Lampung Selatan (SL)-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Selatan tidak menetapkan pasangan Hipni dan Melin Haryani Wijaya sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Selatan, untuk maju pemilihan kepala daerah (Pilkada) Lampung Selatan pada 9 Desember 2020, usai pleno Rabu 23 September 2020.
KPU menilai Hipni-Melin tidak memenuhi syarat sebagai calon karena pernag tersangkut pidana. Sementara untuk pasangan Tony Eka Candra-Antoni Imam, akan dilakasanakan KPU pada 1 Oktober 2020. “KPU Lampung Selatan hanya tetapkan pasangan calon Nanang-Pandu Kusuma Dewangsa untuk maju Pilkada Lampung Selatan. Sementara tidak mengesahkan Hipni-Melin karena tidak memenuhi syarat,” kata Ketua KPU Lampung Selatan Ansurasta Razak, di Kalianda, Lampung Selatan
Ada pun alasan lainnya KPU tidak menetapkan Hipni-Melin lantaran Melin pernah terjerat kasus hukum di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Dalam surat pemidanaan P-51 tahun 2015 di Pengadilan Tinggi Tanjungkarang. Pada 2015, dalam surat tersebut tertera Melin pernah dipidana pokok selama delapan bulan dan pidana percobaan 18 bulan.
Saat itu, Melin terjerat Pasal 263 ayat 2 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ada pun kasusnya turut serta menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan secara berlanjut
LO Tolak Sikap KPU
Tim pasangan Himel akan melakukan gugatan terhadap KPU atas putusannya yang tidak meloloskan Pasangan Mari Bangkit ini ke Bawaslu Lampung Selatan. “Ini proses demokrasi yang harus kita lewati, dengan keputusan tersebut kita akan gugat ke Bawaslu Lamsel Hari ini,” kata LO Himel Jauhari, kepadaa wartawan, Rabu 23 September 2020.
Menurut Jauhari, masalah ini merupakan sebuah ujian bagi Himel dalam melaksanakan cita-cita untuk sebagai pengabdian bagi Daerah Kabupaten Lampung Selatan. “Insya Allah ini hanya ujian. Kalau ujiannya lulus baerarti akan jadi pemenangnya. Untuk para pendukung, relawan dan simpatisan tetap semangat, dan mohon doanya. Semoga apa yg menjadi keberatan kita ini bisa berhasil dan menang,” ujarnya.
Sementara Ketua Bawaslu Lamsel Hendra Fauzi mengatakan memang ada proses di Bawaslu yang menangani masalah itu yakni Perbawaslu No 2 Tahun 2020 tentang sengketa proses pemilu. “Pengajuannya paling lambat 3 hari setelah penetapan dari KPU , Nanti kita liat pendapat dari penggugat dan tergugat,” katanya.
Ditambahkannya untuk keputusan dari gugatan itu ada waktu 14 hari setelah pihaknya mengkaji dan meminta pendapat ahli. “Nanti kita kaji dan dengarkan pendapat ahli baru kemudian kita putuskan,” katanya.
KPU Kurang Cermat Membaca Bunyi Hukum
Praktisi hukum Ahmad Handoko menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Selatankurang memahami tafsir hukum secara komprehensip. Karena hanya membaca pasal tapi tidak memahami makna dan maksud bunyi Pasal yang menjadi alasan landasan hukum.
Yaitu undang undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang undang Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, Bupati dan Walikota Bab III Persyaratan calon pada pasal 7 ayat 2 poin g.
“KPU kurang memahami tafsir hukum secara komprehensip,mereka hanya membaca pasal tapi tidak memahami makna dan maksud bunyi Pasal diatas. Hal ini sangat fatal,” kata Ahmad Handoko menanggapi tidak diretapkannya pasangan Hipni dan Melin Haryani Wijaya sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Selatan, untuk maju pemilihan kepala daerah (Pilkada) Lampung Selatan pada 9 Desember 2020 karena tidak memenuhi syarat sebagai calon.
Menurut Ahmad Handoko, bahwa untuk kasus Posisi Hj. Melin Haryani Wijaya dapat dilihat beberapa dasar hukum yang relefan dipakai yatu Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019. Lalu Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Kemudian Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020, bahkan bahwa berdasarkan PKPU Nomor 1 Tahun 2020 huruf (F) mengatur tetang calon tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik.
“Dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa. Bahwa didalam PKPU aquo tidak menjelaskan menganai diperbolehkan bagi terpidana yang telah menjalani hukuman setelah 5 tahun,” katanya.
Bahwa PKPU adalah peraturan teknis yang dibuat oleh KPU berdasar Pada Undang-undang yang berlaku incasu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 7 ayat 2 huruf (g).
Bahwa Pasal 7 auay 2 huruf (g) tersebut telah diuji di Mahkamah Konstitusi sebagaimana Putusan Nomor Mahkamah Kostitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 dan telah dinyatakan Pasal a quo konstitusional bersyarat sehingga bunyi Pasal 7 ayat 2 hufur (g)
Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;
(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
Bahwa PKPU sebagai aturan teknis tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang mengaturnya karena sumber hukum yang tertinggi adalah Undang-undang dan kedudukan PKPU adalah jauh dibawah Undang-undang maka dalam hal ini KPU harus patuh dan tunduk pada dasar hukum yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi incasu Undang-Undang a quo.
Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Kostitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 Menyatakan: Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898.
Bahwa dikarenakan Putusan Yang telah berkekuatan Hukum tetap yang dijatuhkan kepada Hj. Melin Haryani Wijaya adalah Pasal 263 ayat 2 yang ancaman hukumanya adalah 6 tahun maka apabila ingin menjadi calon wakil bupati maka yang bersangkutan harus tunduk dan patuh pada ketentuan Mahkamah Konstitusi a quo.
Bahwa sebagaimana Putusa MK aquo yatitu telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetapdan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana. Maka dihubungkan dengan amar putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap incasu Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 122/Pid/2014/PT.Tjk yang amar putusannya menyatakan:
Pertama Terdakwa Hj. Melin Haryani Wijaya tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan ber-salah melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan membebaskan Terdakwa dari dakwaan Primair tersebut. Kedua menyatakan terdakwa Hj. Melin Haryani Wijaya tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan secara berlanjut”;
Lalu menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama delapan bulan. Menetapkan bahwa hukuman itu tidak perlu dijalani kecuali kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, oleh karena Terpidana sebelum lewat masa percobaan 18 (delapan belas) bulan telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum;-
Maka sebagaimana petitum poin 3 dan poin 4 khususnya petitum Poin 4 dimana majelis hakim memerintahkan Menetapkan bahwa hukuman itu tidak perlu dijalani kecuali kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim.
Oleh karena terpidana sebelum lewat masa percobaan 18 (delapan belas) bulan telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum, maka dengan artian putusan berkekuatan hukum tetap tersebut tidak ada perintah atau yang memerintahkan bahwa terhadap Terpidana tidak perlu menjalani hukuman Pidana Penjara.
“Sehingga bila mengacu pada syarat sebagaimana ketentuan Undang-udang incasu Putsuan MK yaitu “telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum,” kata Ahmad Handoko.
“Maka yang dimaksud 5 (lima) tahun sebagaimana undang-undang adalah 5 tahun setelah terpidana menjalai pidana penjara berdasar putusan pengadilan, artinya berlaku terhadap terpidana yang dihukum pidana penjara badan (dilembaga pemeasyarkatan) namun apabila terpidana tidak diperintahkan dihukum pidana penjara badan secara mutatis mutandis maka jangka waktu 5 tahun adalah setelah Putusan berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Ahmad Handoko menambahkan, berdasarkan dokumen mereka terima putusan aquo adalah putusan yang berkekuatan hukum tetap pada tanggal 25 Februari 2015 dan Hj. Melin Haryani mendaftar sebagai Calon wakil Bupati pada September 2020 maka telah lewat waktu 5 tahun setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
“Sehingga oleh karnanya secara hukum telah memenuhi syarat sebagaimanama ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 i.c PKPU Nomor 1 Tahun 2020,” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan