Bandar Lampung (SL)-Reklamasi dan pemagaran keliling oleh Jhonson, pemilik Rumah Makan (RM) Seafood Jumbo Kakap ilegal dan tanpa izin warga, dan pemerintah Kota Bandar Lampung. Melakukan reklamasi tanpa izin, bisa dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda sebesar Rp500 juta. Ironisnya dulu warga pernah protes, bahwa Walikota Herman HN sempat meninjau lokasi itu, namun tidak ada respon lanjutan.
Hal itu terungkap dalam hearing komisi I DPRD Kota Bandar Lampung memanggil Jhonson, pemilik Rumah Makan (RM) Seafood Jumbo Kakap terkait keberatan warga atas reklamasi dan pemagaran di belakang RM-nya. Ketua Komisi I Suhada memimpin hearing yang dihadiri Camat TBS Ichwan Adji Wibowo, Kabid Perizinan Muhtadi, dan Kasat Pol PP Suhardi Syamsi, Kamis 2 September 2021.
Ketua Lingkungan III Kelurahan Pesawahan, Telukbetung Selatan (TBS) mengatakan tidak pernah diberi tahu lahan tersebut akan direklamsi oleh Jhonson. “Saya tidak tahu adanya reklamasi,” katanya. Setahu dia, Jhonson mengurus izin buat keramba ikan ke kelurahan. Tapi dengan sejalannya waktu, tahu-tahu ada reklamasi,” ujarnya.
Kasat PoL PP Suhardi Syamsi juga mempertanyakan pemagaran. Seharusnya ada izin, pemagaran itu tidak berizin, izin harus setingkat walikota, tidak bisa setingkat kelurahan, katanya.
Bongkar Tembok Ilegal diatas Lahan Reklamasi Tanpa Izin RM Jumbo Kakap

Satpol PP Kota Bandar Lampung akan membongkar tembok yang dibangun tanpa izin alias ilegal oleh Jhonson, pemilik Rumah Makan (RM) Jumbo Kakap pada tahun 2017 lalu. Tembok dibangun diatas reklamasi ilegal itu juga memisahkan Kelurahan Kangkung dan Pesawahan, Kecamatan Bumiwaras, Bandar Lampung.
Kasatpol PP Kota Bandar Lampung Suhardi Syamsi mengatakan sebelum pembongkaran pagar yang mengelilingi 5000 lahan reklamasi ilegal itu, pihaknya akan berkoordinasi lebih dulu dengan Dinas Perizinan dan instruksi Walikota Bandarlampung Eva Dwiana. “Teknis pembongkarannya juga, apakah kita akan membongkar semua tembok atau sebagian saja yang mengelilingi rumah warga,” kata Suhardi, saat meninjau lokasi bersama Komisi I DPRD Bandar Lampung, Kamis 2 September 2021.
Menurut Suhardi, dalam RDP Dengan DPRD, pemilik Jumbo Kakap, Jhonson mengatakan punya niat baik untuk merapihkan lahan yang tadinya tidak digunakan dan kumuh di belakang rumah makannya. “Namun, tetap saja salah. Jika ingin memagari lahan dengan papan beton, seseorang harus mendapatkan izin lebih dulu dari setingkat Kota Bandar Lampung,” kata Suhardi.
Suhardi mendampingi lima anggota Komisi 1 DPRD Kota Bandar Lampung dan aparat setempat, menijau lokasi lahan itu. Kelima anggota Komisi I itu adalah Sidik Efendi (PKS), Benny HN Mansyur (Golkar), Andika Wibawa (PPP), Isfansa Mahani (Golkar) dan Rizal Adrian (Gerindra), dan dihadiri Jhonson. “Reklamasi juga, katanya, harus ada izin dari Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Pusat,” katanya.
Sementara Lurah Pesawahan, Asdison mengaku hilap mengeluarkan izin untuk pagar lahan reklmaasi Jumbo Kakap tersebut. “Saya khilaf mengeluarkan izin pemagaran,” ujar Lurah Pesawahan Asdison.
Protes Sejak Tiga Bulan
Sebelumnya, tiga bulan lalu, sekitar 30 warga sekitar memerotes reklamasi dan penembokannya. Mereka menilai ilegal dan mengganggu aktivitas warga berlayar mencari ikan. LBH Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) Lampung menolak keras reklamasi sepanjang pesisir Kota Bandarlampung, termasuk yang lagi diprotes warga di belakang RM Jumbo Kakap.
“Kami menolak reklamasi sepanjang karena berdampak pada rusaknya ekosistem serta mata pencarian masyarakat pesisir yang mengantungkan hidup pada kelestarian laut,” kata Direktur LBH PAI Lampung Muhamad Ilyas.
Ilyas yang didampingi dua pengurus PAI Lampung, Syech Hud Ismail dan Suwardi mengatakan terkait kurang tanggapannya pihak kompeten atas reklamasi Teluk Lampung. Apalagi, kata mereka, reklamasi liar, ilegal, atau mengakali perizinan yang tak sesuai dengan yang direkomendasi pemerintah daerah.
Menurut para praktisi hukum tersebut, harus ada penegakkan yang jelas dalam mengatur masalah ini, antara lain UU No. 27 Rahun 2007 junto UU No.1 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 34, reklamasi pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan untuk meningkatkan manfaat dan nilai tambah dari aspek teknis, lingkungan dan sosial ekonomi. “Untuk menghindari dampak negatif kegiatan reklamasi pantai, ada Perpres 122 Rahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah mengatur ketentuan-ketentuan mulai dari aspek pertimbangan, ketentuan izin lokasi reklamasi, hingga ketentuan izin pelaksanaan reklamasi,” kata Ilyas.
Dia mengatakan jangan sampai reklamasi menggusur lingkungan warga dan merugikan nelayan yang ada di wilayah pesisir pantai Teluk Lampung.”Sebagian warga di Bandarlampung 20 persennya adalah nelayan, jangan sampai reklamasi ini merugikan mereka,” kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut dia, sangat setuju jika Pemkot Bandarlampung memberikan sanksi bagi sejumlah perusahaan yang memperluas reklamasinya. “Pemkot harus tegas menindak perusahaan yang tanpa izin melakukan reklamasi pantai dan ditegaskan lagi harus jelas dasar mereka melakukan pekerjaan itu untuk apa,” kata dia.
Desakan Walhi
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, kegiatan reklamasi pantai harus memiliki dua perizinan, yakni izin lokasi pemanfaatan ruang laut dan izin reklamasi. Jika kedua izin yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung itu tidak ada, bisa dipastikan reklamasi yang dilakukan adalah ilegal.
Irfan menjelaskan, aktivitas reklamasi di belakang Rumah Makan Jumbo Seafood harus mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Mengantongi izin lingkungan yang mengacu pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Ketika reklamasi di belakang Jumbo Seafood dinyatakan ilegal, maka bisa dikenakan sanksi sesuai UU No. 1 Tahun 2014 Pasal 75, yakni setiap orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil yang tidak memiliki izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 bisa dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. Karena kalau dalam Perda tidak bisa mengatur sanksi secara tegas, maka harus merujuk pada UU di atasnya,” jelas Irfan
Irfan melanjutkan, jika reklamasi pengusaha rumah makan Jumbo Seafood itu tidak memiliki izin, seharusnya aparat penegak hukum bisa bertindak secara tegas tanpa perlu adanya pengaduan. Karena ini merupakan delik formal.
Menurut Irfan, Pemerintah Kota dan DPRD Kota Bandar Lampung setempat tidak bisa menutup mata, meski kewenangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berada di Pemerintah Provinsi. Karena untuk izin lingkungan, Pemerintah Kota yang menerbitkan.
“Kalau izin itu tidak ada, Pemerintah Kota juga bisa melakukan tindakan melalui Dinas Lingkungan Hidup, melakukan penyelidikan di lokasi tersebut. Kemudian secara administrasi itu bagian dari Kota Bandar Lampung, maka walikota dan DPRD harus pro terhadap masyarakat pesisir, lingkungan, dan mendorong aparat penegak hukum melakukan proses penyelidikan. Kalau ditemukan ada dugaan tindak pidana ya diproses secara hukum,” tandasnya.
Irfan menegaskan, pihak kelurahan tidak memiliki kewenangan menerbitkan surat izin pemanfaatan lahan negara, sebab ruang laut kewenangannya ada di Pemprov. “Maka ketika dia ingin memanfaatkan ruang laut harus mengurus izin lokasi pemanfaatan ruang laut, dan harus ada izin reklamasi dari DKP Provinsi,” tegasnya.
Jumbo Kakap Wajib Ganti Kerugian Nelayan
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Lampung meminta ketegasan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung menindaklanjuti adanya reklamasi di belakang Restoran Jumbo Seafood yang diduga ilegal.
Ketua HNSI Lampung, Bayu Witara mengatakan, dengan adanya reklamasi ilegal itu membuat nelayan kehilangan mata pencaharian. Pemkot harus mengambil sikap tegas kepada pemilik reklamasi tersebut. “Harus ada sikap tegas dari Pemkot mengenai nasib nelayan, karena mereka mencari makannya di sana. Kalau terusik, jelas pendapatan nelayan berkurang,” kata Bayu.
Bayu menegaskan, HNSI meminta Pemkot memberikan tindakan tegas sesuai Perda yang ada. “Kalau memang mereka tidak mempunyai izin dan dampaknya merugikan lingkungan sekitar, hal ini jelas melanggar aturan. Harus ada sanksi tegas dari pemerintah,” lanjutnya.
Bayu juga mengimbau pihak yang melakukan reklamasi mencari win-win solution untuk nelayan dan warga sekitar, seperti memberikan ganti rugi kepada nelayan yang terdampak reklamasi tersebut. “Mereka harus memberikan bantuan atau ganti rugi kepada nelayan yang terkena dampak atau semacam tali asih. Karena reklamasi tersebut jelas membuat nelayan menjadi susah menangkap ikan,” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan