Larangan Truk ODOL Berpotensi “Gaduh” dan Pungli di Pelabuhan Penyeberangan

Oleh: Ilwadi Perkasa

 

PEMERINTAH melalui Kementerian Perhubungan mencoba menegakkan kembali regulasi melarang truk kelebihan muatan atau Over Dimension dan Over Load (ODOL). Kali ini khusus untuk masuk ke pelabuhan penyeberangan yang dimulai 1 Mei 2020 mendatang.

Menhub menyebutkan, penegakan regulasi itu dilakukan untuk memastikan keselamatan dalam penyeberangan. Menhub tidak menyinggung soal kerusakan jalan yang disebabkan oleh muatan angkutan yang melebihi kapasitas, meski hal itu sesungguhnya telah menjadi pemahaman umum, termasuk oleh pengambil kebijakan.

Budi mengatakan kendaraan ODOL tidak bisa dibiarkan masuk ke pelabuhan penyeberangan karena menimbulkan kerugian yang cukup besar. Di antaranya adalah kerusakan ramp door dan mobile bridge lebih cepat, serta kapasitas kapal jadi berkurang karena ada penambahan dimensi kendaraan.

Ia tidak menyinggung soal kerugian yang lebih besar akibat ODOL yang telah merusak hampir semua jalan nasional, provinsi dan kabupaten akibat muatan angkutan yang melebihi kapasitas.

Dampak Kebijakan

Kebijakan yang akan diberlakukan Mei mendatang ini dinilai lebih “sayang” untuk melindungi kapal penyeberangan dari kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan ODOL serta menjaga keselamatan penumpang. Namun, kebijakan ini berpotensi keras akan menimbulkan dampak naiknya tarif angkutan yang secara signifikan akan menaikkan harga barang yang berujung naiknya inflasi.

Hal ini sulit terelakan oleh sebab prilaku memuat barang berlebih sejak lama dianggap bukan sesuatu pelanggaran karena selalu bisa di”selesaikan” di jalan. Para pelaku usaha angkutan juga akan sulit menyesuaikan tarif yang pasti akan naik (diperkirakan naik 30 hingga 50 persen) oleh sebab persaingan usaha sejenis yang sangat ketat.

Kebijakan ini juga berpotensi keras membuat gaduh lingkungan di penyeberangan, terutama di jembatan timbang yang sejak dulu dikenal “ramah” dan kompromis dengan pengemudi truk.

Pinalti atau denda dari kelebihan muatan sejak lama selalu bisa dinegoisasikan, seperti umumnya terjadi pada jembatan timbang lain saat beroperasi beberapa tahun lalu.

Bahkan semua orang sudah paham, termasuk orang-orang Dephub, bahwa hampir 100 persen truk-truk yang ada di atas kapal penyeberangan adalah overload.

Hal itu terjadi karena pemerintah khususnya pelaksana teknis di bawahnya cendrung koruptif; mentransaksikan pelanggaran kelebihan muatan dengan beberapa lembaran uang.

Semoga Menhub Budi memiliki jurus jitu untuk menangkal semua dampak sosial ekonomi dari kebijakan baru ini.

Apakah Menhub Budi Punya Cara Mengatasinya?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *