Bandar Lampung (SL)-Pimpinan Majelis Wilayah Korps Alumni HMI (PMW KAHMI) Provinsi Lampung bersama DPD-RI Provinsi Lampung akan membahas jeritan petani singkong yang harga anjlog. Kahmi dan DPD akan membedah hal itu dalam Focus Group Discussion (FGD), Selasa, 16 Maret 2021 pukul 10.00 WIB di Kantor Perwakilan DPD-RI Provinsi Lampung,Jl. Pattimura, No. 19, Teluk Betung, secara virtual.
Ketua DPD RI AA La Nyalla Matalitti didapuk menjadi keynote speaker dalam diskusi yang digelar melalui zoom meeting. “Kami mengundang Pak Ketua (DPD RI) untuk menjadi keynote speaker dalam FGD pada Selasa besok,” kata Koordinator Presidium Pimpinan Majelis Wilayah KAHMI Lampung Abi Hasan Muan, yang sudah menyerahkan undangan kepada La Nyalla.
Presidium KAHMI Lampung yang juga anggota DPD RI Ahmad Bastian SY berharap La Nyalla berkenan hadir dalam FGD melalui zoom meeting. “Karena anjloknya harga singkong ini masih menjadi persoalan di Lampung. Sehingga, KAHMI Lampung mencoba membedah hal ini dengan melibatkan pihak terkait, termasuk Pak Ketua,” ujar senator asal Lampung ini.
Ahmad Bastian SY menjelaskan FGD ini nantinya membahas sejumlah masalah yang terjadi di Lampung. Salah satunya adalah penurunan harga singkong yang merugikan petani. FGD yang akan dilaksanakan secara virtual ini akan menghadirkan berbagai narasumber yang berkompeten yaitu KPPU, DPRD Provinsi Lampung, Pemerintah Provinsi Lampung, Akademisi, Asosiasi Petani Singkong, HKTI dan Dewan Penasihat KAHMI.
Serta para penanggap yang berasal dari unsur Akademisi, KADIN, HIPMI, YLBHI dan pengusaha pengolahan singkong/ tapioka, “Tujuan kegiatan ini mencakup beberapa hal. Yakni mendiskusikan berbagai isu dan persoalan dalam persaingan usaha dan kaitannya dengan perekonomian daerah; mendiskusikan peran KPPU, Pemerintah Daerah, dan stakeholder lainnya dalam upaya penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat; merumuskan berbagai masukan dan rekomendasi kebijakan dan strategi dalam rangka penegakan hukum dan peningkatan iklim persaingan usaha yang sehat,” katanya.
Bahas Berbagai Persoalan
Saat ini harga singkong di tingkat petani Lampung Rp 700/kg dengan potongan hingga 30% saat masuk pabrik. Harga itu membuat petani menjerit terlebih harga pupuk naik. Akibatnya biaya tanam jauh lebih besar daripada hasil panen. Para petani di berbagai sentra produksi seperti di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, Tulang Bawang, Lampung Utara, Tulang Bawang Barat dan Way Kanan harus berhutang untuk bisa tanam singkong.
Sejumlah fraksi di DPRD Provinsi Lampung menduga ada praktek oligopoli oleh 6 (enam) perusahaan tapioka di Lampung sehingga membuat harga singkong di petani sangat rendah”. Berita soal harga singkong adalah realita yang dihadapi masyarakat Lampung. Bahkan lebih ironi ketika Provinsi Lampung yang merupakan penghasil singkong terbesar di Indonesia, juga melakukan impor singkong/tapioka dari negara luar.
Hal ini tentu akan sangat berpengaruh kepada harga jual singkong di tingkat petani yang pada akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan petani. Kondisi tidak jauh berbeda juga terjadi pada komoditas kopi. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil kopi terbesar kedua di Indonesia.
Komoditas ini menjadi salah satu produk unggulan Lampung. Produksi kopi di Lampung saat ini mampu memberikan kontribusi 24,19% produksi kopi nasional. Namun demikian, petani kopi Lampung tidak berdaya menghadapi masuknya kopi impor dari Vietnam yang pernah terjadi pada akhir 2019.
Harga jual kopi di tingkat petani yang rendah dan fluktuatif masih menjadi persoalan besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani kopi. Ada hal menarik yang terjadi pada rantai nilai tataniaga produk kopi (dan produk pertanian lain pada umumnya), yaitu petani sebagai penjual (pemilik barang) tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga.
Posisi petani adalah sebagai “price taker”, dimana harga ditentukan oleh pembeli dan kadangkala petani terpaksa menjual produknya dengan harga di bawah harga pokok produksi. Selain kedua produk di atas, Lampung juga merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia.
Namun, kondisinya tidak jauh berbeda yaitu komoditas tersebut belum berdampak signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung. Khusus untuk komoditi gula pasir, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memproses berbagai pihak yang sengaja menunda distribusi gula pasir demi mendapatkan rente.
Juru Bicara KPPU Guntur Saragih mengatakan bahwa pihaknya menilai harga gula pasir di pasar yang diakses oleh masyarakat masih tergolong tinggi, meskipun gula impor telah masuk ke pasar. KPPU meningkatkan status pengawasan gula pasir menjadi proses inisiatif di penegakkan hukum. Peningkatan status dari kajian sektoral tersebut, tuturnya, dilakukan untuk lebih memfokuskan pengawasan KPPU pada perilaku para produsen dan distributor dalam pemenuhan kebutuhan gula nasional. (Bisnis.com, 2020)
Fenomena yang terjadi pada beberapa komoditas unggulan Provinsi Lampung perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi Lampung. Pemerintah harus melakukan upaya upaya dalam rangka mengatasi distorsi pasar yang terjadi. Distorsi pasar ini menyebabkan terjadinya inefisiensi perekonomian sehingga “kue keuntungan” hanya dinikmati sekelompok kecil pelaku usaha.
Teori tentang campur tangan Negara dalam bidang perekonomian khususnya pengaturan pasar dalam konsep Negara kesejahteraan (welfare state) menyatakan bahwa negara (Pemerintah) harus hadir dalam sistem perekonomian yang tidak efisien.
Untuk mencapai tujuan pada Negara kesejahteraan, efisiensi ekonomi merupakan faktor utama yang dikedepankan dan dikembangkan baik pada skala ekonomi makro maupun pada skala ekonomi mikro. Hal ini dibutuhkan agar sumber daya ekonomi dapat terdistribusi secara efisien dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah menjaga kepentingan umum dan menegakkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Efisiensi ekonomi nasional dalam konteks ini merupakan cara agar kesejahteraana rakyat tercipta. Karena itu praktek usaha yang tidak efisien dengan bahasa lain menjadi langkah kontraproduktif dan berarti melawan negara.
Berbagai praktek usaha yang diduga melawan negara seperti monopoli, oligopoli, kartel, persekongkon tender dan sebagainya adalah kegiatan yang melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tersebut. Kendali atas praktIk persaingan usaha tidak sehat dengan demikian menjadi penentu dari kualitas pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan untuk kesejahteraan.
Persaingan dalam pasar berfungsi sebagai peningkatan kesejahteraan konsumen, memberikan alokasi sumber daya yang lebih baik, melindungi konsumen dan pelaku usaha kecil, dan menjadi insentif untuk inovasi, peningkatan kualitas dan layanan.
Pada skala ekonomi mikro persaingan dalam dunia usaha merupakan suatu syarat mutlak (condition sine qua non) bagi terselenggaranya suatu perekonomian yang berorientasi pasar (market economy). Peranan persaingan yang sehat dan adil (fair competition), sekaligus mencegah persaingan yang tidak sehat (unfair competition) karena persaingan yang tidak sehat hanya akan bermuara pada monopoli.
Hukum persaingan usaha merupakan area kajian multidisipliner terhadap hukum, sehingga area kajian ini membutuhkan kolaborasi antar-disipliner dengan ilmu hukum. Paradigma lama yang memilah kepentingan antar-pelaku usaha dan kepentingan konsumen merupakan salah satu faktor yang membuat hukum persaingan usaha tidak dapat optimal mencapai tujuan idealnya bagi masyarakat luas.
Hal ini diperparah dengan divergensi kelembagaan. Secara kelembagaan, KPPU memiliki keunikan karena merupakan lembaga supervisi, self-regulatory, tetapi sekaligus adjudikasi. Batas-batas kewenangan yang dimilikinya tunduk pada ketentuan Undang-Undang, tetapi kewenangan yang sudah dimiliki saat ini harus dioptimalkan dengan memperkuat kapasitas kelembagaan. (Red)
Tinggalkan Balasan