Bandar Lampung (SL)-Polda Lampung mulai melakukan penyelidikan terkait kasus dugaan pengancaman, intimidasi dan penghalang halangi kerja jurnalistik oleh Walikota Bandar Lampung Herman HN terhadap wartawan Lampung Televisi (LTV) Dedi Kaprianto. Penyidik Unit I Sat I Ditkrimum Polda Lampung memeriksa saksi kasua tersebut, Selasa 24 November 2020.
“Hari ini (24-11) penyidik Unit I Subdit I Polda Lampung melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap pelapor korban Dedi Kaprianto wartawan Lampung TV dan saksi Martin R. Pasuko Dewo. Tahapannya kini memasuki penyelidikan,” kata Ketua Lembaga Advokasi dan Konsultan Hukum (LAKH) PWI Lampung Rozali Umar SH MH, di Polda Lampung.
Menurut Bang Rozali, sapaan akrabnya, pemeriksaan terhadap Dedi Kaprianto dilakukan sejak pukul 10.30 WIB hingga 17.15 WIB. “Hari ini terdapat 29 pertanyaan. Lalu untuk saksi Martin dimintai keterangan oleh penyidik sejak pukul 11.00 WIB hingga 15.00 WIB dengan 18 pertanyaan,” kata Bang Rozali.
Dalam pemeriksaan, lanjut Sekretaris PERADI Bandar Lampung itu, Dedi dan Martin didampingi tim kuasa hukum LAKH PWI Lampung, terdiri dari 10 pengacara Rozali Umar, Alfian, Faisal Chudari, Tahura Malagani, Musanif Effendi, Sukarmin dan Yusnida.
Sebelumnya, Dedi Kaprianto wartawan Lampung TV (LTV) telah melaporkan Walikota Bandarlampung Herman HN ke Polda Lampung pada Selasa (10-11) siang, bersama puluhan wartawan dan lembaga organisasi pers PWI Lampung.
Laporan tersebut terkait dugaan intimidasi atau pengancaman terhadap wartawan LTV oleh Herman HN, saat melakukan wawancara. Walikota Bandarlampung mengeluarkan pernyataan yang dinilai mengintimidasi wartawan dengn kalimat pangancaman dan penghinaan.
Waka Bidang Pembelaan wartawan Juniardi menambahkan berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang undang no 40 Tahun 1999 atau UU Pers, menyebutkan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
“Pada dasarnya pers mempunyai kemerdekaan dalam menjalankan profesinya. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat (3) UU Pers). Ini berarti pers tidak dapat dilarang untuk menyebarkan suatu berita atau informasi jika memang hal tersebut berguna untuk kepentingan publik,” kata Juniardi.
Menurut Juniardi, kemerdekaan pers tersebut juga dikatakan dalam Kode Etik Jurnalistik Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
“Akan tetapi, dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Ini berarti kemerdekaan pers itu tidak tanpa batas,” ujarnya.
“Ada hal-hal yang membatasinya yang perlu diperhatikan oleh pers dalam memuat berita. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat (1) UU Pers),” katanya. (red)
Tinggalkan Balasan