Komisi Informasi Lampung Menghambat Transparansi?

Lahirnya UU Keterbukaan Informasi adalah untuk menjamin hak publik atas informasi, yang bertujuan menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

Kemudian mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik. Kemudian mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Termasuk mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi dilingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Didalamnya ada Komisi Informasi yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan Pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

Namun, pengalamany penulis, di Komisi Informasi Provinsi Lampung, alih-alih ingin mendapatkan informasi di Dirjen Pajak Bengkulu dan (DJP) Lampung, langkah saya sebagai pemohon informasi terantuk oleh sebuah sistem yang di KI Lampung.

Karena menurut perjalanan saya, sistem yang digulirkan KI Lampung yang digadang-gadang bisa menengahi ketersumbatan informasi antara pemohon informasi dengan badan publik DJP Lampung merasa di perlakukan tidak adil.

Padahal, dalam regulasi setiap orang atau perseorangan atau badan publik sebagai pemohon informasi bisa meminta informasi kepada badan publik untuk kepentingan publik, dengan mengikuti aturan yang keluargkan Komisi Informasi. yang tentu semangatnya adalah keterbukaan informasi publik.

Dalam regulasi, permohonan informasi pemohon informasi publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) paling lambat 30 hari kerja, ada beberapa poin atau ketidakpuasan pemohon informasi mengajukan sengketa informasi karena tidak dipenuhinya permohonan informasi publik.

Dalam hal pengajuan keberatan disampaikan secara tidak tertulis, Tim Sekretariat PPID mengarahkan pemohon informasi publik yang mengajukan keberatan atau pihak penerima kuasa untuk mengisi formulir keberatan sesuai format yang ada.

Pemohon keberatan menyertakan banyak dokumen yang harus dilengkapi. Tim Sekretariat PPID wajib memberikan salinan formulir keberatan disertai nomor registrasi keberatan kepada pemohon informasi publik yang mengajukan keberatan atau kuasanya sebagai tanda terima pengajuan keberatan.

Pengajuan sengketa informasi publik ke komisi informasi diajukan pemohon informasi publik selambat-lambatnya 14 hari kerja sejak diterimanya tanggapan tertulis atas surat keberatan pemohon informasi publik kepada atasan PPID badan publik atau berakhirnya masa 30 bagi atasan PPID badan publik untuk memberikan tanggapan secara tertulis atas surat keberatan dari pemohon informasi publik

Pengajuan sengketa informasi publik baik oleh perorangan, badan hukum ataupun kelompok orang bisa diajukan dengan cara mendatangi langsung kantor KI dan menemui petugas Pemohon sengketa informasi publik dengan melengkapi berkas permohonan pengajuan sengketa informasi publik sebelum mendapatkan nomor registrasi/akta registrasi sengketa informasi publik dari petugas kepaniteraan komisi informasi

Setelah permohonan sengketa informasi publik mendapatkan nomor registrasi atau akta registrasi maka 14 hari kerja setelahnya KI mulai melakukan proses penyelesaian sengketa informasi publik dengan di awali melakukan pemanggilan secara patut kepada pemohon dan termohon untuk menghadiri sidang ajudikasi non litigasi tahap pemeriksaan awal.

Semua sistem yang digulirkan KI Lampung amat panjang dan memakan waktu cukup lama sudah dilewati pemohon yang ingin meminta salinan faktur pajak milik PT Nian Jaya Abadi yang telah disita dengan putusan pengadilan No.127/Pid.B/2011/PN.TK. Berdasar surat yang diterima awak media dari Pengadilan Negeri Tanjungkarang, salinan faktur pajak milik PT Nian Jaya Abadi ada di DJP Lampung.

Sidang Pemeriksaan Awal

Saat sidang sengketa informasi memasuki tahap pertama, sidang pemeriksaan awal di kantor KI Lampung antara saya sebagai pemohon dengan DJP Lampung banyak kejadian tak lazim. Saya mengikuti semua prosedur, pada jalannya sidang majelis KI yang diketuai Syamsurizzal mencecar pertanyaan dan berulang dan justru hingga berdebat kusir dengan saya sebagai pemohon yang meminta data pada DJP Lampung.

Sangat timpang dengan perlakuan majelis hakim pada perwakilan empat orang utusan DJP Lampung, majelis KI justru sangat singkat bertanya seperti sudah akrab, ihwal legalitas, identitas pada mereka. Pertanyaan tidak merentet pertanyaan pada utusan DJP Lampung, misal apa diduga tidak memberikan informasi? Mengapa diduga pemohon informasi dipersulit? Apa alasan DJP Lampung diduga mempersulit hak informasi? Segenting itukan salinan faktur pajak hingga tidak bisa diberikan pada pemohon atau pemilik perusahaan?

Justru majelis KI Lampung berulang memberondong pertanyaan kepada saya sebagai pemohon, seputar legalitas perusahaan media, identitas pemohon, hubungan dengan PT Nian Jaya Abadi dan kepentingan salinan faktur pajak milik PT Nian Jaya Abadi berulang hingga berdebat kusir bahkan menunjuk jari ke arah pemohon.

Padahal saya sebagai pemohon juga mendengar kabar dari Direktur PT Nian Jaya Abadi, Tiara Anthoni Harahap jika dipersulit meminta haknya. Baik itu meminta langsung pada pejabat teras DJP Lampung bahkan mengirimi surat resmi yang disertai bukti pengiriman surat.

“Apa tujuan media (pemohon) meminta salinan faktur pajak milik PT Nian Jaya Abadi yang telah disita dengan putusan pengadilan No.127/Pid.B/2011/PN.TK,” tanya hakim ketua, Syamsurizzal saat memimpin sidang.

“Untuk kepentingan publikasi,” jawab pemohon.

“Berarti tugas wartawan kayak intelejen?,” tanya Majelis KI kembali sembari menoleh ke pemohon.

Mendengar pertanyaan itu, saya merasa terusik. Merasa profesi wartawan dikucilkan. “Ada banyak hal yang harus diungkap dengan media. Tidak semua bisa diungkap dengan penegak hukum. Makanya kalo jadi komisioner KI ada yang dari unsur media. Biar tau tugas dan fungsi media,” saya jawab begitu.

Kemudian Majelis KI Syamsurizzal menanyakan ihwal surat kuasa yang dibuat PT Nian Jaya Abadi yang ditandatangani direktur utama, surat itu dirasa janggal oleh Syamsurizzal. “Kok surat kuasanya gini? Ini media apa pengacara?. Harusnya enggak gini kalo surat kuasa,” tanya Syamsurizzal.

Saya spontan aja menjawab. “Izin yang mulia. Surat kuasa itu dibuat atas saran, suruhan staf Komisi Informasi. Tolong ajarin staf Komisi Informasi Lampung biar tau cara buat surat kuasa. Nantinya mereka bisa mengarahkan kami cara buat surat kuasa yang benar,”

Nah, Ketua Majelis KI Syamsurizzal malah cukup geram mendengar jawaban pemohon. Sembari menunjuk jari ke arah pemohon dengan nada agak tinggi. “Anda merendahkan lembaga negara?,” sergah Syamsurizzal.

“Izin yang mulia. Saya tidak merendahkan lembaga negara,” jawab pemohon.

Terjadi beberapa kali debat kusir antara awak media sebagai pemohon informasi dan majelis hakim. Hingga akhirnya saya sempat kesal pada majelis hakim dan empat orang utusan DJP Lampung.

“Izin yang mulia (majelis hakim). Saya mau tanya bagaimana posisi yang mulia menjadi direktur PT Nian Jaya Abadi yang meminta haknya namun diduga dipersulit? Lalu untuk mereka ini (utusan DJP Lampung) mengapa DJP Lampung enggak ngasih salinan faktur pajak milik PT Nian Jaya Abadi? Apa salinan faktur pajak milik PT Nian Jaya Abadi ada di DJP Lampung? Benar enggak pak Fikri (salah satu pejabat DJP Lampung yang hadir di ruang sidang) direktur PT Nian Jaya Abadi udah nemuin dan kirim surat minta haknya enggak dikasih? Tolong jawab,” kata pemohon.

Majelis KI-pun langsung menjawab dengan lugas. “Saya akan pakai penasehat hukum. Tolong jangan melebar pertanyaan Anda,” kata hakim ketua Syamsurizzal.

Uniknya salah satu dari empat orang utusan DJP Lampung menjawab ihwal permintaan salinan faktur pajak milik PT Nian Jaya Abadi berputar-putar namun tidak jelas, bisa diberikan atau tidak. Berapa menit berlalu, majelis hakim menutup sidang sengketa informasi, sembari meminta saya melengkapi legalitas perusahaan media di tempat pemohon bernaung. Dan menjadwalkan kembali sidang minggu depan.

Di waktu yang ditetapkan, pemohon sengaja tidak menghadiri sidang lanjutan karena merasa sudah tahu hasil sidang. Dan benar saja, mediator KI Lampung memberitahu jika gugatan sengketa informasi ku dibatalkan atau dinyatakan gugur.

Begitulah potret KI Lampung, padahal merujuk situs komisiinformasi.go.id wewenang KI memanggil atau mempertemukan para pihak yang bersengketa; meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik.

Kemudian meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik; mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam ajudikasi nonlitigasi penyelesaian sengketa informasi publik; dan membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja. Saya mempertanyakan semangat keterbukaan transparansi di KI Lampung, yang terkesan menghambat keterbukaan informasi di Lampung.***

Penulis adalah Anggota PWI Lampung, Wartawan Media Siber Suryaandalah.co

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *