Lampung Utara (SL)-Dalam hal penanganan kasus dugaan perbuatan tidak menyenangkan disertai penganiayaan yang beberapa waktu lalu menimpa salah satu kontributor stasiun televisi swasta nasional wilayah Lampung Utara, Ardhi Yohaba, menuai sorotan publik.
Dekan Fakuktas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMKO), Suwardi Amri, SH, MH, CM, menyatakan setiap kasus yang masuk ke pihak kepolisian harus dilakukan penyelidikan dan penyidikan.
“Secara teknis hal itu diatur dalam Perkap nomor 6 tahun 2019, tentang Penyidikan Tindak Pidana. Disitu nanti pihak kepolisian bisa melihat bukti-bukti yang ada, apakah memenuhi unsur tindak pidana atau tidak dengan minimal dua alat bukti yang sah,” terang Suwardi Amri, kepada sinarlampung.co, Jum’at, 30 Oktober 2020, melalui komunikasi via pesan whatApps.
Dirinya juga menyampaikan, terkait persoalan dimaksud, pihak kepolisian hendaknya bekerja dengan profesional tanpa ada tekanan dari pihak manapun dengan melihat bukti-bukti yang ada.
Terkait pernyataan dari pengacara terlapor, yang menyatakan bahwa Pasal 351 KUHP itu lemah jika diterapkan pada yang bersangkutan, Suwardi Amri menyatakan pernyataan itu merupakan haknya untuk menyampaikan pendapat.
“Namun, pihak kepolisian pasti punya penilaian tersendiri. Dari informasi yang saya peroleh, pengacara terlapor terkesan menjadi juru bicara pihak kepolisian dengan pernyataannya yang menyatakan bahwa menurut kepolisian bukti-bukti yang ada itu lemah,” ujarnya.
Namun menurut Suwardi Amri, jika memang tidak bisa diterapkan pasal 351 KUHP, maka bisa diterapkan UU Pokok Pers.
“Karena, dalam pandangan hukum saya, tindakan terlapor telah memenuhi tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik yang jelas diatur dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999, pada Pasal 18 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah),” urai Suwardi.
Ditambahkan, sangat jelas bahwa wartawan dalam melaksanakan tugasnya dilindungi UU Pers No 40 Tahun 1999. Akan tetapi, lanjutnya, yang dapat membuktikan bahwa perbuatan itu memenuhi unsur atau tidak harus berdasatkan putusan hakim.
“Kalau ada upaya untuk melakukan perdamaian, saya kira itu lebih baik. Tapi, hal itu tidak serta merta menggugurkan kasus pidana dan perdamaian itu dilakukan bukan karena melihat perkara itu lemah atau tidak tapi karena memang ada itikad baik dari para pihak,” tutupnya. (ardi)
Tinggalkan Balasan