Keluarga Jaksa AM Bantah Tudingan Mafia Tanah, Lahan Itu Milik Keluarga Dan Bersertifikat Hak Milik

Bandar Lampung (SL)-Keluarga Jaksa AM membantah tudingan bahwa AM terlibat mafia tanah di Lampung Selatan. Hal itu diungkapkan menyusul berita yang menyebutkan oknum Jaksa terlibat mafia tanah di Lampung Selatan, yang dilaporkan warga melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung.

Kepada sinarlampung.co, atas nama keluarga AM, Rahmat Alam SH, MH, CM mengatakan atas pemberitaan sepihak itu, AM kini menjalani pemeriksaan oleh Korpsnya, padahal tudingan itu belum tentu benar dan tidak benar.

“Itu tanah yang dibeli dari patungan keluarga. Loh kok tiba-tiba dituding mafia tanah. Jika “mafia” masa cuma tanah patungan keluarga. Ini terlalu berlebihan. Maka kami harus luruskan,” kata Rahmat Alam, yang juga kuasa hukum keluarga AM itu.

Menurutnya, AM dan keluarga sangat keberatan dengan tudingan di media on line, yang tidak melakukan kroscek, sertakan kebenaran dan sudah memframing AM adalah mafia tanah. “Tapi kami hormati media, yang memang punya sumber tapi itu sepihak. AM sudah divonis mafia tanah,, katanya.

Rahman menjelaskan, lahan yang disangkan itu ada Sertifikat Hak Milik yaitu: SHM No. 00021 dengan luas 11390 M2, SHM No. 00022 dengan luas 18930 M2, SHM No. 00023 dengan luas 12230 M2,  SHM No. 00024 dengan luas 16270 M2, SHM No. 00025 dengan luas 16630 M2, dan SHM No. 00026 dengan luas 23750 M2.

“Enam sertifikat itu terletak di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan adalah tanah/lahan milik AM berdasarkan Sertifikat Hak Milik diatas, dengan jumlah keseluruhan seluas 99200 M²,” jelasnya.

Rahman menyebut, meski dalam berita itu inisial, tapi dengan data dari sumber-sumber warga itu menjadi seolah olah AM orang jahat. “Jadi kami tegaskan tidak benar AM itu mafia tanah. Selain itu tanah itu adalah benar di lokasi eks register yang dikonversi kepada masyarakat, AM dan keluarga membeli dari tokoh disana,” katanya.

Pihaknya membeli sesuai prosedur jual beli kemudian membuat sertifikat dan terbit Sertifikat Hak Milik SHM yang diterbitkan BPN Lampung Selatan. “Dan ini SHM kita sudah berikan perangkat desa lebih dari  satu tahun lalu dan tanah sudah dipasang Plang Kepemilikan dan orang yang berada diatas tanah AM sudah tau itu,” ujarnya.

Dan pihaknya mengaku sedikit aneh mengapa baru sekarang, tiba tiba ribut-ribut menuding mafia tanah. “Bahkan sebelumnya sudah kami tegaskan berkali-kali apabila ada yang dirugikan silahkan menempuh jalur hulum yang berlaku,” katanya.

“Kami malah dapat mengasumsikan. Mana sebenarnya yang mafia tanah mana yang bukan, apa jangan-jangan ada mafia tanah tersendiri yang memutar balikan fakta yang sebenarnya,” tambahnya.

Menurut Rahman yang dijelaskan warga lokasi lahan itu bukan seperti yang disebutkan, karena berada kearah kiri, dan ada penghuni sekitar 30-an rumah geribik. Jika kearah sebelah kanan memang ada sekitar 60 an rumah permanen lebih.

“Jadi kita tidak ada merampas, apalagi mafia tanah. Tudingan itu sangat mengerikan tidak ada nilai kebenaran dan bersifat tendesius, Karna kita punya bukti-bukti kepemilikan dan dasar hukum yg benar sebagai pembeli yang beritikad baik serta warkahnya,” katanya.

“Kami keluarga berharap pemberitaan ini diluruskan agar tidak menyerang pribadi terutama kami sebagai keluarga AM dan perseden buruk bagi AM sebagai Aparat Penegak Hukum yang sedang gencar-gencarnya memberantas mafia tanah. Kita harus membedakan. Mana urusan private dalam hal pribadi. Mana urusan pekerjaan. Atau sedang menjalankan sebuah tugas,” ujarnya.

Tudingan LBH

Sebelumnya, diberitakan media, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mensinyalir keterlibatan oknum Jaksa berinisial AM dalam sindikat mafia tanah di Lampung Selatan.  Pasalnya, sertifikat tanah seluas 70.000M2 (10 hektar) milik puluhan warga di desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan, diduga dipalsukan oleh oknum jaksa tersebut.

Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengatakan, hal itu diketahui berdasarkan laporan warga setempat.  Warga merasa tidak pernah menjual atau menyewakan tanah mereka yang sudah ditempati sejak 1970 kepada jaksa tersebut.

“Masyarakat gak pernah menjual objek itu bahkan sejak 1970 hingga sekarang, yang miliki udah generasi ketiga, tau-tau sudah ada sertifikat keluar tahun 2020,” kata dia, Senin 14 Februari 2022

Ia menjelaskan, tanah yang ditempati masyarakat masuk dalam lahan kehutanan. Warga sempat ingin membuat sertifikat dan melakukan konfirmasi ke Dinas Kehutanan, namun tidak bisa karena masuk lahan register.

“Akhirnya masyarakat cuma ada sporadik sama surat penguasaan penggarapan tau-tau di tahun 2020 keluar sertifikat tanah. Mereka kaget ada orang masang plang di Desa Malang Sari milik 60 KK,” sambungnya.

Saat ini, lanjutnya, pihaknya telah menerima 10 laporan tentang konflik Agraria dan sebagian laporan diduga adanya sindikat mafia tanah, di Lampung Selatan, Lampung Timur dan daerah lainnya.

LBH meminta hal ini menjadi perhatian semua pihak, terutama Aparat Penegak Hukum (APH) dan DPRD. Sebagai langkah awal, LBH akan melakukan hearing bersama DPRD, pemerintah Provinsi Lampung dan kelompok tani. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *