Bandar Lampung(SL)-Kebebasan berpendapat adalah hak setiap warga negara yang dilindungi dalam konstitusi, yakni pada pasal 28E ayat 3 UU 1945. Namun, berbeda dalam dunia media sosial (medsos). Kebebasan berpendapat melalui medsos dengan menyebarluaskan berita maupun informasi bersifat hoaks dapat dijerat UU ITE.
Semua ini tersaji dalam diskusi Webinar Series kelima Pengurus Daerah Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Provinsi Lampung. Acara ini bertema Perlindungan Hak Konstitusional Melalui Media Sosial yang menghadirkan tiga narasumber. Yaitu Dosen HTN Fakultas Hukum Universitas M Iwan Satriawan, Ketua PWI Lampung Wirahadikusumah, dan Direktur LBH Pers Lampung Chandra Bangkit Saputra.
Iwan menyampaikan, ruang untuk kritik di Indonesia saat ini luar biasa dan berkembang lebih luas dibanding zaman orde baru.Bahkan, warga bisa menjadi reporter sendiri di akun media sosial pribadinya. Namun, yang harus diperhatikan adalah agar masyarakat tidak mudah membagikan dan membuat berita-berita bernada negatif.
Ia mencontohkan, kejadian di Suriah, Timur Tengah yang kekacauannya berawal dari media sosial. “Minimnya literasi dan tidak ada saringan informasi membuat masyarakat dengan mudah menyebarluaskannya di media sosial,” ujar dia.
Ia menyarankan, setiap orang yang menyampaikan kritik di media sosial disertai data akurat. Atau, merupakan hasil diskusi sehingga matang dalam menyampaikan kritikan. Narasumber berikutnya, Chandra mengatakan UU ITE menjadi alat untuk mengebiri kebebasan berpendapat.
“Pasalnya bersifat karet, belum lagi dinamika politik medsos jadi alat memengaruhi yang berdampak merusak demokrasi seperti buzzer,” ungkap dia. Sementara, Wirahadikusumah mengatakan media sosial merupakan tempat berkumpulnya orang baik dan jahat.
Kebocoran data di medsos dapat dimanfaatkan orang untuk berbuat kejahatan. Contohnya, kebocoran BPJS Kesehatan. Berbeda halnya dengan di Eropa, lanjut Wira, yang sangat memberikan perlindungan terhadap warganya. Bahkan, di sana dapat mempailitkan perusahaan yang tidak bisa melindungi data pribadi konsumennya.
Ia menyarankan, pengguna media sosial untuk menjaga kerahasiaan pribadinya di media sosial. Seperti, menggunakan akun berbeda untuk transaksi komersil, pekerjaan, maupun pendidikan. Terkait produk jurnalistik, lanjut Wira, setiap pemberitaan media online saat ini berkolaborasi dengan media sosial. Namun, ia menegaskan dalam menyebarluaskan berita tidak boleh ditambah dengan narasi tertentu.
“Kalau menambahkan di luar produk jurnalistik bisa dijerat UU ITE, berbeda dengan sengketa pers yang penyelesaiannya lewat Dewan Pers,” kata dia. (Red)
Tinggalkan Balasan