“Presiden Joko Widodo memutuskan meniadakan ujian nasional (UN) untuk tahun 2020 yang sebelumnya sudah ada kesepakatan UN dihapus mulai tahun 2021,” kata Jubir Presiden Fadjroel Rachman dalam keterangan tertulis, Selasa (24/3/2020).
Keputusan ini sebagai bagian dari sistem respon wabah Covid-19 yang salah satunya adalah pengutamaan keselamatan kesehatan rakyat. Seperti yang telah disampaikan bahwa sistem respon Covid-19 harus menyelamatkan kesehatan rakyat, daya tahan sosial dan dunia usaha.
“Peniadaan UN menjadi penerapan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memotong rantai penyebaran virus Corona SARS 2 atau Covid-19. Penegasan ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas dengan pembahasan Ujian Nasional, Selasa 24 Maret 2020 melalui video conference,” kata Fadjroel.
UN 2020 ditiadakan di tingkat SD, SMP, SMA, serta MI, Mts, dan MA. Kebijakan peniadaan UN perlu diikuti oleh partisipasi aktif warga dalam penerapan perilaku social distancing, yaitu kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah.
“Ujian Nasional ditiadakan untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setingkat Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setingkat Madrasah Tsnawiyah (MTs), dan Sekolah Dasar (SD) atau setingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI),” kata Fadjroel.
Keputusan peniadaan UN tingkat SD, SMP, dan SMA ini sebelumnya sudah dibahas antara Mendikbud Nadiem Makarim dengan Komisi X DPR yang membidangi isu pendidikan. Rapat antara Nadiem dan Komisi X digelar secara virtual, Senin (23/3).
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan saat ini Kemendikbud mengkaji opsi pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sebagai pengganti UN. Kendati demikian opsi tersebut hanya akan diambil jika pihak sekolah mampu menyelenggarakan USBN dalam jaringan (daring).
“Kami sepakat bahwa opsi USBN ini hanya bisa dilakukan jika dilakukan secara daring, karena pada prinsipnya kami tidak ingin ada pengumpulan siswa secara fisik di gedung-gedung sekolah,” ujar Huda seperti dilansir Antara.
Sebelumnya meniadakan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2020 diambil setelah rapat online Komisi X dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan (Kemendikbud), Senin 23 Maret 2020. Keputusan itu diambil untuk memutus wabah corona yang terus meningkat.
Ketua Komisi X Syaiful Huda menyebut hasil rapat yang diikuti Mendikbud Nadiem Makarim itu menyepakati UN akan ditiadakan, diganti dengan opsi lain. “Barusan selesai rapat daring dengan Mendikbud dan jajaran; salah satu yang kita sepakati Ujian Nasional (UN) SD, SMP dan SMA ditiadakan,” ucap Syaiful Selasa (24/3).
Dalam rilisnya, Syaiful mengatakan kesepakatan ini didasarkan atas penyebaran COVID-19 yang kian massif. Padahal, jadwal UN SMA harus dilaksanakan pekan depan. Pun begitu dengan UN SMP serta SD yang harus dijadwalkan paling lambat akhir April mendatang.
“Penyebaran wabah COVID-19 diprediksi akan terus berlangsung hingga April, jadi tidak mungkin kita memaksakan siswa untuk berkumpul melaksanakan UN di bawah ancaman wabah COVID-19 sehingga kami sepakat UN ditiadakan” ujarnya.
Syaiful mengatakan saat ini Kemendikbud tengah mengkaji opsi pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) secara online sebagai pengganti UN. “Kami sepakat bahwa opsi USBN ini hanya bisa dilakukan jika dilakukan secara daring, karena pada prinsipnya kami tidak ingin ada pengumpulan siswa secara fisik di Gedung-gedung sekolah,” katanya.
Jika USBN via daring tidak bisa, maka muncul opsi terakhir yakni metode kelulusan akan dilakukan dengan menimbang nilai kumalatif siswa selama belajar di sekolah. Untuk tingkat SMA dan SMP maka kelulusan siswa akan ditentukan melalui nilai kumulatif mereka selama tiga tahun belajar. Pun untuk siswa SD, kelulusan akan ditentukan dari nilai kumulatif selama enam tahun mereka belajar.
“Jadi nanti pihak sekolah akan menimbang nilai kumulatif yang tercermin dari nilai raport dalam menentukan kelulusan seorang siswa, karena semua kegiatan kulikuler atau ekstra kulikuler siswa terdokumentasi dari nilai raport,” pungkasnya. (rls/red)
Tinggalkan Balasan