Lampung Selatan (SL) – Kapolres Lampung Selatan AKBP Edwin memimpin mediasi terbatas antar dua kelompok masyarakat dan Ormas Ormas Gema Masyarakat Loka (GML)Indonesia, terkait sengketa lahan garapan di Dusun Bangun Dana, Desa Bangun Rejo, Kecamatan Ketapang, yang nyaris memicu bentrok, beberapa hari lalu. Mediasi Senin 5 Juli 2021di Aula Mapolres Lampung Selatan itu di hadiri Kodim 0421 / LS mewakili Bupati dan BPN Lampung Selatan.
Edwin mengatakan persoalan lahan bukanlah konflik antar desa Bangun Rejo dan Karang Sari melainkan perebutan lahan yang sebenarnya hanya melibatkan antar Person. “Kami dari Polres dan Kodim 0421/LS mewakili Bupati dan BPN meminta kepada dua belah pihak terkait dokumen lahan yang dimiliki masing masing pihak. Hari ini juga bersama pihak BPN akan cek lokasi lahan”, kata Edwin.
Nantinya, setelah dari cek lokasi maka baru ada keputusan terkait kepemilikan lahan, sesuai data BPN Lampung Selatan dan berharap kedua pihak bisa Sportif dan kondusif.
“Utamakan junjung Sportifitas dan bila ada kesimpulan ketika itu tanah milik si A, maka untuk yang lain siap mundur begitupun sebaliknya,” ujar Kapolres.
Edwin menyebutkan keputusan kepemilikan lahan tersebut akan disampaikan pada hari Kamis 8 Juli 202 mendatang. “Keputusannya hari kamis nanti ada undangannya dari rekan-rekan BPN Lamsel untuk menentukan hasilinya,” ucapnya.
Untuk menjaga situasi agar kondusif diwilayah setempat dan menghindari kerumunan, Edwin meminta kepada kedua kelompok membatasi jumlah massa dengan menunjuk perwakilan, “Saya minta dari masing-masing pihak untuk tidak ramai-ramai, cukup hanya 5 orang. Kemudian dari pihak keamanan juga ada dilokasi. Saya yakin masing-masing pihak bisa menjaga keamanan,” katanya.
Ketua LPKSM DPP GML Saipunaim siap berkomitmen untuk bersama- sama menjaga kondusifitas, dan akan bersikap sportif menerima hasil yang ditentukan pihak BPN Lampung Selatan. Karena menurutnya, rembug pekon yan digagas Kapolres Lampung Satan ini adalah gagasan cerdas dalam menyelesaikan permasalahan.
“Dan kami sangat apresiasi. Ketika kami salah kami mundur. Tapi ketika kami benar maka kembalikan sepenuhnya hak kami. Kami juga berkomitmen untuk menarik mundur anggota di 14 kabupaten di Provinsi Lampung untuk tidak bertolak ke Lampung Selatan,” katanya.
Dalam mediasi itu terungkap tanah atau lahan yang menjadi sengketa itu memiliki luas sekitar 73 hektare dengan 32 penggarap. Dari jumlah luas lahan tersebut yang memiliki sertifikat baru terdapat 44 bidang. Sebagian bidang lainnya dikuasai oleh warga atas nama Sukran. Purnomo selaku pemilik 44 sertifikat kemudian memberikan kuasa kepada Ormas GML Indonesia untuk digarap.
Atas kuasa itu, sekelompok orang dan beberapa anggota ormas GML memakai seragam loreng merah mulai memasangi patok untuk menduduki lahan. Tak lama kemudian ratusan orang dari kelompok warga Desa Karang Sari menggeruduk anggota Ormas GML Indonesia yang sedang berjaga di lokasi lahan dan mengusir mereka. Hingga nyaris terjadi bentrok. (Jun/red)
Tinggalkan Balasan