Bandar Lampung (SL)-DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Lampung mengatakan penyebab anjloknya harga singkong di Lampung akibat peran kartel yang bermain dan mendominasi industri singkong di Lampung. Penjahat ini tidak mengharapkan industri ini tumbuh dan berkembang. Kondisi itu berbeda dengan industri jagung di Lampung yang banyak diisi pemain besar seperti Charoen Pokphand, Japfa, dan CJ Cheil Jedang yang memiliki pasar persaingan sempurna.
Hal itu di ungkapkan Wakil Ketua DPD HKTI Lampung, Amirudin Sormin, yang menyebut masalah singkong ini sebenarnya sudah pernah ditemukan solusinya. Yakni lewat Ittara atau Industri Tepung Tapioka Rakyat yang dahulu digagas. ”Ittara ini dilakukan agar singkong tidak dikuasai sekelompok pengusaha. Saat itu harga singkong stabil dan cenderung bertahan,” kata Sormin saat Focus Grup Discussion (FGD) yang diadakan PMW KAHMI bersama DPD RI Lampung, Selasa 16 Maret 2021.
Namun kata Sormin, sayangnya kebijakan ini tidak lama bertahan. Pergantian kepemimpinan di Lampung membuat kebijakan ikut berganti sehingga harga ubi kayu ini kembali merosot. Lampung juga pernah ada industri pengelolaan ethanol yang berasal dari bahan baku singkong.
Saat itu, lanjutnya, harga singkong stabil karena perusahaan bernama Medco Ethanol di Lampung Utara tersebut membeli singkong dari petani dengan harga di atas perusahaan pengelolaan tepung tapioka. Namun kembali kartel memainkan harga dengan menaikan harga singkong mencapai Rp2 ribu per kilogram. “Hal ini menyebabkan Medco Ethanol hanya bertahan sampai dua tahun,” katanya.
Sementara, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha, menjelaskan dengan adanya 38 pabrik pengelolaan singkong di Lampung Tengah, seharusnya industri singkong cukup kompetitif. Yang terjadi saat ini, akibat belum adanya peraturan yang kuat dalam mengatasi permasalahan ini, Karen, lanjutnya setiap pabrik pun memiliki standar ukuran singkong berbeda-beda.
Langkah pertama yang dapat dilakukan KPPU adalah penelitian, tapi bukan penyelidikan polisi. Jika terpenuhi maka ditingkatkan menjadi penyidikan dan jika ada minimal dua alat bukti maka statusnya kembali naik. ”Saat ini untuk kasus singkong masuk ke dalam penyelidikan karena ada indikasi yang tidak beres. Selain itu ketika mereka (perusahaan) diundang tidak datang. Ada indikasi suatu kesepakatan,” ungkap Kurnia melalui aplikasi zoom meeting.
Kurnia menerangkan KPPU memiliki batas kewenangan atau tidak ada daya paksa. Tetapi jika ada upaya-upaya menghambat maka KPPU dapat melaporkan kepada pihak kepolisian. ”Selama ini KPPU belum melakukan itu karena ini kami masih menganggap ini adalah bisnis,” tandasnya.
Soal singkong Lampung dibahas Lewat Focus Group Discussion (FGD), Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Lampung menghadirkan secara virtual Ketua DPD RI AA La Nyalla Matalitti. FGD bertema “Anjloknya Harga Singkong di Lampung, Ada Apa?” digelar virtual di Kantor Perwakilan DPD RI Lampung, Jl. Pattimura No.19, Kota Bandar Lampung.
Presidium Pimpinan Majelis Wilayah (PWM) KAHMI Lampung yang juga anggota DPD RI Ahmad Bastian SY mengatakan diskusi juga melibatkan pihak terkait. Mereka antara lain anggota DPR Lampung I Komang Suheri dan I Made Suarjaya, Ketua KPPU Kodrat Wibowo, dan Ketua Komisi II DPRD Lampung Wahrul Fauzi Silalahi, akademisi Universitas Lampung.
Dalam FGD tersebut, La Nyalla Mahmud Mattalitti mempertanyakan kehadiran pemerintah terhadap nasib petani akibat anjloknya harga singkong dari idealnya di atas Rp1500 ribu per kg jadi Rp250 ribu per kg. “Pemerintah akan hadir secara maksimal atau hanya cukup lewat pencanangan-pencanangan program saja,” tanya senator asal Jawa Timur itu.
Sikap Gubernur
Sebelumnya, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengatakan persoalan harga singkong dengan penyelesaikan infrastruktur yang lebih baik lagi. Ia juga menyatakan hal ini dapat memengaruhi produksi singkong yang dibutuhkan dunia industri nantinya. “Jangan menyoal pada pengusaha,” katanya.
Menurut Arinal, dengan infrastruktur yang lebih bagus, pengusaha bisa bangun industri yang dapat menampung hasil singkong petani. “Saya minta pengusaha bangun industri sehingga tidak perlu membangun di lokasi yang terlalu jauh,” ujarnya di Diskominfotik Provinsi Lampung, Senin (1/3).
Arinal juga menjelaskan jalan sepanjang Lampung Utara, Waykanan, Tulangbawang Barat, dan Tulangbawang sepanjang 126 kilometer ialah potensi industri singkong dan jagung. Lanjutnya, Jika infrastruktur jalan sudah bagus di daerah tersebut, maka tidak menutup kemungkinan akan akan mendorong terwujudnya industri di wilayah yang sama.
Menurut dia, turunnya harga singkong bisa saja muncul karena permainan dagang. Namun, tetap saja ada faktor kebutuhan yang menurun mengingat dunia tengah dihadapkan pandemi global Covid-19. “Pengusaha, Tidak bisa diintervensi, ini ekonomi, tapi pemanfaatan lebih baik itu tugas saya. Misalnya kami minta harga naikkan, namun mereka tidak butuh juga akan bangkrut,” pungkasnya. (Red)
Tinggalkan Balasan