Jogjakarta (SL)-Proses penegakaan hukum di Polres Sleman, pasca tewasnya 10 anak pramuka SMPN 1 Turi Sleman saat susur sungai terseret arus banjir. Polisi menetapkan tiga guru pramuka bersertifikat sebagai tersangka. Dan saat konfrensi Pers, tiga guru itu di pamerkan kepada wartawan, dengan kondisi kepala di plontos, dan berjalan tanpa sandal.
Kontan, foto foto tiga guru digunduli itu menyebar di media sosial, dan mendapat tanggapan ribuan guru se Indonesia, yang miris atas perlakuan Polisi. Komentar mereka tidak menyalahkan proses hukum, tapi perlakuan terhadap para guru dalam menjalani proses hukum.
Pengurus Beras (PB) PGRI melalui akun twitter resminya pada Selasa (25/2/2020) menyampaikan protes terkait cukur gundul pihak kepolisian kepada tiga pembina pramuka SMPN 1 Turi, Sleman. “Pak Polisi, kami marah dan geram. Tak sepatutnya para guru-guru kau giring di jalanan dan dibotakin seperti kriminal tak terampuni. Mrk memang salah tapi program Pramuka itu legal & jadi agenda pendidikan. Jangan ulangi lagi! seblm semua guru turun,” tulis akun @PBPGRI_OFFICIAL.
Meski demikian, sekitar pukul 22.00 WIB cuitan tersebut dihapus oleh admin. Hal itu ditujukan untuk menjaga tidak adanya silang pendapat yang lebih meluas. “Demi menjaga silang pendapat yang lebih luas, kami hapus twitt itu. Mhn semua pihak menghormati proses hukum. Tiada seorang gurupun berniat celakakan muridnya. Kami juga amat sedih.Tolong polisi ikuti SOP, semua sama di depan hukum,” tulis akun tersebut.
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana mengatakan bahwa tragedi hanyutnya pelajar SMPN 1 Turi yang menewaskan 10 siswi adalah suatu hal yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan bagi dunia pendidikan, serta masyarakat indonesia secara umum.
Huda juga menyayangkan kelalaian yang dilakukan oleh beberapa guru yang mengakibatkan peristiwa ini terjadi. “Sudah wajar apabila dilakukan proses penyelidikan oleh aparat yang berwenang dan berlanjut pada proses hukum, agar menjadi pelajaran dan tidak terulang lagi,” kata dia.
Namun demikian, Huda mengaku prihatin dengan beredarnya foto-foto tiga tersangka yang dua di antaranya merupakan guru ditampilkan dengan kondisi kepala digunduli. “Muncul keprihatinan baru ketika beredar foto-foto bapak guru yang jadi tersangka, di medsos dengan kepala digundul dan mengenakan baju pesakitan dengan berbagai komentar negatif. Secara pribadi mereka menjalani proses hukum atas kelalaian mereka, tetapi semestinya tetap diperlakukan secara wajar sebagaimana orang yang menjalani proses hukum,” ujar Huda.
Polres Sleman menetapkan tiga pembina pramuka yakni IYA (36), R (58), dan DS (58) sebagai tersangka terkait kasus kegiatan susur sungai siswa/siswi SMPN 1 Turi, Sleman, DIY, yang telah menewaskan 10 pelajar pada Jumat (21/2). Selain sebagai pembina pramuka, IYA merupakan guru olahraga dan R adalah guru kesenian di SMPN 1 Turi, Sleman.
Ketua PGRI Minta Guru Hormati Proses Hukum
Ketua PGRI DIY Kadarmanta Baskara Aji menyatakan semua pihak harus menghormati proses hukum yang dijalani ketiga guru tersangka kasus susur sungai. Di sisi lain ia berharap adanya perlakuan baik terhadap para guru tersebut agar tidak timbul polemik baru di tengah suasana duka yang masih dirasakan korban. Pernyataan itu disampaikan menyusul adanya protes dari sejumlah pihak melalui linimasa terkait tiga guru tersangka yang digunduli kepalanya.
Aji berharap beragam persoalan baru yang muncul pasca-ditetapkannya tiga tersangka dari guru dalam kasus susur sungai agar tidak menjadi hal yang menimbulkan polemik. Apalagi suasana duka masih dirasakan dari para keluarga korban. Sehingga semua pihak yang terlibat baik dari sekolah, PGRI, pemerintah dan kepolisian agar bisa menjaga dengan baik suasana ini.
Semua pihak harus turut menghormati kasus hukum yang dijalani para guru, namun Aji berharap perlakuan baik juga diberikan terhadap para guru tersebut. “Suasana sedih masih kita rasakan, tentu harus bisa merasakan empati kepada keluarga korban yang sudah ditinggalkan. Tetapi kita juga harus hormati kasus hukum yang dijalani para guru. Tentu perlakuan kepada para guru kami harapkan juga baik,” katanya di Kepatihan, Rabu (26/2/2020).
Pihaknya tentu ingin semua pihak bisa menghormati proses hukum tetapi di sisi lain proses hukum itu harus dijalani dengan baik, karena salah atau benarnya ketiga guru tersebut akan terjawab setelah di pengadilan. Ditanya soal sikap kepolisian yang secara vulgar menampilkan wajah para guru dengan posisi kepala pelontos di hadapan awak media, mantan Kepala Disdikpora DIY ini menjawab diplomatis.
“Saya sendiri tidak tahu prosedur SOP-nya pelaksanaan penahanan [oleh kepolisian] seperti apa yang betul. Itu terus terang tidak tahu persis, kalau memang banyak yang keberatan seperti itu, saya kira kepolisian akan koreksi,” ucapnya.
Pihaknya akan berupaya memberikan pendampingan anggotanya dalam hal ini ketiga guru yang tetapkan tersangka agar mendapatkan perlakuan yang baik dari pihak manapun. Serta memastikan ketiganya tidak sendiri dalam menjalani proses hukum. “Persoalan dia salah bisa kita proses di pengadilan. kami PGRI DIY prinsipnya kami akan melakukan pendampingan hukum kepada yang bersangkutan, tetapi harapan saya ini tidak menjadi polemik,” katanya.
Kapolda Yogjakarta Minta Proses Anggota Polres Sleman
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menyikapi protes dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengenai tersangka kasus kecelakaan sungai yang juga guru SMPN 1 Turi Sleman digunduli. “Menyikapi protes yang disampaikan oleh akun PGRI tentang tahanan yang gundul. Propam polda dari tadi pagi sedang melakukan pemeriksaan di Polres Sleman,” kata Kepala Bidang Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto melalui keterangannya di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, pemeriksaan itu dilakukan untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian. “Jika nanti terbukti ada pelanggaran maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yang menyalahi aturan,” kata Yuliyanto. (red)
Tinggalkan Balasan