PT Indolampung PerkaSa dan PT Gunung Madu Plantations Masuk Daftar “Ngemplang” Pajak?

Bandar Lampung (SL)-Dua perusahaan besar di Lampung PT Gunung Madu Plantations (GMP), dan PT Indolampung Perkasa, masuk daftar perusahaan dan wajib pajak pribadi, yang ikut menyuap kepada para mantan pejabat Dirjen Pajak. Dua perusahaan besar di Lampung itu masuk daftar bersam 6 perusahan lainnya, yang terungkap dalam sidang korupsi dengan terdakwa Wawan Ridwan mantan tim pemeriksa pajak DJP.

Selain penerimaan gratifikasi, Wawan juga didakwa menerima suap Sin$606.250. Uang itu diperoleh atas hasil rekayasa pajak PT GMP untuk tahun pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk untuk tahun pajak 2016; serta PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016-2017. PT Sahung Brantas Energi, PT Rigunas Agri Utama, CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, PT Walet Kembar Lestari,

Wawan juga didakwa dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Wawan menggunakan uang suap dan gratifikasi untuk membeli sejumlah aset dan diberikan kepada banyak pihak. Ia mencuci uang dengan tujuan menyembunyikan dan menyamarkan asal-usul harta kekayaan.

Wawan menjelaskan daftar 8 perusahaan dan 1 wajib pajak pribadi kepada para mantan pejabat pajak yang dibeberkan dalam dakwaan di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu lalu yaitu:

1. PT Sahung Brantas Energi

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang seluruhnya berjumlah Rp400 juta dari PT Sahung Brantas Energi. Dari jumlah itu, Angin dan Dadan menerima Rp80 juta. Sedangkan sisanya Rp320 juta dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian dengan masing-masing menerima Rp80 juta.

2. PT Rigunas Agri Utama

Wawan bersama terdakwa lain menerima Rp1,5 miliar dari perusahaan ini. Secara rinci, uang yang diterima Angin dan Dadan sejumlah Rp650 juta. Sisanya Rp650 juta dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian dengan masing-masing menerima Rp168.750.000. Sisa uang Rp150 juta diserahkan kepada Gunawan Sumargo.

3. CV Perjuangan Steel

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang dengan nilai total Rp5 miliar dari CV Perjuangan Steel. Dari jumlah itu, Angin dan Dadan menerima Rp2,5 miliar. Sisa Rp2,5 miliar dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian masing-masing Rp625 juta dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat.

4. PT Indolampung Perkasa

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang dolar Singapura yang nilainya setara dengan Rp2,5 miliar. Sebagian uang diberikan kepada Angin dan Dadan dengan nominal setara Rp800 juta. Sisa uang setara Rp2,5 miliar dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian masing-masing Sin$62.500. Sisa uang setara Rp200 juta digunakan untuk kas pemeriksa.

5. PT Esta Indonesia

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang Rp4 miliar dari PT Esta Indonesia. Dari jumlah itu, Angin dan Dadan menerima Rp1,8 miliar. Sisa Rp1,8 miliar dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian masing-masing Rp450 juta. Sisa uang Rp400 juta untuk fee untuk konsultan.

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang sebesar Rp1,5 miliar dari wajib pajak pribadi atas nama Ridwan Pribadi. Sebagian uang diberikan kepada Angin dan Dadan sejumlah Rp750 juta. Sisa Rp750 juta dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian masing-masing Rp187.500.000.

6. Penerimaan dari wajib pajak pribadi Ridwan Pribadi

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang sebesar Rp1,5 miliar dari wajib pajak pribadi atas nama Ridwan Pribadi. Sebagian uang diberikan kepada Angin dan Dadan sejumlah Rp750 juta. Sisa Rp750 juta dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian masing-masing Rp187.500.000.

7. PT Walet Kembar Lestari

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang Rp1,2 miliar dari PT Walet Kembar Lestari. Dari jumlah itu, Angin dan Dadan mendapat Rp600 juta. Sisa Rp600 juta dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian masing-masing Rp150 juta.

8. PT LINK NET

Wawan bersama terdakwa lain menerima uang dalam bentuk dolar Singapura setara Rp700 juta dari PT LINK NET. Sebagian uang setara Rp350 juta diberikan kepada Angin dan Dadan. Sisanya setara Rp350 juta dibagi rata kepada Wawan, Alfred, Yulmanizar, dan Febrian masing-masing menerima uang dolar Singapura Sin$8.750 atau setara Rp87.500.000.

9. PT Gunung Madu Plantations (GMP)

Tim pemeriksa pajak memperoleh fasilitas dari PT GMP, yakni Pada tanggal 9 November 2017 memperoleh fasilitas penginapan Hotel Aston Lampung masing-masing seharga Rp448.000, sehingga biaya total yang dikeluarkan untuk pembelian tiket untuk para pemeriksa pajak tersebut sebesar Rp2.688.000.

