Bandar Lampung (SL)-Penangkapan tersangka Syamsul Arifin, mantan Ketua Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesian (AKLI) Lampung yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Lampung, 22 September 2020 berbuntut praperadilan. Banya pihak menduga penangkapan yang dilakukan dengan drama berlebihan ini ditunggangi kepentingan tertentu.
“Jika benar, maka ada lagi deretan kasus kriminalisasi yang memanfaatkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata pengacara Syasul Arifin, David Sihombing, S.H dan Ziggy Zeaoryzabrizkie, S.H.,M.H, advokat atau Konsultan Hukum pada Kantor “DAVID SIHOMBING & PARTNERS.
Dijelaskan David, dalam gugatan praperadilan, diungkapkan ada beberapa kecacatan prosedur yang terjadi. “Dari laporan sampai keluar Surat Perintah Penyidikan itu hanya dua hari. Uniknya lagi, Surat Panggilan Sp.Pgl/190/III/SUBDIT-II/2013/Ditreskrimsus tertanggal 25 Maret 2013 ini meminta klien kami hadir tanggal 28 Maret 2013. Tapi tanggal 27 Maret 2013, sudah terbit Panggilan kedua nomor Sp.Pgl/190a/III/SUBDIT-II/2013/Ditreskrimsus,” ujar David Sihombing.
Menurut David, tidak umum proses sedemikian cepat terjadi, apalagi untuk delik aduan yang tergolong tindak pidana khusus yang tentunya memerlukan proses yang cukup rumit. Selain itu, penambahan pasal yang akhirnya mencampurkan pasal pidana khusus dan pidana umum juga dirasa janggal.
Meski pelapor hanya melaporkan pelanggaran UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun kemudian ditambahkan dengan pasal-pasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. “Saksi Pelapor tidak memberikan kesaksian tentang delik yang digambarkan pasal-pasal tersebut. Itu bagaimana pembuktiannya? Artinya mereka tidak ada alat bukti untuk pasal-pasal tambahan, namun lalu sudah memberi status tersangka,” kata David.
Penetapan P21 yang sudah diberikan melalui surat No. B-2271/N.8.4/Euh.1/6/2013 dari Kejati Lampung tanggal 21 Juni 2013 juga semakin membuat tindakan kepolisian semakin terasa mengganjal. “Dikatakan klien kami ini kabur setelah gagal dijemput paksa tanggal 18 Juli 2013 itu yang teman-teman media juga sempat beritakan dulu,” katanya.
Penyidikan sudah selesai, tapi masih mengeluarkan Perintah Penggeledahan dalam rangka penyidikan, tanpa izin Ketua Pengadilan pula. “Prosedur sudah cacat sejak awal, tidak bisa kita katakan bahwa telah dilakukan pemanggilan secara patut. Lalu apa pretensinya menerbitkan DPO?”, katanya.
Saat ditanyakan tentang pernyataan polisi bahwa Syamsul sering mondar-mandir Jakarta – Bandar Lampung, David membenarkan. “Ya klien kami ini kan memang keluarganya di Jakarta, dan juga ada kantor di Jakarta. Jika dikatakan kabur ya tidak benar, mayoritas waktunya tetap tinggal di Jalan Pattimura Bandar Lampung, 950 meter jauhnya dari kantor Polda Lampung,” jelas David. (Red)
Tinggalkan Balasan