Negara Gelontorkan Anggaran Rp1,29 Triliun Untuk Medsos dan Influencer Terbanyak Polri Rp937 miliar

Jakarta (SL)-Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan kajian terbaru terkait pengelontoran dana secara besar-besaran oleh Pemerintah untuk ragam aktivitas digital, salah duanya media sosial dan influencer, guna sosialisasi kebijakan selama beberapa tahun terakhir. Kajian itu dilaporan oleh peneliti ICW, Egi Primayogha, dalam diskusi daring berjudul Rezim Humas: Berapa Milyar Anggaran Influencer, Kamis 20 Agustus 2020 siang.

Dalam kajian ICW yang terbaru berjudul Aktivitas Digital Pemerintah: Berapa Milyar Anggaran Influencer?, Egi mengatakan lembaganya telah melakukan penelusuran aktivitas pengadaan barang dan jasa (PBJ) di kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) di masing-masing situs LPSE.

Kata dia, ada total 34 kementerian, lima LPNK, dan dua institusi penegak hukum–Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI–yang ditelusuri oleh lembaganya. Penelusuran anggaran dilakukan pada periode 2014 hingga 2018. “Pengumpulan data 14-18 Agustus lalu. Beberapa kata kuncinya seperti: media sosial/social media, influencer, key opinion leader, komunikasi, Youtube,” kata Egi dalam paparannya.

Kata Egi, lembaganya menemukan bahwa total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital sepanjang tahun 2014 hingga 2020 adalah sebesar Rp1,29 triliun, dengan total 133 paket pengadaan.

Rinciannya sebagai berikut :

2014 : Rp609 juta (2 paket)

2015 : Rp5,3 miliar (3 paket)

2016 : Rp606 juta (1 paket)

2017 : Rp535,9 miliar (24 paket)

2018 : 247,6 miliar (42 paket)

2019 : Rp183,6 miliar (36 paket)

2020 : Rp322,3 miliar (25 paket)

“Jika ditelusuri berdasarkan kata kunci, aktivitas digital banyak dikakukan melalui media sosial. 68 paket pengadaan dengan kata kunci “media sosial” total anggaran 1,16 triliun,” kata Egi.

Egi juga memaparkan temuan lembaganya jika anggaran belanja pemerintah untuk aktivitas digital sebesar itu dibagi berdasarkan instansi. Anggaran terbanyak dipegang oleh Kepolisian RI. Rinciannya sebagai berikut :

Kementerian Pariwisata : Rp263,29 miliar (44 paket)

Kementerian Keuangan : Rp21,25 miliar (17 paket)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan : Rp1,95 miliar (14 paket)

Kepolisian RI : Rp937 miliar (12 paket)

Kementerian Perhubungan : Rp11 miliar (11 paket)

Kemenkominfo : Rp12,27 miliar (9 paket)

Kemenko Perekonomian : Rp2,7 miliar (8 paket)

Badan Koordinasi Penanaman Modal : Rp2,15 miliar (4 paket)

Kementerian PUPR : Rp3,47 miliar (3 paket)

Kementerian Dalam Negeri : Rp1,35 miliar (2 paket)

Istana Bantah

Sementer Kantor Staf Presiden membantah menyediakan anggaran Rp90,45 miliar untuk membayar influencer. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menyatakan anggaran Rp90,45 miliar tidak seluruhnya untuk membayar influencer seperti pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dana tersebut, ujar Donny, dialokasikan untuk seluruh kegiatan kehumasan. “Jadi, Rp90,45 miliar itu kan anggaran kehumasan. Kehumasan itu banyak alokasinya, misalnya untuk iklan layanan masyarakan, untuk memasang iklan di media cetak, audio visual, sosialisasi, bikin buku, atau lainnya, jadi tidak semua untuk influencer,” kata Donny di Jakarta, Jumat 21 Agustus 2020.

“Tidak mungkin Rp90 miliar diberikan kepada influencerinfluencer itu berapa?. Jadi, influencer memang yang dipilih juga orang-orang kompeten, punya kemampuan, menguasai substansi. Jadi, kalau menyosialisasikan kebijakan yang benar apa salahnya? Kecuali mereka memutarbalikkan fakta, membuat baik apa yang tidak baik, hanya me-make up saja sesuatu yang buruk, toh, mereka berbicara apa adanya,” ungkap Donny.

Menurut Donny, Presiden Jokowi yang sebelumnya pernah mengundang sejumlah influencer ke Istana hanya bertujuan untuk menyapa. “Saya kira Pak Jokowi cuma ingin menyapa saja semua stakeholder, termasuk influencer, karena mereka yang punya massa, punya pengikut, punya pendengar.” katanya.

“Apa yang mereka sampaikan pasti didengar oleh banyak orang sehingga dipanggil supaya bisa terhindar dari hoaks, fitnah, pembunuhan karakter, untuk menggunakan sosial media secara positif,” tambah Donny.

Donny pun membantah pernyataan ICW yang menilai Presiden Joko Widodo tidak percaya diri terhadap program-programnya karena menggunakan jasa influencer.

“Karena namanya program harus dipahami sampai ke pelosok, sampai ke desa-desa yang tidak terjangkau media. Nah, influencer, itu kan kita tahu menggunakan sosmed yang digunakan masyarakat, jadi saya kira bukan tidak percaya diri, melainkan jangkauannya lebih luas, terutama di kalangan milenial,” kata Donny. (red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *