Bandar Lampung (SL)-Pemilik dan pengelola tempat wisata di Bandar Lampung mengeluhkan Intruksi Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana yang menutup tempat wisata saat natal dan tahun baru (Nataru) 2021. Mereka mendesak Walikota memberikan kelonggaran mereka untuk buka. Pasalnya mereka merasa dirugikan sepihak, sementara masih ada tempat tempat yang berpotensi menimbulakn kerumunan justru diizinkan buka.
“Tempat wiasat ditutup, Muktamar NU yang ribuan orang boleh, ini gimana. Jika dilihat dalam acara Muktamar NU yang ribuan orang saja diperbolehkan, kemudian restoran yang tempatnya kecil dan berhimpitan itupun diperbolehkan, mengapa tempat wisata tidak,” kata Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (DPD Putri) Lampung, Adi Susanto, saat pertemuan dengan Pemda Kota Bandar Lampung, Senin 202 Desember 2021 sore.
Pertemuan 23 pemilik tempat Wisata Kota Bandar Lampung berharap bertemu dengan Walikota Eva Dwiana, tetapi hanya ditemui Sekda Kota Bandar Lampung. “Kita telah bertemu dengan pemkot, dalam pertemuan itu hampir semua pengusaha destinasi wisata yang ada di Bandar Lampung datang, dari Pemkot hanya dihadiri oleh Sekda di ruang rapat Walikota sekitar pukul 15.30 WIB sore hari,” katanya.
Yang hasilnya kata dia, hampir semua pemilik tempat wisata keberatan dengan penutupan tempat wisata oleh pemerintah tersebut. “Pertemuan dihadiri sekitar 23 pemilik tempat wisata di kota Bandar Lampung, tadi itu kita berharap dapat bertemu langsung dengan wali Kota Eva Dwiana. Karena kita berharap, keputusan penutupan tempat wisata saat Nataru 2021 ini masih bisa koma bukan titik. Artinya, diberikan kesempatan untuk buka,” kata Adi.
Menurut Adi, harapannya besar diizin buka, lantaran sudah beberapa kali saat hari besar tempat wisata ditutup. “Maka kenapa tempat wisata yang mempunyai luas puluhan hektar, yang mau puluhan ribu pengunjung datang akan tidak tampak orang kesitu, seperti Duta Wisata, Bukit Sakura dan lainnya harus ditutup?,” protes Adi.
Mengapa tempat wisata selalu dijadikan alasan akan terjadi klaster baru penyebaran Covid-19 jika dibuka. Sementara faktanya di tempat wisata, sendiri sudah patuh terhadap prokes, setiap tempat wisata pasti ada pengecekan suhu, tempat cuci tangan dan sebagainya.
“Sementara kita bayar pajak itu besar, seperti ada yang perbulannya itu mencapai Rp80 juta, jadi kenapa usulan kita diabaikan. Maka kita mencari keadilan jangan disamakan kita dengan panti pijat, sementara restoran buka sampai jam 10 malam yang mana itu live musik,” ungkap Adi.
Ketika ada temuan tempat wisata yang melanggar prokes tegasnya, maka pihaknya juga akan menerima kalau tempat itu dilakukan penutupan. Yang aneh lagi, cuma di Bandar Lampung yang kebijaknnya aneh aneh, tempat wisata yang ada di pulau Jawa seperti di Yogyakarta, Jakarta dan Bandung baik baik saja. “Saya cek kemarin itu pengunjungnya penuh. Jadi kita minta pemkot juga harus membuat kebijakan yang adil,” tegas dia.
Menurutnya, pihaknya bakal terima jika keputusan itu memang adil. Seperti kalau semua tempat yang mengundang keramaian itu ditutup semua, kalau bisa jangan ada orang yang masuk di wilayah Bandar Lampung. “Pemkot mengajak pertemuan dengan kita tapi dalam pertemuan itu tidak memberikan solusi, ya untuk apa?. Tapi kita terus berupaya agar Pemkot tidak menutup, karena Nataru itu seperti lebarannya destinasi wisata, karena kita sudah 2 tahun ini tidak ada pemasukan,” katanya. (red)
Tinggalkan Balasan