Bandar Lampung (SL)-Ike Edwin yang akrab disapa Dang Ike menggelar konfrensi pers menjawab tuntutan para petinggi Adat di Kerajaan Adat Paksi Pak Skala Brak yang menuding menyalahi aturan (Tata Titi) dalam adat istiadat Paksi Pak Skala Brak. Senin Malam, 7 Desember 2020.
Dang Ike Edwin menyayangkan atas sikap dan tindakan dari beberapa orang masyarakat yang mengatasnamakan tokoh adat dari kerajaan Adat Paksi Pak Skala Brak saat menyatakan sikapnya di media massa. “Jika ada hal-hal yang kurang berkenan atau kurang pas, mereka bukannya datang atau memanggil saya untuk berdiskusi, tapi malah ke Media Massa,” sesalnya.
Dang Ike juga mengajak perwakilan kepaksian untuk bertemu dan berbicara. Karena dia menganggap seluruh kepaksian di Kerajaan Paksi Pak Skala Brak adalah keluarganya. Karenanya, jika ada suatu hal lebih baik disampaikan melalui cara kekeluargaan. “Yang belum tentu apa yang disampaikan benar. Kita bersaudara. Kakak dan adik. Biarlah diselesaikan dengan baik supaya bagus. Kalau gini ditonton dan lihat orang,” ujarnya.
Menurut Dang Ike, terkait 7 poin yang menjadi tuntutan tersebut di antaranya untuk menghapuskan nama Lamban Gedung Kuning (LGK) yang berada di Jalan Pangeran H. Suhaimi, Sukarame, Bandar Lampung, Bahwa nama tersebut tidak ada kaitannya dengan adat istiadat,
“Dan nama tersebut awalnya yang memberikan adalah masyarakat di sekitar Lamban Gedung Kuning. Dikarenakan rumah saya ini kebetulan besar dan di cat dengan warna kuning, dan saya tambahkan nama Lamban yang artinya Rumah,” ujar Dang Ike.
Terkait masalah Atribut dan simbol-simbol yang berada di Lamban Gedung Kuning kata Dang Ike, Itu semua adalah atribut dan simbol-simbol kerajaan adat Paksi Pak Skala Brak, “Dan Paksi Pak Skala Brak itu bukan hanya milik satu Paksi atau satu kelompok, tapi milik 4 Paksi yaitu Paksi Buay Belunguh, Paksi Buay Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Bejalan di Way,” ujarnya.
Dang Ike juga mengungkapkan, bahwa tentang gelar atau Adok yang diberikan oleh PYM SPDB Pangeran Edward Syah Pernong selaku Sultan Kerajaan Adat Paksi Buay Pernong yang Dipertuan ke 23, justru ia baru tahu dari media massa. “Saya sendiri belum tahu kalau adok atau gelar saya adalah Bhatin Perwira Negara,” katanya.
“Padahal saya juga ada beberapa gelar yang diberikan oleh pihak ibu saya dari Way Kanan maupun dari pihak istri saya dari Marga Way Lima, Pesawaran. Bahkan ada juga gelar yang diberikan oleh masyarakat adat diluar Provinsi Lampung seperti dari kerajaan adat Sulawesi,” ungkapnya.
Dang juga menjelaskan, kediamannya bukan dimaksudkan untuk menjadi sebuah kerajaan. “Raja lain kembali jadi rakyat biasa. Di dalam keluarga bisa memiliki kedudukan. Sekarang yang dibesarkan budaya dan adat istiadat. Bukan organisasi kerajaan,” jelasnya.
Dang Ike juga merespon soal tidak boleh menyelenggarakan kegiatan adat di kediamannya. Dirinya mencontohkan, pesta adat di kediaman pribadi ataupun di lapangan oleh warga diperbolehkan. Dengan ada kegiatan adat, masyarakat bisa mengenal dan mencintai adat. “Terlebih, ini rumah saya. Supaya mencintai adat,” katanya.
Adat, dalam penilaiannya, bukanlah milik satu orang saja. Karena itu, sebagai orang Lampung dirinya juga memiliki hak atas adat Lampung. “Karena seorang pemimpin tidak akan menjadi pemimpin jika tidak ada rakyatnya. Sehingga adat Lampung milik orang Lampung,” ulas Dang Ike.
Penjelasan Pun Yanwar Soal Gelar untuk Yusuf Kohar
Sultan Junjungan Sakti Pun Yanwar Paksi Buay Belunguh memberi penjelasan mengenai proses pemberian gelar adat kepada Wakil Wali Kota Bandarlampung M Yusuf Kohar. Diketahui proses pemberian gelar itu dilakukan di kediaman Dang Ike Edwin beberapa waktu lalu.
Menurutnya jika mengadakan prosesi adat dari Kepaksian Buay Belunguh, jarak tempuh dari Bandar Lampung ke Lampung Barat jauh. Sehingga dirinya meminjam kediaman Dang Ike Edwin untuk melakukan prosesi adat. “Acara tersebut merupakan acara Kepaksian Buay Belunguh. Setiap paksi, lanjutnya, memiliki wilayah dan anggota masing-masing. Karenanya, menurut dia, jika ada yang mempersoalkan bisa langsung menemui dirinya. “Harusnya langsung ke saya. Apakah merugikan ? Tidak,” ungkapnya.
Dirinya mengaku bersyukur acara tersebut dapat terlaksana dengan lancar dan sukses. Acara tersebut juga merupakan salah satu cara melestarikan budaya Lampung. “Itu acara saya. Tidak ada keterlibatan Adinda Ike Edwin. Kalau saya harus minta rekom ke siapa? saya ini megang tampuk pimpinan. Yang konflik bukan saya. Mungkin ada ketidak puasan. Ini sukses bangga harusnya dapat melestarikan bukan hanya di Lampung bahkan sampai luar tahu,” ucapnya.
Siapapun, lanjutnya, dapat diangkat menjadi saudara. Dirinya juga menepis acara tersebut memiliki unsur politik “Tidak ada unsur politik. Ini murni adat. Itulah kalaupun ada pemasalahan segala macam tolong jangan langsung masuk media. Mari kita berembuk dulu,” ajaknya. (rls/Red)
Tinggalkan Balasan