Lampung Barat (SL)-Sekitar 14 Warga Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, mempertanyakan sertifikat surat keterangan tanah (SKT) Lahan mereka yang sempat di pinjam Pemerintah Kecamatan, dengan dalih sementara dengan waktu lima tahun, tapi anehnya saat ini justru lahan itu bersertifikat atas bersertifikat atas nama Universitas Lampung bernomor 08.05.03.03.4.00015.
Lahan warga itu berada di Lingkungan Karyamaju seluar 10 hektar. Pada tahun 1995, Camat Gulipar mengumpulkan 14 pemilik lahan itu. Saat itu, Camat menyatakan bahwa tanah mereka dibutuhkan oleh pemerintah daerah. Dibawah tekanan warga menyerahkan SKT dan akta tanah yang katanya hanya dipakai lima tahun.
Bahkan proses pembebasan lahan tersebut diduga di bawah tekanan jika warga tidak memberikan lahan tersebut selama lima tahun, maka akan diambil paksa dan tidak mendapat ganti rugi. Lantas muncul persoalan. Pasalnya, setelah lima tahun, terbit sertifikat tanah atas nama pihak lain yaitu Unila.
Hal itu terungkap, saat dua tokoh masyarakat Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balikbukit Daman Nuri dan Kawi Adi mendatangi Komisi I DPRD Lampung Barat, Senin 27 Juli 2020 lalu. Mereka mengadukan status lahan 14 warga yang telah bersertifikat atas nama pihak lain.
“Persoalan lahan 10 hekatr yang berada di Lingkungan Karyamaju ini bermula saat Camat Gulipar mengumpulkan 14 pemilik lahan pada 1995 silam. Saat pertemuan tersebut camat menyatakan bahwa tanah mereka dibutuhkan oleh pemerintah daerah. Karena itu tanam tumbuh di kebun masyarakat tersebut akan dihitung dan diganti rugi. Sesuai dengan kepemilikan masing-masing,” kata Daman Nuri kepada wartawan.
Daman Nuri menjelaskan saat itu, proses pembebasan lahan dengan luas tersebut diduga di bawah tekanan. Di mana, jika warga tidak memberikan lahan tersebut selama lima tahun, maka akan diambil paksa dan tidak mendapat ganti rugi.
“Sekitar setengah bulan sejak ditemui itu, masyarakat diminta ke kantor camat. Mereka dipanggil satu per satu dan diberi amplop. Isinya bervariasi. Ada yang menerima Rp300 ribu, Rp400 ribu dan paling tinggi Rp500 ribu,” kata Daman Nuri.
Lantas, kata Daman Nuri, kini muncul persoalan lain. Pasalnya, setelah lima tahun, terbit sertifikat tanah atas nama pihak lain. “Kami merasa ditipu. Kami telah menyerahkan SKT dan akta tanah. Sebab janjinya hanya akan digunakan selama lima tahun. Ternyata kini telah disertifikatkan,” katanya.
Menanggapi laporan warga yang sudah kesekian kalinya itu, Ketua Komisi I DPRD Lampung Barat, Untung menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut. Komisi I berharap pemerintah Lampung Barat juga segera mengambil sikap. “Kami akan bahas lebih lanjut di komisi dan pimpinan. Kami juga minta Pemda tidak tinggal diam dan segera bersikap. Apalagi ke 14 orang tersebut merasa ditipu,” kata Untung.
Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Lambar, Akmal Abdul Nasir, mengatakan, Pemkab Lampung Barat sudah menerima laporan dari masyarakat terkait persoalan tersebut. Pemkab Lambar akan mengambil tindakan dengan menyurati pihak Unila, sehingga persoalan tersebut tidak terjadi berlarut-larut dan bisa ditemukan solusi terbaik.
”Kami pemerintah daerah juga sangat mengapresiasi niat pihak Unila yang berencana turun ke Lambar untuk menemui masyarakat. Semoga ada solusi terbaik. Pemerintah daerah menyambut baik dan siap memfasilitasi,” tutur Akmal. (Ade Irawan/red)
Tinggalkan Balasan