Tanggamus (SL) – Fahri fanjelo yang baru berusia 6 tahun ini hanya bisa duduk lemah dipangkuan ibunya. Dia tidak bisa berlari dan bermain-main selayaknya bocah seusianya. Sebab Fahri mengalami penyakit katarak dan Sindrom Down.
Putra pertama dari pasangan Hapid penjual ikan keliling dan Fera wati ibu rumah tangga, warga Pekon Tamansari, kecamatan Pugung. Saat lahir Fahri tampak normal seperti bayi-bayi lainnya. Namun perkembangannya sangat lambat. Awalnya orang tua Fahri menganggapnya ada sedikit keterlambatan perkembangan, namun hingga berusia 9 bulan, tidak ada perkembangan pertumbuhan.
“Dulu saya kira Fahri hanya agak telat perkembangannya tapi kok sampai 9 bulan dia nggak bisa apa-apa. Nggak bisa bangun dan nggak bisa duduk, Setelah ke dokter baru tahu Fahri kena katarak dan Downsyndrome.” Terang Fera kepada sinarlampung.co.(Rabu, 19 Juli 2022)
Sejak di vonis mengidap downsyndrome dan katarak pihak keluarga sudah mengajukan BPJS ke pihak pekon namun sampai saat ini belum juga selesai, bahkan terkesan di permainkan hanya di beri harapan palsu oleh pihak pekon dengan iming-iming akan di beri bantuan, pasalnya pihak keluarga sering di mintai data oleh pihak pekon setempat.
“Dengan keadaan keluarga kami yang serba pas-pasan kami sudah mengajukan BPJS ke pekon namun sampai saat ini belum juga jadi, bahkan sering kali kami disuruh ngumpulin KK dan KTP katanya mau dapat bantuan ternyata ya gak ada sama sekali sampai hari ini,” imbuhnya.
Dengan penyakit yang di deritanya Fahri harus menjalani operasi katarak dan harus menjalani terapi untuk downsyndrome dengan biaya yang besar.
“Kami sudah pernah membawa ke RSUD dan rumah sakit Mitra Husada itupun hanya sesekali saja jika ada biayanya. Saat di rawat inap selama 3 hari Alhamdulillah ada orang baik yang membantu, kami tidak di pungut biaya perawatan namun saat ini kami tidak punya biaya untuk operasi katarak dan terapi, dalam seminggu di anjurkan 2 kali dengan sekali terapi kami harus mengeluarkan biaya sebesar satu juta kami tidak sanggup, jadi ya belum kami lakukan semua saran dari rumah sakit,” katanya
Keluarga Hapid kebingungan bagaimana harus menyambung hidup dan mengobati putranya. Pihaknya berharap mendapat bantuan dari pemerintah daerah dan semua pihak.
“Kami sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk mendapatkan BPJS dan bantuan lainnya untuk meringankan beban keluarga kami,” pinta Fera.
Yang membuat Fera sedih, Fahri sering mencolok-colok matanya dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain, saat di gendong selain orang tuanya Fahri akan menangis.
“Jika bapaknya keliling menjual ikan, saya merasa sedih, selain merawat Fahri saya juga harus mengasuh adiknya, sementara jika teledor Fahri sering mencolok matanya dengan jarinya sendiri, dan Fahri tidak mau di ajak sama orang lain dia akan nangis.” Tutup Fera.(Wisnu)
Tinggalkan Balasan