Sekelompok Orang Keliling Desa Ngaku Wartawan Jualan Masker dan Bibit Alpukat?

Pesawaran (SL)-Sekelompok orang mengaku wartawan meresahkan aparat desa di Kabupaten Pesawaran. Mereka mendatangi Kantor Desa di Kabupaten Pesawaran, dan berjualan masker dan bibit Alpukat. Mereka mengaku untuk membantu masyarakat dan cari penghasilan tambahan.

“Ya kita manfaatkan covid19 dengan berjualan masker ke pada Kepala Desa. Dengan demikian selain dapat membantu masyarakat melalui kades, otomatis kita juga mendapat modal atau laba tambahan,” kata R, yang ngaku dirinya wartawan, Rabu 10 Maret 2021.

Menurut R bahwa pemanfaatan ini mudah-mudahan dapat berlangsung. Sehingga laba dari berjualan masker dapat di manfaatkan untuk kebutuhan. “Kita jual masker per kotak isinya 10 fivs Rp100.000, dan kontrak dengan setiap kepala desa 10 kotak. Sementara kita beralih profesi, tetapi tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai jurnalis,” katanya.

Tak hanya itu saja, sekelompok orang yang mengaku wartawan itu terlihat di kediaman salah satu Kades yang ada di kecamatan Waylima Kabupaten Pesawaran, sedang menawarkan batang bibit alvokat stekan. “Iya saya beli bibit alvokat dari teman wartawan. Yang mengaku dari Bandar Lampung,” kata salah seorang kades.

Kades lainnya, mengaku pembelian masker tersebut mengunakan anggaran DD dimana nantinya akan di bagikan kepada aparat desa dan masyarakat.

Kasus itu meresahkan jurnalis dan mencoreng marwah profesi wartawan itu sendiri. “Wartawan itu, mencari dan menyajikan berita bukan malah jualan begitu. Ini jelas sangat memalukan,” ujar Oji, salah satu wartawan di Pesawaran.

Modus Pemerasan Baru

Modus pemerasan baru oleh oknum yang mengaku wartawan, mendapatkan tanggapan dua Jurnalis senior Lampung langsung merespon hal ini. Yakni, Wakil Ketua PWI bidang pembelaan hukum Juniardi, SIP, MH dan Mantan Ketua PWI Pringsewu, AndreasAndoyo, S.Pd.

Andoyo menyarankan para kades harus berani jika ada oknum yang mengatasnamakan wartawan. “Kades harus berani melawan jika ada oknum wartawan atau LSM yang melakukan pemerasan. Wartawan sudah punya kode etik,” jelas Andoyo,

Jika ada yang datang mengatasnamakan wartawan kata Andoyo, tanya dan lihat kartu persnya.  “Wartawan apa, kapan masa berlaku KTAnya dan punya KTA keanggotaan organisasi wartawan atau tidak,” katanya.

Sementara itu, Juniardi mengatakan, perlu diingat jurnalis atau wartawan adalah  seseorang yang melakukan kegiatan jurnalistik atau orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan ditulisannya dikirim/dimuat di media massa secara teratur.

“Laporan ini lalu dapat dipublikasikan dalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi dan internet. Jurnalis mencari sumber untuk ditulis dalam laporannya dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat,” jelasnya.

Dalam diri jurnalis menurut para pakar pers Lampung ini, bahwa ada istilah “profesional” yang memiliki tiga arti pertama profesional adalah kebalikan dari amatir. Kedua, sifat pekerjaan jurnalis menuntut pelatihan khusus. Ketiga, norma-norma yang mengatur perilakunya dititik beratkan kepentingan khalayak pembaca.

“Jadi wartawan profesionalisme dalam mencari berita memperhatikan kedisiplinan dalam bekerja, mengikuti aturan-aturan yang sesuai dengan standar pembuatan berita dan menerapkan kode etik jurnalistik penulisan berita agar yang dihasilkan tidak menyalahi aturan kode etik jurnalistik berita,” jelasnya.

Sebagai wartawan, kata dia, seseorang harus memahami standar-standar jurnalistik, sebab, tanpa memahami standar jurnalistik maka, seorang jurnalis tidak akan mampu meliput sebuah kejadian/peristiwa dengan baik dan benar. Selain itu, harus memiliki kemampuan wawancara (interview) terhadap seorang narasumber yang dijadikan pada topik sebuah tulisan (berita).

Dan Sesuai dengan KEJ jurnalis dalam setiap peliputannya harus menunjukkan identitas diri, menghormati hak privasi, tidak menyuap dan menyajikan berita yang faktual dan jelas narasumbernya. Kemudian, seorang wartawan harus memahami kode etik jurnalistik yang menjadi dasar acuan untuk menyajikan sebuah berita. Seperti, profesi lainnya yang memiliki aturan dan tata cara sehingga terhindar dari kesalahan.

Serta Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers yang menjadi payung profesi para jurnalis. “Jadi menurut saya mereka adalah bukan wartawan, tapi pedagang. Jika mengaku aku wartawan apalagi dari Bandar Lampung, saya kira harus kita lihat kebenarannya, atau medianya apa, jika tidak jelas maka itu merusak citra dan nama baik pers.

Karena Profesionalisme wartawan dan kemampuan seorang wartawan melakukan kerja-kerja wartawan berdasarkan aturan sesuai dengan undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers dan Kode Etik Jurnalisme (KEJ),” urainya. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *