FORMAK dan JRMK akan Gelar Aksi Damai Di Depan Kantor Balai Kota Tuntut Sertifikat Tanah Kampung Kerawang

Bandar Lampung (SL)- Forum Masyarakat Kerawang (FORMAK) dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Lampung berencana melakukan aksi damai tuntut Pemerintah Kota terkait status Sertifikat Tanah di Kampung Karawang yang berada di Kelurahan Garuntang.

Yani dan Herri Usman selaku koordinator aksi mengatakan dalam press releasenya. “Di tahun 1950-an perkampungan ini adalah rawa-rawa yang di atasnya ditumbuhi beberapa pohon kelapa dan rerumputan yang tingginya 3 meter. Pada saat itu warga yang hendak mendirikan rumah di atas rawa tersebut harus menimbun sekitar 2,5m – 3m. Awalnya hanya ada 5 rumah warga bermodel panggung dan tanggul sebagai sarana jalan sementara harga jual beli tanah garapan perpetak Rp. 17.000,-.,” katanya.

Tahun demi tahun sesuai dengan perkembangan jaman semakin banyak mendirikan rumah permanen dan banyak fasilitas umum yang dibangun oleh warga seperti mushola, MCK, dan lain-lain.

“Alasan warga tinggal di sini karena dekat dengan tempat kerja, warga disini banyak bekerja pada sektor informal dan buruh-buruh di Pabrik yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. juga dekat dengan tempat sekolah anak-anak,” Imbuhnya.

Walaupun tiap tahun jadi langganan banjir, tidak membuat warga pindah dari sana bahkan pada tahun 2007 perkampungan rawa Kerawang yang terkenal dengan kampung rawa banjir dihuni oleh 120 kepala keluarga dan + 400 jiwa, terbagi menjadi 2 RT yaitu Rt. 001 dan Rt. 002 Kelurahan Garuntang.

Di tahun 2022 Perkampungan ini, sangatlah pesat pembangunan baik jalan maupun tempat tinggal,di atas luas tanah 17.715 m² saat ini kampung Kerawang dihuni +200 KK. + 850 Orang, dan sebanyak + 100 Bangunan Rumah permanen.

“Semakin berkembang dan majunya perkampungan, maka sudah dipastikan harga tanah menjadi tinggi dan banyak diminati, terutama para pengusaha yang ingin melebarkan perusahaannya/usaha.” Ujarnya

Ada dugaan para pengusaha berspikulasi dan bekerja sama dengan mafia-mafia tanah serta para tikus-tikus kantor, untuk merebut tanah-tanah yang dianggap bermasalah. Salah satu menjadi perebutan ( konflik agraria) adalah Kampung Kerawang.

Dalam proses yang begitu panjang banyak rintangan yang kami hadapi tak sedikit tenaga dan materi yang dikeluarkan untuk membangun tempat tinggal dan menjadi perkampungan ramai saat ini, akan tetapi status tanah kami tidak jelas. Sesuai yang di amanatkan UUPA No 5 tahun 1960. Pasal 27 hak kepemilikan terhapus bila tanah tersebut ditelantarkan; Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar. Pasal 7 ayat (2).

Tanah hak milik menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga: a. dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan; b. dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan Pemegang Hak; atau c. fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi, baik Pemegang Hak masih ada rnaupun sudah tidak ada; Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria.

Pasal 1: (3) tanah objek reforma agraria yang selanjutnya disingkat TORA adalah tanah yang dikuasai oleh Negara dan/atau tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk redistribusikan atau dilegalisasikan. Agar kami tidak ada keresahan/kerisauan dan kami bisa tenang, kami meminta pemerintah kota Bandar lampung untuk menerbitkan sertifikat tanah,” pungkasnya .

Warga berharap instansi atau dinas terkait dapat memberikan titik terang terkait polemik Kampung Kerawang. (Wisnu/rls)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *