mengerjakan. Dari proses lelang sampai ditunjuk pemenang sudah diatur, bahkan adanya dugaan mark-up pembelian alat tersebut dan tidak baiknya barang telah dibeli oleh pihak ketiga anehnya sudah diketahui barang tersebut adalah barang bekas.
Ditambah lagi adanya kejanggalan dalam proses lelang tidak ada atau tidak diisi kolom harga satuan dan jumlah harga dalam penawaran yang disampaikan oleh semua peserta lelang, hanya menyebutkan sub total bahan, jasa, ongkos angkut, dan sewa Crane.
Akibatnya tidak diketahui perbandingan harga satuan untuk tiap -tiap barang (apple to apple) yang ditawarkan oleh penyedia jasa, nampak jelas sekali adanya dugaan kerjasama dengan panitia lelang yang dibuktikan dengan kesamaan format penawaran termasuk detainya yang menunjukan dokumen lelang dibuat dan dikerjakan oleh orang yang sama.
Aliansi Keramat Lampung meminta kepada aparat penegak hukum untuk segera menangkap pihak yang terlibat atas dugaan korupsi yakni Agusti Fajar sebagai Durut PT. Purnama Bohler Technologi pemenang lelang, Manager Bungamayang Sukarnoto, Direktur Pemasaran dan Renbag PTPN VII Rafael Parasian Sibagariang, dan Direktur PTPN VII saat itu Kusumandaru NS.
Kasus ini sebenarnya sudah lama, tahun 2016, namun tak kunjung terungkap. Bahkan pernah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Lampung. Namun lagi-lagi, tak jelas bagaimana ujung penanganannya. Diduga negara dirugikan Rp40 miliar dalam kasus ini. PTPN VII mengatakan, pengadaan instalasi unit gantry crane dan unit side carrier ini terang benderang merupakan kasus korupsi. “Sejak awal siapa pemenang dan siapa yang ikut tender telah diatur,” katanya
Dari bukti dokumen lelang nomor 7.11/H/PEL-TB/UND/162/2013, perusahaan yang ikut lelang yakni PT. Triwijaya Gema Lestari, PT. Dahana Surya Perkasa, PT. Purnama Bohler Tecknologi, PT Karya Bersama Sentosa Abadi, dan PT. Santa Birma Nagasaki, semuanya dikoordinir oleh pemenang lelang yakni PT. Purnama Bohler Tecknologi. “Mereka bekerjasama dengan panitia lelang yang dibuktikan dengan kesamaan format penawaran termasuk detailnya yang menunjukkan dokumen lelang dibuat dan dikerjakan oleh orang yang sama,” ujarnya.
Terjadi beberapa keanehan dalam proses lelang tersebut. Salah satunya, tidak ada atau tidak diisinya kolom Harga Satuan dan Jumlah Harga dalam penawaran harga yang disampaikan oleh semua peserta lelang. Hanya menyebutkan harga sub total bahan, jasa, ongkos angkut, dan sewa crane.
“Akibatnya, tidak diketahul perbandingan harga satuan untuk tiap-tiap barang (apple to apple) yang ditawarkan oleh penyedia jasa. Dengan demikian, semua penawaran harga seharusnya dianggap tidak memenuhi syarat dan dinyatakan batal,” katanya.
Keanehan lainnya, tidak secara jelas disebutkan spesifikasi dan merek barang yang harus digunakan sehingga memberi peluang kepada pemenang lelang (PT. Purnama Bohler Tecknologi) menggunakan barang yang tidak sama dengan penawaran harga dan Surat Perjanjan Kerja (SPK).
Dia menyebut pada Cane Cross Carrier, dalam penawaran harga PT. Purnama Bohler Technologi disebutkan merek antara lain: rantai (Hitachi Ohain dan John King Chain), electromotor dan gearbox (Electtrim dan Transcyco). “Akan tetapi dalam kontrak, merek tersebut sudah tidak disebutkan,” ucapnya.
Sedangkan pada Cane Crane Gantry, kata sumber Tagar tersebut, menyebutkan antara lain: merek Kone Cranes Electric Hoist 1 Type CXT60610200P76GIDOS dan Hoist 2 Type: OXT70220160585HNDOS, motor penggerak merek Kone Cranes Type : FCO,RK02-115, Type FCO1: MLB-08F4AR452, Type fo2; rkoz-115. “Nyatanya merek yang digunakan juga berbeda,” katanya.
Dari keterangan ahli yang telah melakukan pemeriksaan dan saksi (teknisi yang melakukan pemasangan Gantry Crane) menyebutkan bahwa komponen barang yang digunakan pada Gantry Crane PTPN VII tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam penawaran harga maupun SPK dan lebih banyak menggunakan barang buatan China yang belum umum digunakan di Indonesia serta tidak terjamin kehandalannya.
Yang paling fatal, sejak dinyatakan selesai pada Mei 2014 gantry crane sama sekali tidak dapat difungsikan secara normal sesuai dengan kapasitas yang disebutkan dalam SPK. “Padahal saat dilakukan commissioning sebelum siap dioperasikan secara resmi, justru Gantry Crane dinyatakan lulus dan laik operasi,”
Hingga saat ini Gantry Crane tersebut sama sekali sudah tidak berfungsi (mangrak) dan fungsinya sebagai transporter penghubung cane feeding cable existing digantikan oleh alat berat dozer shovel maupun buldozer yang biayanya jauh lebih besar. Biaya yang diperlukan untuk membangun gantry crane dengan kapasitas dan kualitas yang sama berserta infrastruktur pendukungnya diperhitungkan hanya sekitar Rp 15 milliar. “Sehingga dalam pengadaan dan SPK Nomor 711 PEL-TB/KTR/626/2013 ini terjadí kemahalan harga sekitar Rp 25 miliar,” ujarnya.
“Dengan tidak berfungsinya gantry crane tersebut (total loss) maka negara dirugikan sekitar Rp40 miliar dan adanya potensi kerugian lain dari penggunaan alat berat berbiaya lebih besar serta dari keuntungan yang harusnya didapatkan dari efisiensi penggunaan gantry crane tersebut,” katanya.
Kamis, 17 November 2016, penyidik Kejaksaan Tinggi Lampung telah memanggil Direktur Utama PTPN VII saat itu Kusumandaru NS untuk diminta keterangan tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi pada proyek gantri tahun anggaran 2013 sampai 2014 senilai Rp 40 miliar. “Namun sampai saat ini tak jelas sudah sejauhmana penanganan kasus ini di Kejati Lampung, apakah kasusnya jalan terus atau sudah ditutup,” katanya.
Direktur Utama PTPN VII saat itu, Kusumandaru NS, Direktur Pemasaran dan Renbang Rafael Parasian Sibagariang, dan Direktur Utama PT Purnama Bohler Technologi Agusti Fajar. Belum memberikan tanggapan terkait kasus tersebut. (mds/red)
Tinggalkan Balasan