Pada tanggal 10 November 2017 memperoleh fasilitas tiket pesawat masing-masing sebesar Rp594.900, sehingga biaya total yang dikeluarkan untuk pembelian tiket untuk para pemeriksa pajak tersebut sebesar Rp2.974.500.

“Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang dan fasilitas tersebut di atas, para terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan Undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum,” ucap jaksa.

Sosok wawan Ridwan

Wawan Ridwan adalah mantan tim pemeriksa pajak DJP yang menjadi tersangka dugaan suap pajak. Nama Wawan Ridwan kembali ramai setelah terakhir penangkapannya atas kasus suap pajak terjadi pada Rabu, 10 November 2021.

Wawan Ridwan diketahui ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat dalam dugaan suap pajak. Meski demikian, kini kasus Wawan Ridwan sudah memasuki persidangan dengan serta diduga melakukan tindakan pidana pencucian uang dengan anaknya Farsha Kautsar.

Kasus Wawan Ridwan kembali ramai setelah pada persidangan ia didapati mencuci uang dan mentransfer ke beberapa teman Farsha Kautsar. Salah satu teman Farsha Kautsar yang mendapat uang tersebut ialah Siwi Sidi, ia merupakan eks Pramugari Garuda yang pernah viral beberapa tahun lalu.

Mantan tim pemeriksa pajak ini, Wawan Ridwan lahir pada 8 November 1965 dan saat ini berumur 56 tahun. Wawan Ridwan diketahui mulai menjadi PNS pada Maret 1987, itu artinya sudah sekitar 34 tahun mengabdi kepada negara sebelum ia ditangkap pada tahun 2021 lalu.

Dari tahun 2014 hingga 2019, Wawan Ridwan diketahui sempat menjabat sebagai Pemeriksa Madya Dit 2.Jabatan terakhir Wawan Ridwan diketahui menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantean, Sulawesi Selatan sejak tahun 2019.

Saat menjabat sebagai Kepala KKP Pratama Bantean inilah, Wawan Ridwan ditangkap atas dugaan suap pajak. Suap tersebut berkaitan dengan pengaturan pajak di tiga perusahaan yang berbeda yaitu, PT Gunung Madu Plantation (GMP), PT Jhonlin Bratama (JB), dan PT Bank PAN Indonesia Tbk (PANIN). Sementara harta kekayaan dari Wawan Ridwan diketahui mencapai Rp6,07 miliar, yang terdiri dari tanah dan bangunan, alat transportasi, serta kas atau setara dengan kas.

MAKI Desak KPK Selidiki Pajak PT GMP dan SGC

Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak KPK juga memeriksa dan atau menyelidiki pajak PT Sugar Group Company (SGC). “Mumpung KPK menangani kasus suap pajak, Lampung ini bukan hanya Gunung Madu aja, mestinya juga menyelidiki pajak-pajak yang diduga belum dibayar oleh SGC,” kata dia di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis 15 April 2022 lalu.

Anggota DPRD Surakarta tahun 1997 ini menduga ada permainan pajak yang dilakukan PT SGC lantaran Vice Presidentnya Ny Lee Purwanti dua kali disebut di Sidang Mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa.

Ny Lee pertama kali disebut oleh Mantan Ketua DPW PKB Lampung Musa Zainuddin. Musa menyebut Ny Lee membayar Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar Rp40 Miliar agar mengalihkan dukungan dari Mustafa ke Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim atau Nunik.

Kali kedua, Ny Lee disebut oleh saksi di luar dakwaan Berkah Mofaje S Caropeboka. Mofaje menyebut Ny Lee mengguyur PKB Rp50 M dan akhirnya mendukung Arinal-Nunik hingga memenangkan Pemilihan Gubernur Lampung 2018. “Orang Lampung beberapa menyampaikan ke saya kalau gubernurnya tidak didukung oleh x (Ny Lee) itu tidak jadi, sebaliknya kalau didukung orang x itu pasti jadi. Kemudian, apa dibalik itu?” katanya.

Menurut Bonyamin, dugaan ini perlu diselidiki lebih lanjut oleh KPK. Jika benar dugaan dukungan itu, ia menduga ada kaitannya dengan ekonomi, berkaitan dengan uang yang mestinya bisa masuk ke negara tapi tidak masuk. “Yang penting bukan dipenjarakan orangnya tapi pajaknya dibayar, itu aja. Itu kan duitnya bisa digunakan untuk membangun Lampung, katanya pajak itu dari luas lahan, produksi, pengairan dan sebagainya,” kata dia.

Menurutnya, banyak objek pajak yang bisa ditagih agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) Lampung. Pembongkaran kasus-kasus besar ini hal ini harus menjadi perhatian dan dikawal bersama. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *