Jakarta (SL)-Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Alpha Amirrachman memberikan kritik kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim. Kritikan itu disampaikan Alpha untuk merespons hilangnya madrasah dalam draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Alpha mengatakan, tidak adanya penyebutan madrasah di dalam naskah RUU Sisdiknas menunjukkan dua hal. “Pertama, adanya krisis kompetensi di Kemendikbudristek. Kedua, rendahnya sensitivitas kementerian terkait pendidikan agama,” ujar Alpha kepada kepada wartawa, Selasa 29 Maret 2022 lalu.
Alpha menambahkan, pendidikan agama merupakan unsur yang sangat penting dan tidak terpisahkan dalam pendidikan nasional.
Alpha pun sangat menyesalkan tidak disebutnya madrasah di dalam RUU Sisdiknas tersebut. “Jumlah madrasah sangat besar. Menurut data pokok pendidikan pada Mei 2021, terdapat 53.929 ribu madrasah atau 19.53 persen dari total satuan pendidikan di Indonesia,” jelasnya.
Menurut Alpha, keberadaan pendidikan madrasah sebenarnya sudah cukup kuat di dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Alpha menjelaskan, madrasah dan sekolah disebut dalam satu tarikan napas. Selain itu, Alpha menyebut keduanya juga diklasifikasi sebagai pendidikan formal. “Perlu digarisbawahi bahwa Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 2 telah mengamanatkan pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,” kata Alpha.
Dalam draf RUU Sisdiknas yang beredar, dijabarkan jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi. Protes juga disampaikan Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara, Arifin Junaidi, protes karena frasa madrasah tidak ditulis secara eksplisit dalam draf itu.
“UU Sisdiknas 2003 sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan napas dengan sekolah, meskipun integrasi sekolah dan madrasah pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda. Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” ujar Arifin sebagai salah satu anggota Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPRI RI, di Jakarta, Kamis, 24 Maret 2022.
Klarifikasi Nadien
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, mengklarifikasi soal isu yang beredar bahwa madrasah hilang dalam draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). RUU ini tengah digodok pemerintah. Bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dia menjelaskan polemik tersebut.
“Sedari awal tidak ada keinginan atau pun rencana untuk menghapus sekolah, madrasah, atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sebuah hal yang tidak masuk akal dan tidak pernah terbersit sama sekali,” kata Nadiem dalam keterangannya di Instagram @nadiemmakarim yang dikutip pada Rabu, 30 Maret 2022.
Nadiem mengatakan selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Agama dalam menentukan program pendidikan, termasuk dalam proses revisi RUU Sisdiknas. “Kemendikbudristek selalu bekerja sama dan berkoordinasi dengan Kementerian Agama terkait berbagai upaya dan program-program peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dengan mengedepankan gotong-royong dan inklusif. Semangat tersebut juga kami bawa ke dalam proses revisi RUU Sisdiknas,” kata Nadiem.
Kata Nadiem, madrasah tetap masuk Sisdiknas dan diatur melalui batang tubuh RUU Sisdiknas. Hanya saja penamaan spesifik jenis sekolah akan dipaparkan di bagian penjelasan agar tidak terikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel. “Sekolah maupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh RUU Sisdiknas. Namun penamaan secara spesifik seperti SDN, MI, SMP dan MTs atau SMA, SMK dan MA akan dipaparkan di bagian penjelasan,” ujarnya.
Dalam video yang sama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menguatkan pernyataaan Nadiem. Yaqut mengatakan pihaknya selalu berkoordinasi dengan Kemendikbudristek selama proses revisi RUU Sisdiknas berjalan. Yaqut menuturkan eksistensi pesantren dan madrasah meningkat sejak RUU Sisdiknas dihadirkan. “Sampai saat ini RUU Sisdiknas telah memberikan perhatian kuat terhadap eksistensi Pesantren dan Madrasah, nomenklatur madrasah dan pesantren juga masuk dalam batang tubuh dan pasal-pasal RUU Sisdiknas,” kata Yaqut.
Kemendikbudristek mengklarifikasi bahwa penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan. Kemendikbudristek menyatakan RUU Sisdiknas sekarang masih dalam revisi draf awal setelah mendapat masukan dari para ahli dan berbagai pemangku kepentingan. Kemendikbudristek menyatakan terbuka menampung dan menerima masukan.
Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia menilai uji publik RUU Sisdiknas yang dilakukan oleh Kemendikbudristek terlalu tergesa-gesan dan minim pelibatan publik. “Pembuatan UU yang baik mempersyaratkan adanya partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation) dalam seluruh tahapan, mulai perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Faktnya, hal ini tidak dilakukan dalam perencanaan RUU Sisdiknas,” ujar Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia, David Tjandra yang juga tergabung dalam APPI. (Red)
Tinggalkan Balasan