Kasus Korupsi Bintek Desa Apdesi Lampung Barat di Kejari Tunggu Penetapan Tersangka

Lampung (SL)-Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat, terus melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dana Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diselenggarakan oleh pengurus Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) Lampung Barat tahun 2022 dengan kerugian Negara ditaksir mencapai Rp700 juta lebih.

Baca: Kejari Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Bintek Aparatur Desa se Lampung Barat Tahun 2021

Kepala Kejari Lambar Deddy Sutendy,  mengatakan, perkara dugaan korupsi dana Bimtek tersebut masih dalam penyidikan umum dalam rangka mencari alat bukti untuk penetapan tersangka dalam perkara tersebut. “Untuk penanganan perkara tersebut terus bergulir, saat ini masih tahap penyidikan umum, dan nantinya ketiga sudah ada progres lagi dan sudah ada penetapan tersangkanya akan kami sampaikan,” kata Kajari.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Bambang Irawan,  menambahkan, pihaknya sudah memeriksa saksi untuk dimintai keterangan, setelah nantinya alat bukti yang sah dimata hukum cukup maka akan ditindaklanjuti dengan dilakukan penetapan tersangka.

“Dalam rangka penanganan perkara, kami tentunya mengawali dengan proses penyelidikan, selanjutnya jika dinyatakan layak maka ditingkatkan ke penyidikan, dan untuk perkara Bimtek Peratin ini masih dalam tahap penyidikan umum karena memang belum ada tersangkanya. Jika nantinya sudah ada tersangka maka akan ditingkatkan menjadi penyidikan khusus,” katanya.

Seperti di ketahui Kejari Lampung Barat menaikkan status dugaan korupsi dana Bimtek yang digelar pengurus Apdesi ke tahap penyidikan pada awal Februari 2022 lalu.

Kasus itu bermula pada November 2021 ada salah satu pengurus Apdesi yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk melakukan Bimtek. Padahal waktu itu anggaran belum tersedia. Setelah APBDesa disahkan, bimtek digelar di Hotel Horison pada Mei 2021.

Kegiatan yang seharusnya berlangsung tiga hari, ternyata lebih. Seharusnya yang menggelar bimtek adalah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Hal itu berdasarkan Permendagri No.96/2017 tentang Tata Cara Kerjasama Desa dan Pemerintahan Desa. Dan berdasar hasil audit Inspektorat, kerugian yang disebabkan oleh tindakan melawan hukum tersebut mencapai Rp700 juta lebih. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *