Berkantor di Objek Sengketa Kasus BPR Tripanca OJK Lampung Jadi Sorotan

Bandar Lampung (SL)-Kantor Otoritas Jasa Keuangan  (OJK) Lampung berada di Tanah dan bangunan eks Gymnasium milik Sugiarto Wiharjo yang masuk ranah objek sengketa dan  sudah sempat dieksekusi oleh PN Tanjungkarang, adalah lahan sengketa menjadi sorotan. Kini kasusnya masuk babak baru laporan di Bareskrim Polri. Pihak OJK mengaku menggunakan kantor Gymnasium dari sewa dengan orang lain bukan Alay.

Baca: Istri Buron Satono Laporkan Aset Ratusan Miliar Yang Diduga Diperjual Belikan Melibatkan Alay dan Pengacara Sopian Sitepu

Baca: Kronologis Aset Sita Jaminan Buron Satono Yang Diduga Diperjual Belikan Sopian Sitepu Cs

Kantor Tripnaca yang kini jadi kantor OJK

Informasi sinarlampung menyebutkan OJK menyewa gedung itu dari pemilik atas nama Ricky Yunnaraga adik dari Hardy Yunnaraga. Yang keduanya memiliki bisnis BPR. ada sinyal OJK menyewa dr Ricky Yunnaraga atas perintah kakaknya Hardy yang juga mantan Kepala Bank Danamon regional Sumatera.

Ironisnya OJK yang notabene pengawas perbankkan, justru menyewa tanah dan gedung yang bersengketa dan bermasalah dalam kasus perbankkan. Kabar itu juga ramai menjadi perbincangan tokoh dan masyarakat Lampung melalui pesan group whatshapp.

“Terkait tanah dan gedung yang kami gunakan sebagai kantor, disewa dari warga yang berdomisili di Bandar Lampung (yang jelas bukan alay). Kalau saya cermati berita yang ada dari 36 aset tersebut tidak ada yang cocok dengan lokasi tanah dan gedung yang kami sewa alias informasi asetnya yang diberitakan kurang lengkap,” kata  Deputi Direktur Pengawasan OJK Provinsi Lampung Aprianus John Risnad, dalam group whatshapp Kabar Lampung.

Namun demikian, kata Aprianus John Risnad apabila di kemudian hari ditetapkan ada penyimpangan atau pelanggaran hukum dalam jual beli aset yg saat ini OJK Gunakan, hal itu merupakan tanggungjawab pemilik gedung sebagaimana tertuang dalam perjanjian sewa. “Kami sangat menghormati proses hukum dan percaya aparat hukum akan berkerja dengan sangat profesional dalam menegakan keadilan,” katanya.

Sebelumnya ramai kembali disorot media, kasus Satono, Bupati Lamtim menyimpan Dana APBD Rp106 miliar di Bank Swasta (PT. BPR Tripanca Setiadana) milik Alay yang bermasalah dan dinyatakan Bank Gagal Bayar (Likuidasi). Bupati Satono kemudian menggugat Perdata PT. BPR. Tripanca Setiadana (Alay Dkk) PN TK. Gugatan terdaftar di Register Nomor : 10/PDT.G/2009/PN.TK.

Hasil finalnya terjadi perdamaian dan tertuang dalam Akta Perdamian No: 10/PDT.G/2009/PN. TK 19 Maret 2009 dimana Alay berjanji menyerahkan 100 aset miliknya berupa Tanah Dll senilai Rp106 miliar kepada Satono (Bupati Latim) sehingga aset itu luput dari penyitaan penyidik hingga tak masuk objek sita rampasan negara di Putusan MA RI No: 510K/PID.SUS/2014, 21 Mei 2014 atas nama Sugiarto Wiharjo alias Alay.

Tapi, ternyata Alay tidak menyerahkan aset sesuai akta perdamaian. Sehingga PN TK Tanggal 26 Mei 2009 menerbitkan PENETAPAN Nomor : 09/EKS/2009/PN. TK Tanggal 26 Mei 2009 guna melaksanakan Sita Eksekusi 100 aset Alay yang tercantum di Akta Perdamaian.

Dilanjutkan 28 Mei 2009 sampai 1 Juni 2009 Juru Sita PN TK berdasarkan SPT Nomor:12/PAN/2009/PN.TK Tanggal 26 Mei 2009 telah melaksanakan Sita Eksekusi terhadap 66 Obyek Sita di Bandar Lampung yang tertuang dalam Berita Acara Penyitaan Eksekusi (Executorial Beslag) No: 09/EKS/2009/PN.TK. sehingga sah aset itu menjadi milik atau dikuasai Pemkab Lampung TImur.

Berdasarkan Berita Acara Penyitaan Eksekusi itu, seharusnya kuasa hukum Satono, saat itu Sopian Sitepu dan Sumarsih mengajukan Lelang Sita Eksekusi dan Uangnya diserahkan ke Satono selaku Bupati atau ke Pemkab Lamtim. Tapi Sopian Sitepu dan Sumarsih justru mengajukan permohonan angkat sita eksekusi.

Sehingga sedikitnya 66 Obyek Sita Eksekusi (yang satu diantaranya adalah Gedung OJK sekarang) kini berpindah tangan kepihak ketiga dengan cara diperjual-belikan oleh Alay Cs. Padahal sejak 23 November 2009, surat kuasa kedua lawyer (Sopian Sitepu dan Sumarsih) telah dicabut Satono.

Dan yang janggalnya lagi dari hasil penjualan aset secara ilegal ini tidak ada uangnya yang masuk ke kas Pemkab Lamtim. Akibat aset-aset ini dijual belikan, disamarkan dan diatasnamakan orang lain oleh Alay, Kejati Lampung agak kesulitan mengembalikan kerugian negara sebagaimana tencantum dalam putusan.

Aset Pantai Quin Arta

Data lain menyebutkan, soal aset yang sama berupa Pantai Queen Artha yang ada di wilayah perbatasan Lempasing Pesawaran. Tanah itu juga sempat dijadikan objek perjanjian antara Puntjak Indra dan Budi Wibarto dengan Alay, saat alay masih dipenjara di lapas Rajabasa.

Tanah tersebut juga dalam status sita jaminan perkara inkracht Alay vs Satono atau Pemkab Lampung Timur. Tanah itu dijual oleh Puntjak Indra dan Budi Winarto yang juga masih dipenjara dalam kasus APBD Lampung Tengah, kepada Donny menantunya Fredrik Yunadi (yang juga masih dibui).

Duit penjualan tanah tersebut diserahkan ke Kejati Lampngg Rp10 miliar beberapat waktu yang lalu. Kemudian tanah objek sita jaminan itu dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Pesawaran. Persoalannya sisa pembayaran jual aset kasus tersebut akhirnya tertahan. Bahkan ada indikasi sisa yang lain sepertinya sudah dibayar juga tidak sampai juga ke Kejati Lampung.

sumber sinarlampung menyebutkan bahwa kelaziman hukum dari Penetapan Perdamaian dengang konsekuensi Sita Jaminan adalah bahwa pihak yang menang perkara wajib memohon Sita Eksekusi atas Penetapan dan atau Putusan yang sudah inkracht. Permohonan Eksekusi sudah diajukan oleh pihak Pemkab Lampung Timur melalui PH, kemudian Eksekusi atas objek-objek sita jaminan tersebut sudah dilaksanakan oleh PN Tanjung Karang dan dibuktikan dengan Berita Acara Eksekusi.

Masalah hukumnya timbul lagi karena eks PH Pemkab Lamtim tanpa kewenangan hukum (Kuasa sdh dicabut) dan tanpa alasan logika secara diam-diam malah mengangkat Sita Eksekusi (meminta pembatalan eksekusi yang sah). Pengajuan pengangkatan sita eksekusi tersebut oleh Sopian Sitemu dan Sumarsih, itu saat Satono sudah berstatus buron.

Jika Sopian Sitepu mengatakan bahwa pengangkatan sita eksekusi atas perintah dan keinginan Satono, sementara Satono dengan status buron. Pertanyaan di mana dan bagaimana eks Penasehat Hukum Pemkab Lamtim bertemu dan berkomunikasi dengan Satono yang buron?  Catatan penting saat angkat Sita Jaminan dan BA Eksekusi terhadap Sita Jaminan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang saat Satono sudah mencabut Kuasa hukum kemudian Satono juga ngilang. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *