Bandar Lampung (SL)-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung bersama Polda Lampung akan menindak dan menelusuri maraknya rentenir dan depkolektor, termasuk Investasi bodong hingga pinjaman online yang merugikan dan meresahkan masyarakat dan marak di Lampung.
Hal itu terungkap dalam kegiatan Sosialisasi dan pemaparan Kinerja OJK kepada media Provinsi Lampung, Kamis 13 Agustus 2020, di Bandar Lampung. “Soal rentenir, itu juga menjadi perhatian OJK sejak sutu tahun lalu. Dan kita juga sudah mendata solusi dengan bank. Bagaimana masyarakat petani, nelayan, dan yang lainnya jika kesulitan dana, bisa mendapat pinjaman lunak, tanpa jaminan, hingga tanpa bunga untuk peningkaran ekonomi masyarakat,” kata Kepala OJK Lampung Bambang Hermanto,
Bambang menjelaskan rentenir atau sering juga disebut tengkulak terutama di pedesaan adalah orang yang memberi pinjaman uang tidak resmi atau resmi dengan bunga tinggi. Pinjaman ini tidak diberikan melalui badan resmi, misalnya bank, dan bila tidak dibayar akan dipermalukan atau dipukuli.
“Sejatinya istilah rentenir berasal dari bahasa Belanda, yakni rente yang artinya meminjamkan. Mereka yang suka meminjamkan ini disebut rentenir. Bagi sebagian orang, rentenir sudah menjadi profesi dengan cara membungakan uang atau tukang riba.” urai Bambang.
Menurut Bambang, mereka yang berhubungan dengan rentenir dipastikan bakal susah di kemudian hari. “Betul, mereka menolong di saat lagi kepepet butuh duit, tapi di hari esok malah menjerat. Ada yang bertugas sebagai marketing atau mencari orang yang lagi kesulitan uang sampai debt collector tukang tagih.
“Makanya kita juga harus ikut melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pinjam dengan rentenir itu tidak seperti saat kita mengajukan pinjaman modal atau kredit kepada bank yang memiliki sistem bunga yang jelas. Rentenir dapat menentukan bunga sesuai dengan apa yang mereka mau. Banyak kasus bunga yang harus bayar bisa lebih besar dari jumlah uang yang Anda pinjam,” katanya.
Sementara Subdit II Direktorat Krimsus Polda Lampung Kompol Zulkarnen yang juga menjadi pembicara dalam acara OJK menyebutkan bahwa kasus marak rentenir juga menjadi perhatian Kepolisian Polda Lampung. “Rentenir sudah jelas melanggar hukum, tapi harus ada korban. Kebanyakan korban jarang melapor, jadi jangan takut melapor jika menjadi korban rentenir,” kata Zulkarnaen.
Menurut Zulkarnen, para rentenir ini juga sudah melek hukum. Artinya, mereka bisa menjerat para korbannya dengan pasal-pasal yang berlaku. Contoh kuitansi yang mereka berikan kepada para peminjam. Kebanyakan rentenir tak menyebutkan nominal di kuitansi itu peruntukannya sebagai pinjaman, tapi titipan.
“Para rentenir lebih suka pakai istilah uang titipan daripada pinjaman. Kenapa? Karena dengan istilah itu, duit milik rentenir seolah-olah ‘dititipkan’ kepada peminjam. Lantaran statusnya sebagai ‘duit titipan’, maka bila si peminjam gagal membayar bisa diperkarakan secara hukum sebagai penggelapan,” katanya.
Sedangkan, lanjut Zulkarnaen, besaran bunga yang dikutip rentenir hanya disebut secara lisan saja alias tidak tertulis dalam kuitansi atau surat perjanjian antara rentenir dengan peminjam. “Sudah banyak kasus rentenir yang mengancam korbannya yang gagal bayar ke polisi dengan tuduhan penggelapan. Bahkan dari sekian kasus ini sudah ada yang disidangkan ke meja hijau,” katanya.
Kalau begitu, bagaimana sebaliknya apakah rentenir bisa dibalik dilaporkan para korbannya, menurut Zulkarnaen, kasus akan menjadi beda jika rentenir sudah melakukan aksi-aksi kekerasan terhadap peminjam. Misalnya saja melakukan teror sampai ancaman kepada pihak peminjam.
“Dari segi hukum, aksi-aksi kekerasan itu bisa dilaporkan ke polisi karena merugikan dan mengganggu kenyamanan. Pelaku kekerasan bisa dijerat hukum misal tentang perbuatan tak menyenangkan. Jika si rentenir balik mengancam? Sebenarnya tak perlu risau. Gunakan saja kelemahan istilah ‘uang titipan’ yang biasanya rentenir sebut dalam kuitansi,” katanya.
Karena, kata dia, pasti berbeda definisi ‘uang titipan’ dan pinjaman. Jika di kuitansi menggunakan istilah uang titip maka secara otomatis tak bisa menuntut bunga dari peminjam. “Kan disebutnya uang titip. Beda kasus kalau dalam kuitansi itu disebut sebagai pinjaman yang bisa dikenai bunga. Kelemahan kedua adalah, pengenaan bunga biasanya dilakukan secara lisan alias tak tertulis. Lantaran lisan maka dasar hukumnya tak kuat,” katanya.
Deputi Direktur Pengawasan OJK Lampung Aprianus John Risnad menambahkan bagaimana lepas dari jeratan rentenir, menurutnya adaalaah cara termudah adalah menjauhi diri meminjam dana dari mereka. “Karena saat ini sudah banyak pilihan mencari pinjaman yang legal dalam hal ini perbankan, pegadaian, maupun lembaga keuangan lain. Tapi memang masih tetap saja ada kebiasaan masyarakat memilih rentenir,” kata Jhon.
Menurut Jhon, kebanyakan masyarakat beralasan mengajukan pinjaman ke perbankan merepotkan dan khawatir dikenai bunga yang tinggi. Padahal sebenarnya bunga pinjaman melalui perbankan lebih ringan di banding seorang rentenir. Banyak orang melakukan pengajuan pinjaman dana untuk keperluan usaha.
“Tentu saja untuk merintis usaha bukan hal yang mudah. Butuh waktu dan proses yang panjang. Ketika Anda memperoleh pinjaman dari rentenir jalanan untuk keperluan usaha Anda, Anda tidak akan bisa lagi fokus penuh ke usaha Anda. Fokus Anda akan terbagi untuk memikirkan cara membayar pinjaman Anda,” katanya. (juniardi)
Tinggalkan Balasan