Rentenir Tagih Paksa Tunggakan Bunga Hutang 95% Petani, Perintahkan Anaknya Yang Polisi Untuk Eksekusi Panen Kebun Kopi

Lampung Barat (SL)-Rentenir di Kabupaten Lampung Barat berinisial Haji PR, dan anaknya anggota Polsek Balikbukit dilaporkan ke Polres Lampung Barat atas dugaan perampasan lahan berupa perkebunan kopi. Lahan kopi berisi buah kopi sekitar empat ton dalam 200 karung kopi yang dirampas dengan dalih hutang bunga pinjaman yang belum dibayar.

Pelapor atas nama Sapri Edwin, warga Pekon Trimulyo Kecamatan Gedungsurian, didampingi istri membuat laporan di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Lambar pada Senin 13 Juli 2020. Laporan resmi diterima pihak kepolisian, dengan Nomor LP/B-331/VII/ 2020/LPG /Res Lambar/SPKT tanggal 13 Juli 2020.

Sapri Edwin mengatakan penyerobotan lahan kopi dilakukan oleh H. PR dengan pelaku eksekusi anaknya anggota Polsek Balik Bukit. Kasus ini dipicu bunga hutang piutang. Awalnya, Februari 2019, korban meminjam uang Rp70 juta dengan jaminan tiga buah sertifikat. Dua sertifikat kebun kopi seluas 1,5 Hektar dan satu sertifikat rumah, dengan jatuh tempo pada pengembalian bulan Juli 2019, sebesar Rp135 juta rupiah.

“Saya awalnya meminjam uang kepada PR sebesar Rp70 juta untuk kebutuhan berkebun. Saya anggunkan sertifikat rumah dan kebun dengan bunga pinjaman sebesar 95 persen atau Rp65 juta. Tiga sertifikat  tanah terdiri dari dua sertifikat kebun kopi dan satu sertifikat tanah, dengan perjanjian hutang diberi tempo Juli 2019 dengan pengembalian sebesar Rp135 juta,” kata Sapri kepada wartawan.

Pada  kesepakatan awal, Sapri diharuskan melunasi hutang beserta bunga pinjaman sebesar Rp135 juta pada Juli 2019. Namun saat jatuh tempo, Sapri belum mampu membayar dan meminta perpanjangan waktu. PR memberi kelonggaran dengan syarat ada tambahan Rp5 juta.

Tambahan Itu di luar cicilan yang harus dibayar. Lalu pada November 2019 korban baru mampu membayar pokoknya Rp70 juta. “November 2019, saya membayar hutang sebesar Rp70 juta kepada PR dan bunga pinjaman senilai Rp65 juta yang disepakati awal belum bisa dibayar,” katanya.

Lantas PR kembali membuat perjanjian untuk pembesaran bunga uang ditetapkan pada 25 Januari 2020. Dalam kesepakatan tersebut, jika Sapri belum membayar hingga waktu yang ditetapkan, maka angunan berupa sertifikat tanah akan menjadi hak PR.

Tepat jatuh tempo pembayaran bunga hutang pada 25 Januari 2020, Sapri berinisiatif melakukan pencicilan bunga sebesar Rp9 juta. Namun ditolak oleh PR. Kemudian Sapri kembali datang membawa uang cicilan bunga sebesar Rp30 juta.

Lagi-lagi niat cicilan korban ditolak dengan alasan PR tidak menerima cicilan. ”Saya dan keluarga berusaha mengumpulkan dana sebesar Rp65 juta untuk membayar bunga pinjaman dengan mengandalkan hasil panen kopi,” sebut dia

Namun buah kopi yang belum memasuki masa panen tersebut diambil paksa atau dipanen oleh anak PR yang bertugas di Polres Lambar. “Ada 200 karung dengan bobot empat ton atau jika dirupiahkan setara dengan uang Rp70 juta,” katanya.

“Saya bingung. Mau gimana lagi. Dicicil Rp30 juta menolak. Terpaksa saya nunggu panen kopi buat bayar lunas. Tapi belum waktunya panen, PR menyuruh anaknya untuk memanen kopi saya dikebun. Habis semua tanpa ada sisanya lagi,” ujarnya.

Kapolres Lambar AKBP Rachmat Tri Haryadi didampingi Kasatreskrim AKP Made Silpa Yudiawan membenarkan laporan dugaan perampasan lahan tersebut. ”Laporan sudah diterima dan ditindaklanjuti. Sesuai laporan itu, dugaannya perampasan. Sekarang sudah dalam proses,” kata dia. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *