Aset IKNB OJK Tumbuh Positif Hingga Rp203,94T

Yogjakarta (SL)-Aset Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) terus tumbuh subur. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai Desember 2019, aset industri IKNB tumbuh embus Rp 2.390,19 triliun atau 8,66%. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2018. Aset konvensional Rp dan syariah.

Data Growth Industri Des 2019, Nominal Asuransi 119,57 atau (9,55%), Lembaga Pembiayaan 35,41 (6,01% ), Dana Pensiun 22,72 (8,33 %), LKK 250,04 (9,43%), Jasa Penunjang 3,04 (33,85%), LKM 0,17, dengan Fintech (13%),  Total IKNB tahun 2018 nominal 2,353,84, tahun 2019 diangka 2,557,78 naik menjadi 203,94 atau 8,66%.

“Jika dilihat dari sektor usaha, industri asuransi masih mendominasi sebagai besar jumlah aset. Disusul lembaga pembiayaan, dana pensiun, lembaga keuangan khusus (LKK), jasa penunjang, dan sisanya Lembaga Keuangan Mikro (LKM),” kata Direktur Humas OJK Darmansyah, di Yogjakarta, Jum’at 21 Februari 2020 pagi.

Maka dengan jumlah aset yang mencapai angka ribuan triliun itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan sejumlah aturan dan perangkat pengawasan agar bisnis di IKNB tetap terjaga. Otoritas tengah melakukan transformasi untuk memperbaiki sistem pengawasan mulai dari pelaporan sampai proses peningkatan kualitas usaha para pelaku industri. “Kami mengukur tingkat kesehatan keuangan mereka supaya menjadi peringatan awal dari para regulator. Itu usaha yang perlu kami perhatikan,” katanya.

Hingga saat ini,  OJK masih menyiapkan aturan baru sesuai kebutuhan. Misalnya, awal tahun lalu otoritas telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Kemudian disusul POJK Nomor 10/POJK.05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah Dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan.

“Aturan ini mengharuskan perusahaan mempunyai rencana bisnis detil sehingga bisa diawasi selama periode berjalan untuk diverfifikasi. Tetapi tetap kami kasih kesempatan tiap tengah tahun untuk merevisi rencana bisnis supaya ini berjalan dinamis,” jelas Riswinandi.Dia mencontohkan, jika perusahaan belum penuhi syarat kesehatan keuangan maka regulator memberikan sanksi mulai dari surat peringatan (SP), Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) hingga Cabut Izin Usaha (CIU). “Untuk kondisi kesehatan keuangan perlu dipenuhi. Jika tidak, kami kasih peringatan sampai batas waktunya kemudian dipanggil ke OJK,” ungkapnya.

Menurutnya, pembuatan regulasi tidak bisa datang dari inisiasi OJK sendiri, tetapi juga harus berasal dari dorongan pelaku industri. Alhasil, pembuatan regulasi ini memerlukan proses panjang dan kajian matang. (joe)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *