Jaksa Mulai Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Disinfektan Chamber Covid-19 di Lampung Utara

Bandar Lampung (SL)-Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menyatakan masih berkoordinasi dengan Kejari Lampung Utara untuk memonitor kasus dugaan mark-up pengadaan disinfektan chamber Covid-19 di Dinas Kesehatan Lampung Utara. Ada indikasi mark-up hingga 500 persen perunit. Disinfektan chamber adalah alat berbentuk bilik untuk penyemprotan pada awal-awal penyebaran virus masuk ke Provinsi Lampung tahun 2020.

Selain Kabupaten Lampung Utara, juga ada pembelian di Dinas Perhubungan Provinsi Lampung. Bahkan hampir semua Dinas Intansi, hingga terminal dan Bandar menggunakan sarana Disinfektan. “Kami sudah berkoordinasi dengan Kejari daerah dimana lokusdeliktinya, dengan Kejari Lampung karena kejadiannya di sana,” kata Kasipenkum Kejati Andrie W Setiawan kepada wartawan, dilangsir Lampung Poskota, Rabu 11 Maret 2021.

Menurut Andre, setelah mendapatkan informasi dugaan mark-up disfektan chamber dari pemberitaan, Kejati Lampung melakukan kajian dan melaporkannya kepada  Kajati Lampung. “Dari Informasi tersebut, kita mencoba mencermati dan mengkaji karena pihak kejaksaan menekankan proses penegakan hukum itu secara obyektif. Kami laporkan kepada Kajati dan berdasarkan informasi ini beliau akan meneruskan pada bidang-bidang yang nantinya akan maju untuk melengkapi,” katanya.

Terkait kasus korupsi yang berhubungan dengan anggaran penanggulanan Covid-19. Andrei mengatakan pihaknya baru mendapat laporan dan tengah mempelajarinya. “Yang masuk ada berdasarkan laporan sudah ada dan kami masih mempelajarinya,” katanya.

Sebelumnya, pengadaan 53 disinfektan chamber Covid-19 Pemkab Lampung Utara diduga di-mark up hingga 300 persen lebih dari Rp4 juta jadi Rp17.500.000 per unit.   DPRD Kabupaten Lampung Utara (Lampura) mulai mencium aroma tak sedap dari pengadaan bilik steril (desinfektan chamber) dari Tahun Anggaran 2020.

Dari aspek pemanfaatan, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Lampura Arnol Alam mendengar bilik steril itu tidak bermanfaat, dibiarkan saja saat ini, baik di puskemas maupun rumah sakit. Padahal pengadaan itumemakai uang rakyat.

Arnol Alam berencana segera memanggil pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan itu, mulai dari Dinas Kesehatan, bidang yang menangani, sekaligus perusahaan yang memasoknya. “Kita akan tindaklanjuti hal ini, segera diagendakan. Apalagi BPK sudah pernah mencoba menyelidikinya. Kita segera melakukan langkah-langkah sesuai fungsi lembaganya mulai dari pembahasan tingkat komisi hingga pihak-pihak yang terkait masalah ini,” katanya.

Diduga Mark Up

Penyusuran wartawan, harga pembuatan alat atau produksinya seharga Rp3 juta per unit, lalu kemudian diduga dijual dengan harga Rp17.500.000 per unit atau total Rp927.500.000 ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Utara. Namun, alat yang sama diduga dijual Rp4 juta per unit ke Dinas Perhubungan Lampung. Dinas Perhubungan Lampung cuma membeli dua unit.

BPK Perwakilan Lampung konon tengah menyelusuri hal ini. Perbandingan BPK, Dinas Perhubungan Lampung membeli alat serupa sekitar Rp4 juta. Proyek yang diperoleh IZ dari PT SPB tersebut sekitar bulan Mei 2020, awal-awal pandemi Covid-19 mulai masuk ke Provinsi Lampung.

IZ ketika dikonfirmasi wartawan terkait adanya dugaan mark up lewat lewat ponselnya, orang yang mengangkat telepon genggam nomornya mengatakan IZ tidak ada di tempat. Ketika didatangi ke kantornya untuk konfirmasi dugaan mark up tersebut di Pahoman, Kota Bandar Lampung, putranya mengatakan orangtuanya tidak ada di tempat, sedang keluar.

Media ini minta disampaikan, baik nomor telepon maupun pertanyaan seputar dugaan mark up tersebut. Namun, setelah sepekan lebih, tak juga ada tanggapan dari IZ.

Julian, kepala Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Dinkes Kabupaten Lampung Utara, ketika dikonfirmasi mengatakan tak lagi di Dinkes, sejak akhir tahun lalu pindah ke Dinas Sosial. Dia enggan menjawab soal proyek pengadaan disfektan chember tersebut. Malahan, Julian balik mempertanyakan kebenaran wartawan yang mengkonfirmasinya.

Sementara JN, pemasok disinfektan chember ke Dinas Perhubungan Lampung mengaku sebagai pembuat barangnya, bukan yang memasoknya ke Dinas Perhubungan Lampung. Dikatakannya, harganya tak lebih dari Rp3 juta per unit. Dinas Perhubungan Lampung hanya memesan disinfektan chember.

RJ ketika dikonfirmasi membenarkan sebagai subkon, pembuatan disfektan chember untuk Dinas Kesehatan Lampung Utara dan Dinas Perhubungan Lampung. Ketika dikonfirmasi apakah jualnya Rp3 juta kepada IZ dan JN, EJ membenarkan. “Ya, saya jual sigitu. Wajar dong, saya ada keuntungan atas pembuatan alat tersebut,” katanya.

Dia kaget ketika dikonfirmasi bahwa harga jualnya mencapai Rp17,5 juta per unit di Dinas Kesehatan Lampung Utara dan Rp4 juta per unit di Dinas Perhubungan Lampung. (Lpk/red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *