Amerika Serikat Merilis Kasus Kematian 6 Laskar FPI Masuk Laporan Pelanggaran HAM

Jakarta (SL)-Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (Deplu AS) merilis hasil kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia pada 2021. Laporan itu diberi judul “Laporan Negara tentang Praktik Hak Asasi Manusia tahun 2021: Indonesia”. Salah satu yang mendapat sorotan adalah kasus pembunuhan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh kepolisian.

Selain itu, laporan HAM juga menyinggung kasus kekerasan yang dilakukan aparat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Ada pula beberapa laporan pembunuhan di luar Papua dan Papua Barat oleh kelompok teroris. “Ada banyak laporan bahwa pejabat keamanan melakukan pembunuhan sewenang-wenang atau di luar hukum. Dalam banyak kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum, polisi dan militer tidak melakukan penyelidikan apa pun dan, ketika mereka melakukannya, gagal mengungkapkan fakta atau temuan dari penyelidikan internal ini,” demikian laporan tersebut dikutip di Jakarta, Minggu 17 April 2022.

Deplu AS merilis pernyataan berdasarkan laporan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang mengikuti kasus kekerasan yang dilakukan aparat Indonesia. Kontras melaporkan 16 kematian akibat dugaan penyiksaan dan penganiayaan lainnya oleh aparat keamanan antara periode Juni 2020 dan Mei 2021. KontraS juga melaporkan 13 kematian akibat penembakan polisi pada periode yang sama.

Pada 8 Januari, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM merilis laporan tentang penembakan polisi terhadap enam anggota Front Pembela Islam di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, pada Desember 2020. Komnas HAM menemukan, polisi secara tidak sah membunuh empat anggota FPI yang sudah berada dalam tahanan polisi dan menyebut pembunuhan itu sebagai pelanggaran HAM.

Pada April, seorang juru bicara polisi menyatakan bahwa tiga petugas polisi dari Reserse Polda Metro Jaya telah ditetapkan sebagai tersangka dan sedang diselidiki. Tercatat satu dari tiga pelaku pembunuhan telah meninggal dalam kecelakaan pada bulan Januari 2022. Pada 23 Agustus 2022, media melaporkan pengajuan tuntutan terhadap kedua tersangka di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).

Sebagaimana diketahui, hakim akhirnya menjatuhkan vonis lepas bagi polisi yang menghabisi nyawa laskar FPI lantaran berusaha membela diri dalam tugas.Laporan Deplu AS juga menyinggung masalah kebebasan berserikat di Indonesia yag dikaitkan dengan pembubaran FPI.

Disinggung Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengumumkan keputusan bersama menteri terkait yang menyatakan FPI, tidak lagi terdaftar dan melarang organisasi, simbol, dan aktivitasnya di Indonesia. Izin FPI untuk beroperasi sebagai organisasi keagamaan berakhir pada Juni 2019.

Masuk Unlawful Killing

Laporan HAM Indonesia sepanjang tahun 2021 milik Biro Demokrasi, HAM, dan Buruh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat membahasn kasus unlawful killing atau pembunuhan di luar proses hukum terhadap enam Laskar FPI oleh anggota Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Berdasarkan laporan Komnas HAM yang dikutip dalam laporan itu, kasus ini masuk kategori unlawful killing karena polisi melakukan pembunuhan terhadap empat Laskar FPI saat mereka sudah ditahan pihak kepolisian. “Komisi menemukan bahwa polisi secara tidak sah membunuh empat anggota FPI yang sudah berada dalam tahanan polisi dan menyebut pembunuhan itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia,” bunyi laporan itu sebagaimana dikutip Tempo pada, Sabtu, 16 April 2022.

Laporan itu menyebut ada tiga anggota Polda Metro Jaya yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Namun, salah satu tersangka meninggal pada Januari 2021 sebelum diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Agustus 2021. Terbaru, kedua polisi dinyatakan bersalah telah melakukan pembunuhan terhadap enam Laskar FPI. Namun, Pengadilan memberikan vonis lepas dengan alasan tindakan itu dilakukan sebagai bentuk pembelaan.

Kasus pelanggaran HAM lainnya yang juga disoroti oleh Biro adalah tentang pembunuhan terhadap pengedar narkotika bernama Samsul Egar di Baubau, Sulawesi Tenggara. Menurut laporan media, saat ditangkap, Egar diborgol dan dalam keadaan tak sadarkan diri. Ia kemudian sempat dilarikan ke rumah sakit hingga akhirnya dinyatakan meninggal. Organisasi HAM menyebut ada sejumlah memar di tubuh Egar.

Selain itu, pihak keluarga juga baru mendapat penjelasan Egar ditangkap oleh aparat karena terlibat narkoba 28 hari setelah kematiannya. “Pada 10 September, tidak ada indikasi bahwa pihak berwenang telah menyelidiki laporan atau mengambil tindakan terhadap petugas yang terlibat (dalam pembunuhan Egar),” bunyi laporan tersebut. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *