Soal Ricuh Lelang Proyek, Kepala ULP Lambar Hotmuda Simarmata Menghindar

Lampung Barat (SL)-Komplek Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (Lambar) dihebohkan dengan adanya kericuhan pada verifikasi lelang proyek yang terjadi di halaman kantor Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (ULP) pada Selasa 4 Mei 2021 lalu.

Banyak pihak menyayangkan dan mempertanyakan kejadian ricuh antara dua pemborong tersebut terjadi, sehingga muncul banyak dugaan-dugaan. “Apa penyebab terjadinya ricuh, padahal proyek tersebut dilakukan secara lelang, jangan-jangan masih ada proyek kurung di Lampung Barat,” ucap beberapa pihak yang tidak bisa disebutkan.

Berdasarkan informasi tersebut, Kepala kantor ULP Lambar Hotmuda Simarmata merupakan orang yang dianggap mengetahui tentang kejadian ricuh lelang proyek tersebut.

Namun beberapa kali media ini hendak menemui Kepala ULP di kantor tempat biasa dirinya bekerja, Hotmuda selalu tidak ada di lokasi dan terkesan menghindar.

“Bapak sedang ada rapat,” ungkap Bunga Vania salah seorang pegawai disana saat dimintai keterangan.

Terahir kali media ini mencoba menemui pada 14 juni 2021 pukul 15 sore, beliau dinyatakan belum pulang istirahat. “Bapak belum pulang istirahat,” ungkap salah seorang pegawai ULP (14/6).

Lebih jauh saat ditanya tentang kejadian ricuh tersebut, semuanya pegawai ULP berkilah dan menyatakan tidak tahu.

Demikian pula saat media ini mencoba menghubungi via seluler, Kepala ULP Lambar Hotmuda Simarmata tidak menjawab.

Bahkan saat dihubungi melalui WhatsApp, Hotmuda Simarmata juga enggan membalas.

Menanggapi persoalan tersebut, Dr. Yunada Arpan, SE, MM, seorang akademisi pemerhati Lambar yang juga pernah lama berkecimpung dalam dunia jurnalistik memaparkan bahwa aparat kepolisian bisa mengusut terkait dengan konflik ketika berlangsungnya pelelangan proyek.

“Sebenarnya pihak ULP harus ikut bertanggung jawab, karena sebagai pihak peneyelenggara kegiatan itu harus menjelaskan secara transparan,” ucap Yunada.

Begitu juga dengan aparat penegak hukum khususnya polisi bisa saja mendalaminya.

“Saat itu saya kan sudah meminta agar aparat kepolisian mengusut tuntas kasus ini. Karena saya menduga ada yang tidak beres hingga ada yang melaporkan kasus pengeroyokan untuk diusut tuntas. Ada apa sebetulnya dibalik ini, Nah hingga saat ini saya juga tidak melihat atau mendengar adanya tindak lanjut atas peristiwa itu,” tambahnya.

Beliau menjelaskan bahwa tidak salah jika membuat dugaan-dugaan tersebut semakin besar. Dalam alam demokrasi orang bebas mengemukakan pendapat dan berhipotesis.

Dengan tidak adanya penjelasan dan tindak lanjut, justru akan semakin memperkuat hipotesa atau dugaan adanya masalah yang masih misteri dalam kejadian lelang tersebut.

Tugas para penegak hukum untuk menggali dan mendalaminya dan tinggal dibuktikan Apakah dugaan itu benar ataupun salah.

Lebih jauh, beliau juga menjelaskan dinas/instansi terkait jangan terlena akan prestasi bahwa Lampung Barat mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian atau WTP yang kesekian belas kali dari BPK-RI.

“Karena WTP itu bukan jaminan bahwa tidak adanya penyimpangan dari keseluruhan aktivitas,” tuturnya.

“Kadang kala BPK itu bisa saja hanya mengambil sampel saja dari sekian banyak aktivitas, coba kita lihat meskipun ada WTP belasan kali, tetapi apa yang terjadi pada kasus Pesagi Mandiri yang ternyata terbukti ada tindak pidana dan sekarang sudah punya kekuatan hukum tetap,“ pungkas Yunada yang beberapa bulan lalu sempat menjadi Tenaga Ahli Pansus DPRD kota Bandar Lampung dalam menyikapi hasil audit BPKRI terkait dana refocusing Covid-19. (Toha/Ade)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *