Lampung Utara (SL)-Tak kurang dari 47 organisasi masyarakat (ormas), majelis taklim, ulama, dan organisasi kepemudaan (OKP), mahasiswa, pelajar dan santri, yang tergabung dalam Aliansi Suara Masyarakat Lampung Utara, melakukan aksi longmarch guna menyatakan sikap menolak dan menganulir Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Rabu, 8 Juli 2020.
Ribuan massa yang berkumpul sejak pukul 08.00 WIB, di depan gedung Plaza Kutobumei (Ramayana) itu, mulai berjalan kaki sekitar pukul 08.30 WIB, menuju titik orasi Tugu Payan Mas Kotabumi dengan mengibarkan panji masing-masing organisasi seraya menggemakan takbir dan menyerukan penolakan RUU-HIP yang dipandang akan merusak Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sesampai di titik orasi Tugu Payan Mas, aksi damai dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, yang dilantunkan perwakilan dari Pelajar Islam Indonesia, dilanjutkan secara serentak menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila, yang dipimpin perwakilan Kohati HMI Cabang Lampura; pembacaan teks Pancasila, yang dibacakan perwakilan MPC Pemuda Pancasila (PP) Lampura, Ansori Dekari.
Serta pernyataan sikap penolakan tegas agar RUU HIP segera dianulir secara utuh, yang disampaikan Imam Daerah Front Pembela Islam (FPI) Provinsi Lampung, Habaib Umar Assegaf; Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Lampura, Mery; Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Lampura, Mirwan; serta Korlap Aksi Aliansi Masyarakat Lampura, Adi Rasyid dan Sabirin.
Usai melangsungkan orasi selama tak kurang dari 90 menit, massa aksi kembali melakukan longmarch menuju gedung DPRD Kabupaten Lampung Utara. Setiba di gedung perwakilan rakyat yang ada di Bumi Ragem Tunas Lampung itu, massa aksi kembali menyampaikan pernyataan sikap untuk kemudian masing-masing perwakilan majelis taklim, ulama, ormas, OKP, mahasiswa, pelajar dan para santri, yang tergabung dalam Aliansi Suara Masyarakat Lampung Utara disambut Ketua DPRD setempat, Romli, serta sejumlah anggota dewan lainnya, didampingi Kapolres Lampura, AKBP. Bambang Yudho Martono dan diterima untuk menyampaikan aspirasi di ruangan rapat.
Dalam kesempatan itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lampura, H. Mughofir, menyampaikan, tujuan Aliansi Suara Masyarakat Lampung Utara tersebut yakni menindaklanjuti maklumat MUI pusat yang menolak RUU HIP dijadikan undang-undang. “Kehadiran kami di sini untuk menyampaikan secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila yang diajukan oleh DPR-RI kepada Presiden,” ujar H. Mughofir.
Dirinya juga menyampaikan RUU HIP sudah dibahas dan dikaji oleh para ahli yang membidanginya juga hasil analisis para ahli hukum, bahwasanya RUU HIP tersebut akan melemahkan Pancasila sebagai landasan ideologi Bangsa Indonesia. “Ada indikasi pelemahan Pancasila sebagai rujukan hukum dan peraturan-peraturan lainnya yang ada di Negara Indonesia,” tegasnya.
Ditambahkan H. Mughofir, di era-Reformasi telah disepakati oleh seluruh komponen Bangsa Indonesia agar Pancasila sebagai landasan hukum dari seluruh peraturan yang ada. “Telah disepakati adanya empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika sebagai pondasi kebangsaan. Hal ini bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat. Apabila salah satu pilarnya lemah dan/atau dilemahkan, maka negara ini akan ambruk,” papar H. Mughofir.
Di tempat yang sama Ketua BKMT Lampura, Mery, secara tegas mempertanyakan apakah para wakil rakyat yang ada di gedung senayan tidak mempelajari terlebih dahulu usulan inisiatif RUU HIP dimaksud. “Sebelum menjadi sebuah usulan inisiatif RUU HIP, tentu rancangan ataupun draft yang diajukan inisiator mendapat kajian dan pendalaman terlebih dahulu. Mengapa usulan ini sebelum ada gejolak, diterima sebagai usulan inisiatif DPR-RI yang diajukan kepada Presiden untuk disahkan?” tanya Mery, di hadapan Ketua dan sejumlah anggota DPRD Lampura yang hadir.
Dirinya juga menyesalkan wakil rakyat terkesan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat. Banyak persoalan sosial, seperti kenaikan BPJS, kenaikan tarif listrik, dan beragam persoalan lainnya yang tidak ditentang dan disuarakan oleh wakil rakyat. “Dengan adanya RUU HIP ini, ada upaya pelemahan terhadap keutuhan bangsa dan negara, kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia ,” tegasnya.
Senada, Ketua MPC PP Lampura Sahilun, menyampaikan penolakan RUU HIP secara utuh, bukan ditangguhkan atau diganti dengan penyebutan lainnya. “Pancasila dan NKRI adalah harga mati. Tidak ada tawar-menawar dalam persoalan ini. Rumusannya telah final,” ujar Sahilun.
Sementara itu, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kab. Lampura, Ardiansyah, juga menyampaikan pandangannya terkait organisasi perusahaan media siber tersebut yang berasaskan Pancasila. Dirinya menyampaikan amanat hasil pleno pimpinan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) pusat, tentang Penolakan Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan Bahaya Laten Kebangkitan Paham serta Ideologi Komunisme.
“Untuk diketahui, di Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 27 tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 19 Mei 1999, tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara,” kata Ardiansyah.
Dirinya melanjutkan, dalam peraturan ini menambahkan 6 (enam) ketentuan baru, diantaranya, Pasal 107 dan Pasal 108 Bab I Buku 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara yang dijadikan Pasal 107 a, Pasal 107 b, Pasal 107 c, Pasal 107 d, Pasal 107 e, dan Pasal 107 f, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 107 a, Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Pasal 107 b, Barang siapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 107 c, Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 107 d, Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 107 e, Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun) :
a. barang siapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya; atau
b. barang siapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah. “Untuk itu, saat ini kita bisa menjadi paham, apa yang sedang terjadi di negeri ini dan bagaimana harus bersikap serta bertindak,” tegas Ardiansyah.
Sementara itu, usai mendengar beberapa aspirasi yang disampaikan perwakilan Aliansi Suara Masyarakat Lampung Utara, Ketua DPRD Romli menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap RUU HIP. “Selaku Ketua DPRD Lampura maupun secara pribadi, saya menolak dengan tegas RUU HIP tersebut. Namun untuk diketahui, di Dewan Perwakilan Rakyat ini dalam pengambilan keputusan bukan dalam bentuk komando, karena terdiri dari berbagai macam perwakilan partai politik yang ada,” papar Romli.
Dirinya juga menyampaikan menolak RUU HIP untuk dijadikan Undang-Undang dan akan meminta serta memperjuangkan agar mencabut secara total RUU HIP, bukan ditangguhkan dan/atau penyebutan lainnya. Usai menyampaikan aspirasi, Aliansi Suara Masyarakat Lampung Utara menyerahkan draft pernyataan sikap penolakan RUU HIP dan meminta kepada DPRD Lampura untuk meneruskamnya ke tingkatan selanjutnya.
Bersama Ketua DPRD Lampura, Romli, terdapat 5 fraksi yang juga sependapat disertai membubuhkan tandatangan untuk menolak RUU HIP, yakni anggota DPRD Lampura dari Fraksi Demokrat, Fraksi PKS, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, dan Fraksi Nasdem.
Ketua DPRD Lampura, Romli, juga menyempatkan diri melakukan orasi penolakan RUU HIP di hadapan massa aksi yang masih bertahan di luar gedung wakil rakyat Lampura sebelum membubarkan diri secara tertib dan khidmat. (ardi/edwardo)
Tinggalkan Balasan