Berdasarkan LHP BPK No 17A/LHP/XVIII.BLP/04/2021 tertanggal 23 April 2021 terungkap ribuan lahan kapling di Kota Baru yang dibagi-bagikan kepada para pejabat dilingkup Pemprov Lampung telah terjadi pendapatan daerah yang tidak terealisasi sebesar Rp 38.473.735.333.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar pejabat yang mendapatkan jatah kaplingan Kota Baru belum melunasi pembayaran kaplingan atau masih dalam terhutang. Bahkan Gubernur Lampung saat ini, Arinal Djunaidi juga belum melunasi tunggakan.
Diketahui Arinal Djunaidi mendapat jatah kaplingan seluas 750 M² dengan dengan harga permeter sebesar Rp421.500. Berdasarkan rincian, target pendapatan daerah terealisasi pada tahun 2019 sebesar Rp 27.760.557. Sehingga realisasi 2020 sebesar Rp 128.708.037. Sehingga realisasi pendapatan daerah dari tanah kapling Arinal masih hutang sebesar Rp2.523.690.
Selain Arinal Djunaidi yang memiliki tunggakan kaplingan itu, dalam temuan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Lampung tahun anggaran 2020 lalu juga memuat nama Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Fahrizal Darminto atas jatah lahan seluas 2500 meter persegi.
Kota Baru berada di Way Huwi, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, mula-mula diproyeksikan menjadi pusat pemerintahan Provinsi Lampung. Pembangunan megaproyek warisan era Gubernur Lampung Sjachroedin ZP pada 2013 itu akan dilanjutkan kembali dan diselaraskan dengan visi-misi Gubernur-Wakil Gubernur Lampung Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim.
Pembangunan Kota Baru
Pembangunan Kota Baru dimulai dengan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang kemudian diikuti dengan peletakan batu pertama pada 2010. Pembangunan Kota Baru kemudian diperkuat pengesahan Perda No 2/2013 tentang Pembangunan Kota Baru Lampung. Saat itu, DPRD menyetujui anggaran pembangunan lebih dari Rp300 miliar.
Luas wilayah Kota Baru sekitar 1.580 hektare. Lebih dari 300 hektare diperuntukkan lokasi bangunan gedung pemerintahan, seperti kantor Pemprov Lampung, markas kepolisian daerah, kejaksaan tinggi, dan berbagai instansi lainnya. Sedangkan sisanya untuk keperluan umum dan komersial, seperti perkantoran swasta dan perumahan. Pembangunan Kota Baru sejak 2010 telah menyedot anggaran besar.
Pengerjaan kompleks pusat pemerintahan di lahan seluas 350 hektare, misalnya, menelan biaya Rp18,9 miliar. Belum lagi anggaran pembangunan gerbang tahap pertama yang membutuhkan dana Rp1,5 miliar. Pemprov juga membangun empat gedung utama, yakni kantor gubernur dengan biaya Rp72 miliar, gedung DPRD Rp46 miliar, balai adat (Rp1,5 miliar), dan masjid agung Rp20 miliar.
Hingga kini Pemerintah Provinsi Lampung menghentikan pembangunan Kota Baru. Bahkan, jika ditelaah prioritas pembangunan di RPJMD Provinsi Lampung, tidak terlihat pembangunan Kota Baru sebagai prioritas pembangunan Pemprov. Bahkan, dalam rencana awal APBD Lampung, tidak terdapat anggaran untuk pembangunan Kota Baru. Hiruk-pikuk penghentian pembangunan Kota Baru kemudian terganjal perda yang telah lebih dahulu disahkan. (red)
Tinggalkan Balasan