Bandar Lampung (SL)-Kasus dugaan korupsi uang pendapatan pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dari sektor pajak dan retribusi mineral bukan logam (Minerba) sejak 2017-2018-hingga 2019 mencapai miliaran rupiah dari total sekitar 61 Perusahan Minerba tersebar di seluruh Lampung Selatan mandeg di Kejati Lampung.
Padahal kasus kebocoran anggaran sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan restribusi mineral bukan logam (minerba) Pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Badan Pengelola Pajak dan Retribusi daerah (BPPRD), sempat di proses kejaksaan Negeri Kalianda kemudian di limpahkan ke Kejati Lampung, dan Jaksa kejati telah memanggil para pelaku yang terlibat.
Penyusuran sinarlampung.co, oknum Kabid dan pegawai honor selaku penarikan restribusi kepada perusahaan perusahaan di Lampung Selatan itu sudah diminta keterangan di Kejati, termasuk pegawai yang menjadi petugas penarikan. Informasi lain wanita menjabat Kabid Penetapan di Dispenda Kabupaten Lampung Selatan itu mengakui perbuatannya, dan sempat berkomunikasi dengan petugas kejaksaan menghubungi beberapa media untuk meredam berita tersebut.
Sebelumnya berdasarkan surat perintah dari Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung. Tindak lanjut dari laporan pengaduan tersebut, sudah ada beberapa pihak yg dipanggil dan dimintai keterangan. ““Ya benar ada kita tangani perkara dari Lampung Selatan, dan dari laporan masyarakat. Semoga penanganan perkara ini bisa tuntas dan menimbulkan efek jera,” kata Jaksa di Kejati Lampung.
Kabar ini juga membuat sejumlah pengusaha pertambangan di Lamsel sedikit bernapas lega, karena sedikit mulai terungkap bahwa ada dugaan oknum yang bermain disana untuk menggelapkan uang sejumlah milyaran rupiah,. Sehingga para pengusaha tidak menjadi pihak yang selalu di rugikan, menjadi seolah pengemplang pajak.
Berbagai sumber di Pemkab Lampung Selatan menyebutkan setoran pajak itu berasal dari 61 perusahaaan pertambangan tersebar di seluruh Lampung Selatan. Orang BPPRD Lampung Selatan menyebutkan kebocoran tersebut disinyalir dilakukan salah satu oknum Kabid Penetapan Dispenda Kabupaten Lampung Selatan, dan bukan di BPPRD.
“Penilepan dana itu terjadi pada saat oknum itu menjabat sebagai Kabid Restribusi Mineral Bukan Logam (Minerba) di Dinas Pertambangan Lampung Selatan sejak 2017. Jadi, hal ini sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan BPPRD. Bahkan berkas yang kini diproses di Kejati Lampung pun kabarnya dari mulai kop surat dan bukti lainnya masih Dinas Pertambangan Lampung Selatan,” kata salah satu pejabat di BPPRD Lampung Selatan tersebut.
Terkait angka kerugian negara, sumber tidak menyebutkan detil. Namun dia menyatakan bila ini diselidiki, akan melibatkan banyak pejabat di Dinas mulai pimpinan hingga kepala bidang. Informasi di Kejati Lampung, menyebutkan dari hasil pemeriksaan dan pemanggilan terlapor serta saksi-saksi pada Kamis 18 Juni 2020, mengarah pada indikasi perbuatan korupsi.
Terkait pemanggilan masih terus berlanjut sampai dengan hari-hari berikutnya sudah diagendakan terus akan ada pemanggilan guna mengungkap kebenaran. “Perusahaan wajib pajak sudah kita agendakan untuk pemanggilannya, dan pemeriksaan kita mulai dari awal dan masih panjang,” tandasnya.
Kejati Lampung melayangkan surat pemanggilan kepada para terlapor dan saksi dugaan penggelapan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan restribusi mineral bukan logam (minerba) melalui Badan Pengelola Pajak dan Retrebusi daerah (BPPRD) Kabupaten Lampung selatan.
Agenda pemanggilan tertuang dalam surat dengan nomor R-66/L.8.3/Dek.1/06/2020 dengan perihal permintaan keterangan. Terlapor semantara ini adalah Badan Pengelola Pajak dan Retrebusi daerah (BPPRD) kabupaten Lampung YM, dilaporkan ke kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung atas dugaan tidak pidana korupsi.
Dugaan korupsi PAD tersebut dilaporkan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Terdapat sekitar 61 perusahaaan pertambangan tersebar di seluruh wilayah kabupaten Lampung Selatan, yang sudah membayar pajak namun tidak disetorkan ke kas daerah atau digelapkan dan dilakukan oleh oknum tersebut sejak tahun 2017 hingga 2019.
Modus operandi kelompok ini dengan melakukan penagihan langsung ke sejumlah perusahan setiap tiga bulan sekali, dengan nilai bervariasi antara Rp150 juta, 200 juta hingga 300 juta setiap perusahaannya. Sementara itu mantan kepala Dispenda Badruzzaman saat diminta komentar terkait pemberitaan ini, belum memberikan komentar. (red)
Tinggalkan Balasan