Bandar Lampung (SL)-Syarifudin, seorang Petani asal Lampung Tengah pernah diminta anggota DPRD Lampung inisial MI, untuk mengantarkan uang Rp1 miliar ke seseorang di Jakarta dengan kode Kanjeng Ratu. Saifudin yang merupakan bawahan MI ini, mengaku terkejut setelah diperintahkan bosnya yang ternyata kode itu mengarah ke Ketua DPW PKB Lampung Chusnunia Chalim (Nunik).
“Iya saat itu disuruh mengantar uang itu, lalu menunggu di Terminal Gambir Jakarta. Dengan dijemput menggunakan taksi, kemudian orang menanyakan jumlah nominalnya, lalu saya bilang nilainya Rp1 miliar lewat ponsel,” kata Syarifudin dalam persidangan lanjutan kasus suap pengadaan barang dan jasa, yang menyeret mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa di Pengadilan Negeri Tanjungkarang Bandar Lampung, Kamis 22 April 2021.
Dalam kesaksiannya, Saifudin mengaku saat hendak mengantarkan uang Rp1 miliar ke Jakarta itu, hanya dengan dibekali ponsel yang sudah tertera nomor seseorang yang akan memandunya di jalan. Setelah sampai di tempat tujuan, orang tersebut turun dan memberikan Rp350 ribu untuk ongkos taksi.
Namun Saifudin awalnya tidak mengetahui siapa orang yang membayarkan taksinya itu, termasuk nama kanjeng ratu yang disebut MI. “Katanya itu untuk Kanjeng Ratu, awalnya saya tidak tahu tapi diakhir orang-orang ngomong katanya kanjeng Ratu itu Chusnunia Chalim. Saya baru tahu, setelah mendengar sejumlah obrolan dari MI dengan rekan-rekannya, yang menyebut barang itu harus sampai ke kanjeng ratu,” ujar Saifudin.
Selanjutnya salah satu tim sukses bosnya ini, kemudian mengakui belakangan ini mengetahui kalau orang yang bertemu dengannya di Jakarta adalah Abas atau Ahmad Basuki, yang merupakan anggota DPRD Lampung Timur.
Syarifudin bersaksi bersama Sekretaris DPW PKB Lampung Oktarijaya dan DPRD Lamteng Fraksi PKB Slamet Anwar bersama Mantan DPRD Lamteng Fraksi PKS Purismono, Yudi Zamzani Idris (Wiraswasta). Saksi lainnya, Anggota DPRD Lamteng Fraksi Golkar Bunyana adik kandung Mustafa yang mengikuti secara daring dan diperiksa lebih awal oleh Jaksa Penuntut Umum KPK RI.
Dalam kesaksian Bunyana menjelaskan terkait dana pinjaman dari PT SMI senilai Rp300 milyar pada saat tahun 2017. “Iya benar, awalnya pinjaman tersebut Rp500 milyar namun yang di acc 300 milyar, dana itu untuk pembangunan infrastruktur jalan di lamteng. Namun, di dalam peminjaman uang tersebut ada beberapa gangguan. “Dalam artian ada yang setuju dan tidak setuju,” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan