PTUN Medan Batalkan Putusan Komisi Informasi Sumatera Utara Soal Sengketa Informasi LKPJ Bupati Deli Serdang

Sumatera Utara (SL)-Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan membatalkan Putusan Komisi Informasi  (KI) Sumatera Utara atas Putusan Komisi Informasi nomor 40/PTS/KIP-SU/II/2020 dengan amar putusan menolak Permohonan Informasi Pemohon seluruhnya, dengan dalih pemohon tidak pernah hadir. Padahal pemohon informasi yang berpusat di Jakarta, memberikan kuasa kepada Tim PKN Medan sebagai kuasa PKN Pusat.

Ketua PKN Pusat Patar Sihotang MH mengatakan sengketa informasi publik itu terkait permohonan Informasi dari Pemantau Keuangan Negara (PKN) yang mengajukan Permohonan Informasi Publik tentang Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Keuangan Daerah dan dokumen Kontrak Pengadaan Jasa di SKPD Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, yang telah disampaikan oleh Bupati Deli Serdang sebagai penanggung jawab badan publik.

“Namun permohonan itu tidak merespon dan tidak memberikan apa yang di mintakan, sehingga berdasarkan UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, dan Perki Nomor 1 tahun 2013, PKN melaksanakan Gugatan sengketa Informasi ke Kantor Komisi Informasi Sumatera Utara Jalan Bilal Medan,” kata Patar Sihotang, dalam siaran pers kepada sinarlampung.co Kamis 2 Juli 2020.

Patar Sihotang menjelaskan setelah melakukan persidangan dua kali, pemohon yang di hadiri oleh Syahbudin SH sebagai Ketua Tim PKN Kota Medan sebagai kuasa Ketua Umum PKN Pusat, dengan termohon Bupati Deli Serdang yang di wakili oleh kuasanya sebanyak 6 personil, melakukan proses sidang sengketa informasi publik.

Dalam persidangan itu, PKN di kalahkan sesuai putusan komisi informasi nomor 40/PTS/KIP-SU/II/2020 dengan amar putusan menolak Permohonan informasi pemohon seluruhnya dengan alasan atau pertimbangan hukum majelis komisioner KI Sumatera Utara karena ketua umum PKN sebagai pemohon tidak pernah hadir dalam persidangan.

Dalam putusan tersebut, kata Patar Sihotang, PKN dianggap melanggar hukum pasal 4 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyatakan PKN permohonan yang tidak dilakukan dengan sungguh sungguh dan etikad baik. “Intinya menurut Komisioner ini, tidak boleh kuasa mengikuti persidangan karena itu tidak sah dan di anggap tidak bersungguh sungguh dan tidak beretikad baik,” katanya.

Pada saat persidangan, lanjut Patar Sihotang, Majelis Komisioner memaksa kepada Syahbudin SH sebagai kuasa PKN pusat agar menghadirkan Ketua Umum. Dan Syahbudin menjawab bahwa Ketua Umum PKN bertempat tinggal di Jakarta yang membutuhkan anggaran yang besar antara lain tiket dan akomodasi, sehingga memberikan kuasa kepada dirinya dan itu sah menurut hukum.

“Bahwa di dalam Pasal 9 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tahun 2013 tentang prosedur penyelesaian sengketa informasi publik mengatakan (1) Permohonan diajukan oleh Pemohon atau kuasanya kepada Komisi Informasi yang berwenang sesuai ketentuan dalam Pasal 6,” ujarnya.

Dan Pasal 26 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tahun 2013 tentang prosedur penyelesaian sengketa informasi publik. Persidangan dilakukan untuk memeriksa: a.keterangan Pemohon atau kuasanya; artinya di dalam amanat perki ini jelas dan terang ,bahwa kuasa pemohon Sah untuk mengikuti persidangan .

“Karena KI Sumatera Utara menolak, maka kami berusaha mencari keadilan. Karena kami anggap ini sudah tidak masuk akal dan tafsir hukumnya tidak cakap dan menyesatkan. Selanjutkan PKN melakukan dan mendaftarkan gugatan banding ke PTUN Medan. Dan kami bersyukur karena Majelis hakim PTUN Medan melihat hukum itu secara jernih terbukti,” katanya.

Patar Sihotang menjelaskan, setelah dua kali persidangan maka di putuskan dengan nomor putusan Reg 46/G/KI/2020/PTUN-MEDAN tanggal 23 April 2020, dengan amar putusan membatalkan putusan Komisi Informasi Sumatera Utara, Nomor: 40/PTS/KIP-SU/II/2020 tanggal 10 Februari 2020.

Mencermati situasi kondisi ini, kata Patar Sihotang, pihaknya menjadi bertanya tanya kenapa hal ini bisa terjadi. Apakah ini dampak hukum yang tajam ke bawah sudah masuk ke semua lini. Apakah Komisioner tidak cakap atau memang ada tekanan dari pihak ke tiga, ataukah karena arogan dan sewenang wenang

“Karena Masalah pemberian Kuasa kepada yang di kuasakan pada Persidangan perdata dan bahkan persidangan mahkamah konstitusi adalah diperbolehkan oleh hukum dan sah dan itu sudah berlaku secara umum ,jadi tidak perlu lagi di tafsirkan macam macam. Karena dengan putusan ini lah, PKN yang panggilan nurani ikut membrantas korupsi menjadi rugi material dan waktu dan lainnya, termasuk biaya pendaftaran PTUN,” ucapnya.

Patar Sihotang menambahkan keberadaan Komisioner KI adalah perintah UU no 14 tahun 2008, yang dalam UU ini adalah amanat dan hasil tuntutan Reformasi yang tujuannya mendorong masyarakat dan pemerintah, agar ikut serta dalam keterbukaan informasi karena keterbukaan informasi adalah salah satu Pilar dalam mencegah Korupsi. Dan itu adalah Hak Konstitusi setiap warga negara sesuai Pasal 28 F UUD 45.

“Harapan kami kedepan agar para penegak hukum dan BPK RI dan Lembaga pemerintah yang berkompeten dengan penegakan hukum (APH) tindak pidana korupsi jangan lah lagi mempermainkan dan mengangap PKN itu musuh, karena PKN itu perkumpulan yang berasal dari rakyat yang terpangggil hati nya dalam peran serta memberantas korupsi,” katanya.

Sesuai amanat dan perintah uu no 31 tahun 1999 dan PP 43 tahun 2018 dan sebagai wujud nyata dalam bela negara sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dan lebih filosofi lagi dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 khususnya Pasal 27 ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya Pembelaan Negara. bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban konstitusional warga negara Indonesia. (rls/red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *